toto zurianto
Tidak banyak ekonom kita yang mampu mengulas bagus akhir-akhir ini. Dalam 10 tahun terakhir, kita, Indonesai, bisa dikatakan sedang kekurangan ahli ekonomi yang mumpuni, kritis tetapi dengan argumen yang kuat. Karena itu, meskipun kelihatan terlalu merendah, tulisan Muhamad Chatib Basri, mantan Menteri Keuangan Kabinet SYB terakhir, di harian Kompas, sungguh sangat menarik dan perlu dibaca. Para Ekonom dan Politisi perlu dibekali oleh lebih banyak bacaan dan sumber informasi yang kuat. Kita bosan dengan sekedar kritik atau gagasan yang kering tanpa dukungan dan kajian yang lebih mendasar.
Tulisan Chatib Basri "Kemandekan Ekonomi" (Kompas, 5 Agustus 2015) menarik, ketika kita berusaha untuk melihat, apa sebenarnya faktor-faktor yang membuat perekonomian (dunia) dan (kita) menjadi buruk dan sulit dicari penyebabnya. Apakah karena faktor permintaan yang sangat rendah, sementara tabungan untuk melakukan investasi sebenarnya sangat memadai, relatif surplus besar. Merujuk kepada pendapat Larry Summers, mantan Menteri Keuangan Amerika Serikat yang percaya, salah satu upaya yang harus dilakukan pemerintah, adalah dengan mendorong ekspansi fiskal. Kalau tidak, perlambatan pertumbuhan ekonomi akan sangat berbahaya. Ini menjadi petaka bagi dunia, tentu saja bagi Indonesia. Summers mencatat, dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi riil di negara maju berada di bawah 2 persen, inflasi rendah, tingkat bunga juga rendah yang berakibat pada kemandekan ekonomi yang panjang, atau secular stagnation.
Tapi tidak semua ekonom berpendapat sama. Ben Bernanke, mantan Chairman the Fed berpandangan bahwa kondisi ini hanyalah situasi sementara, tidak ada secular stagnation. Situasi surplus di beberapa emerging market, khususnya Cina, yang membuat perekonomian (AS) menjadi terganggu. Jika saja prospek investasi di luar AS, terutama di negara berkembang mampu meningkat, maka situasi ekonomi dunia diperkirakan akan lebih stabil dan bangkit kembali.
Banyak yang belum terditeksi secara tepat. Ekonomi Cina tetap sebagai misteri bagi para pengambil keputusan di seluruh dunia. Masyarakat maish berpikir, sesungguhnya kesulitan di Cina, jauh lebih parah dibandingkan dengan apa yang dikemukakan pemerintah Cina. Karena itu, tingkat permintaan dunia, terutama permintaan terhadap energi dan komoditas, diperkirakan akan tetap melambat seiring merosotnya pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Ini tetap persoalan berat bagi Indonesia. Kebijakan perekonomian pemerintah, terutama dalam rangka meningkatkan ekspansi fiskal, memerlukan stimulasi yang tidak sedikit. Ini salah satu tantangan ekonomi Indonesia yang belum terselesaikan. Ekonomi memang masih tetap menyedihkan. Tetapi, perjuangan, tidak boleh berhenti dan harus dilanjutkan.