Monday 14 November 2011

Menjaga Kredibilitas OJK

toto zurianto


Selesai sudah diskusi panjang 12 tahun tentang perlu tidaknya suatu lembaga pengawasan sektor keuangan yang baru dibentuk. DPR setuju, kita segera membentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang terutama akan menggantikan salah satu fungsi Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan di sektor perbankan. Juga melakukan pengawasan lembaga keuangan non bank yang selama ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK)/Bapepam Kementerian Keuangan.
Berat sekali pertarungan para pihak sebelum memutuskan berdirinya OJK, terutama antara DJLK/Bapepam dengan Bank Indonesia yang  keduanya  merasa memiliki hak (dan kewajiban) kuat untuk tetap melanjutkan fungsi pengawasannya.
Tuntutan untuk mendapatkan porsi besar dalam melakukan pengawasan terhadap sektor keuangan (perbankan dan lembaga keuangan bukan bank), jelas tidak semata untuk alasan pengalaman dan profesionalisme organisasi. Tetapi juga atas atasan reputasi dan tanggung jawab yang selama ini sudah dijalankan bertahun-tahun. Apalagi kedua instansi itu juga dianggap sudah memiliki SDM, sistem dan data atau informasi yang sangat diandalkan.
Kini setelah rangkaian silang pendapat seru tersebut berlangsung dengan suatu keputusan baru, apa yang perlu disiapkan untuk membuat lembaga baru ini menjadi efektif? Semua menjadi tugas kita untuk membawa OJK menjadi lembaga yang diandalkan, bukan untuk membuktikan kemungkinan kegagalannya. Kelahirannya jelas telah memakan biaya dan “korban” yang luar biasa. Karena itu, kini para pihak yang berkepentingan, perlu mempersiapkan organisasi dan manajemen OJK secara lebih profesinal.

Menyiapkan Board yang efektif
Tidak ada lagi OJK yang menjadi afiliasi atau underbow tertentu. Semuanya harus didasarkan kepada “untuk kepentingan bangsa dan negara”. Terlalu besar pertaruhannya ketika OJK pada akhirnya terpaksa bermain untuk menjaga kepentingan pihak tertentu. Dewan Komisioner atau kumpulan pemegang kuasa, adalah salah satu bagian utama untuk menjaga kredibilitas dan profesionalisme lembaga ini. Meskipun kehadirannya nanti juga didasarkan kepada keterwakilan dari beberapa pihak, sangat diharapkan proses penunjukkannya adalah dalam rangka kepentingan bangsa dan negara. Keterwakilan bertujuan bukan untuk mewakili kepentingan pihak-pihak yang mewakilkan, tetapi untuk menjaga reputasi dan kredibilitas.
Dua hal utama yang diperlukan untuk menjamin efektivitas kepemimpinan OJK, pertama, proses rekrutmen yang dilakukan secara terbuka (tranparant) dan kedua, mampu menghadirkan para leaders yang kompeten, memiliki karakter kuat, dan bersikap independen.
Banyak kegagalan kepemimpinan di berbagai lembaga negara terutama karena ketidakjelasan proses rekrutmen yang dilakukan. Ketidakjelasan akhirnya berpotensi melahirkan orang-orang yang tidak kompeten, tidak memiliki karakter kuat, dan tidak bersikap independen.
Sebagai penentu akhir yang menetapkan apakah suatu institusi keuangan memiliki kelayakan untuk tetap beroperasi, OJK bukanlah lembaga main-main yang bisa dipimpin oleh orang yang biasa-biasa saja. OJK sangat erat kaitannya dengan maju dan mundurnya kinerja negara kita. Karena, engine ekonomi kita saat ini, masih sangat tergantung kepada perkembangan institusi keuangan dalam berbagai bentuk. Bank dan seluruh lembaga keuangan bukan bank, tetap harus dijaga operasionalnya agar tetap dipercaya (kredibel), memiliki aspek keuangan yang baik, dan luas jangkauannya sehingga bisa dimanfaatkan sampai ke pelosok negeri.

Rancang Bangun organisasi yang efisien
Banyak orang yang membayangkan OJK sebagai sebuah super body dan gabungan dari beberapa institusi pengawasan keuangan yang saat ini ada seperti pengawasan perbankan Bank Indonesia, pengawasan pasar modal Bapepam, atau pengawasan lembaga keuangan lain oleh Kementerian Keuangan. Kitapun sering terburu-buru membuat disain organisasi yang mencoba menggabungkan berbagai institusi pengawasan keuangan tersebut  sekaligus lengkap dengan karakter dan kultur yang selama ini sudah berjalan.
Padahal untuk merancang struktur organisasi baru secara teknis, seharusnya lebih mudah dibandingkan dengan menggabungkan beberapa institusi yang sudah berjalan. Karena itu, selalu harus kita kedepankan upaya untuk membuat disain organisasi OJK melalui kertas putih (clean sheet) dengan hanya memperhatikan visi dan misi OJK sebagai institusi pengawasan sektor keuangan yang baru.
Kalau kita perhatikan, lembaga atau institusi yang lama, apalagi yang bersifat “negara” atau “pemerintahan”, sangat jarang bersifat efisien dan modern. Kebanyakan sangat birokratis, duplikasi, memiliki fungsi-fungsi atau pekerjaan yang tidak berhubungan dengan pencapaian tujuan organisasi, serta lamban dalam menjalankan kegiatannya.
Upaya kita melahirkan OJK baru harus memperhatikan penyakit birokrasi negara yang seperti itu. Membuat disain organisasi OJK  baru dengan melakukan penggabungan serta merta beberapa institusi pengawasan yang ada, sangat berpotensi untuk melahirkan OJK yang birokratis, tidak profesional dan mahal.  Ini menjadi titik perhatian utama dalam mendisain organisasi OJK yang baru. OJK harus dijauhkan dari hal-hal yang bersifat birokratis, duplikasi yang biasanya berusaha dipertahankan oleh pihak-pihak yang berkepentingan yang apabila tidak diperhatikan secara serius, justru akan membuat OJK menjadi tidak efektif dan tidak efisien.
Perekrutan SDM yang terjaga reputasinya
Satu hal yang perlu sama-sama diperhatikan adalah adanya sifat atau keinginan dari lembaga negara yang ada untuk mendominasi pos-pos yang ada di OJK. Karena merasa telah berpengalaman dan kompeten, pola rekrutmennya sering dilakukan dengan tidak mengedepankan kepentingan lembaga yang lebih utama.
OJK bukan tempat penampungan para laskar tak beguna. OJK adalah cita-cita untuk mewujudkan suatu lembaga pengawasan yang profesional dan kredibel. Karena itu, pola rekrutmennya perlu dijaga secara baik. Salah satunya adalah dengan menerapkan competency-based recruitment system yang terbuka dan dilakukan oleh pihak-pihak yang terjaga independensinya.
Persoalan SDM oleh lembaga yang ada hendaknya diselesaikan dengan cara-cara yang secara umum dikenal dalam dunia SDM. Bukan dengan jaminan memberikan tempat yang pasti di lembaga baru yang dibentuk. Karena itu melibatkan pihak-pihak independen dalam proses rekrutmen pegawai OJK adalah keharusan dan sebagai Key Success Factor. Memberikan tenggang waktu selama 3 tahun sampai akhir 2014 adalah waktu yang cukup bagi OJK untuk menyiapkan SDM yang kompeten dan profesional.
Mengambil kesempatan
3 hal yang perlu kita perhatikan dalam menyambut kelahirkan OJK sebagai lembaga pengawasan sektor keuangan yang baru,yaitu aspek kepemimpinan (leadership) atau top management, aspek organisasi, dan SDM. Hanya kepemimpinan yang kuat yang mampu menjaga ketiga aspek ini bisa bekerja baik. Kita perlu menjaga OJK agar pendiriannya tidak syarat oleh kepentingan sesaat yang akan membebaninya sepanjang hidupnya kelak. Kita menghargai kerja keras lembaga/organisasi yang ada yang banyak jasanya bagi negara kita. Tetapi tugas ke depan semakin berat, memerlukan semangat baru yang tidak bisa dikompromikan, terutama dalam membangun leadership organisasi, struktur yang efektif dan efisien, serta SDM yang kompeten dan profesional.
Bagi pegawai yang saat ini sudah aktif di pekerjaan pengawsan bank atau lembaga keuangan lainnya, utamanya para pengawas Bank Indonesia dan Bapepam, kelahiran OJK hendaknya tidak terus menerus disesali dan diratapi. OJK adalah opportunity yang harus direbut. Bagi yang sudah memiliki segudang pengalaman sebagai pemeriksa, atau pengawas, atau penyusun regulasi, kelahiran OJK seharusnya dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Semuanya, termasuk kesempatan karir, perlu direbut dan diperjuangkan. Semuanya perlu memikirkan untuk mendapatkan kesempatan menjalani karir di OJK.  Kitapun tidak perlu khawatir berlebih-lebihan mengenai "masa depan" apabila memilih karir di OJK. Sebagai organisasi baru yang diciptakan di era modern, seharusnya OJK "bisa" lebih baik dibandingkan berbagai organisasi lain.
Perbedaan pendapat yang sengit mengenai kelahiran OJK, tidak kondusif untuk kita pelihara terus menerus. OJK perlu kita tatap dalam dimensi yang lain yang lebih menjanjikan.

Sunday 28 August 2011

Sarjana Kopi Gayo

toto zurianto


Saya pernah tinggal di Tanah Gayo, ketika dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Tengah, sebuah daerah tingkat II yang berada di tengah-tengah propinsi Aceh (sekarang NAD). Iklimnya sejuk, bahkan dingin karena berada sekitar 600 sampai 1500 meter di atas permukaan laut.
Dengan hawa pegunungan dan curah hujan yang tinggi, wilayah ini banayk dipenuhi oleh tanaman pinus Merkusi, sejenis cemara dan pohon Kopi yang rindang hampir di seluruh wilayah Aceh Tengah.
Itu sekitar tahun 70-an. Kini Kabupaten Aceh Tengah pecah menjadi 3 kabupaten, yakni Kabupaten Aceh Tengah dengan ibukotanya Takengon, Kabupaten Bener Meriah di Simpang Tiga, dan Kabupaten Gayo Luwes di Blangkejeren.
Pohon pinus merkusi yang dahulu diusahakan oleh sebuah perkebunan negara, PNP I (Perusahaan Negara Perkebunan I yang berkantor pusat di Langsa, Aceh Timur), kini sudah hilang lenyap dengan bekas-bekas sejarah yang bisa kita saksikan di sana. Menyedihkan memang karena sebelumnya pohon pinus merkusi adalah salah satu produk ekspor andalan yang getahnya (disebut balsem) diolah di pabrik yang ada di Lampahan, 25 kilometer menjelang kota Takengon, menjadi Damar dan Minyak terpentine untuk kebutuhan nasional dan pasar ekspor.
Perkebunan Pinus yang dibuka dan dikembangkan pertama kali oleh perusahaan kolonial Belanda itu, sampai tahun 80-an mempunyai peran yang cukup penting bagi perkembangan masyarakat di daerah tersebut, terutama yang berdekatan dengan areal pengusahaan pohon pinus.
Menjelang akhir tahun 80-an, pemerintah mengalihkan konsesi pohon pinus yang ada ke sebuah perusahaan (swasta) untuk dijadikan sebagai bahan baku kertas yang pabriknya dibuat di wilayah Kabupaten Aceh Timur.
Lalu dimulailah era penebangan pohon pinus selama beberapa (puluhan) tahun yang membuat kondisi tanaman pinus menjadi porak poranda. Penebangan yang seharusnya diikuti oleh program penanaman kembali secara seimbang, ternyata tidak pernah dilakukan. Akibatnya kini, cukup sulit bagi kita untuk menemui wilayah perkebunan pinus yang cukup luas yang bisa menjaga keseimbangan tanaman yang ada di daerah itu.
Tetapi nasib pohon kopi (Gayo) sangatlah berbeda dengan nasib si pohon pinus. Kopi Gayo semakin hari semakin memperlihatkan keunggulannya. Kini, kopi jenis Arabika itu, dapat dikatakan sebagai salah satu primadona kopi yang ada di Indonesia. Tentunya keberhasilan itu, akhirnya telah melahirkan banyak Sarjana Tanah Gayo yang bertebaran di seluruh Indonesia.

Pemimpin Tanpa Integritas

toto zurianto


Gonjang ganjing kepemimpinan di berbagai lembaga dan partai politik akhir-akhir ini telah membuat kita menjadi semakin miris. Hampir putus asa, apakah bangsa kita sama sekali tidak memiliki cukup banyak pemimpin yang berkualitas sekaligus berintegritas?
Belumlah sampai kepada pemimpin yang humble atau rendah hati sebagaimana tipe kepemimpinan level kelima (level five leadership) yang dikemukakan Jim Collins dalam bukunya the Good to Great. Kita masih jauh untuk mencapai harapan seperti itu. Kita masih sekarat hampir putus asa untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas, atau memiliki kompetensi teknikal yang mumpuni (profesional pada bidangnya), dan sekaligus dengan intergitas yang tinggi, atau jujur dan dapat dipercaya atau kredibel.

Dua hal ini, kompetensi teknikal untuk menjalankan bidang tugasnya dan integritas yang tinggi, adalah karakter kuat yang selalu harus dipunyai oleh setiap pemimpin. Tidak saja pada suatu perusahaan atau lembaga, tetapi termasuk tentunya pemimpin nasional yang mengepalai Departemen atau Kementerian, para anggota DPR termasuk politisi partai politik, atau aparat penegak hukum seperti Polisi, Jaksa, dan Hakim.

Salah satu kelemahan utama yang membuat kita kelabakan untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas adalah akibat mekanisme rekutmen yang tidak pernah jelas, tidak terbuka dan cenderung bersifat nepotisme atau pertemanan. Kita selalu heran ketika semakin banyak pemimpin atau pejabat negara yang terlalu mudah terlibat korupsi. Perhatikan kasus Nazaruddin sang bendaharawan itu. Kita terheran-heran, meskipun semuanya perlu dibuktikan kebenarannya. Betapa anak muda yang benar-benar masih berusia muda itu, baru pada mid 30-an, sudah menjadi milyuner yang memiliki urang luar bisa banyaknya. Bagaimana ada seseorang yang belum terlalu lama menjalankan usaha tetapi terlalu mudah mendapatkan uang bermilyar-milyar?
Kenapa partai politik besar semacam Partai Demokrat yang dikenal masyarakat memiliki komitmen besar terhadap pemberantasan budaya KKN bisa mendudukkan Nazaruddin pada posisi yang sangat strategis?

Tidak melakukan rekrutmen secara baik
Salah satu penyebab mudahnya kita terkooptasi adalah karena kita meremehkan masalah rekrutmen dan persyaratannya. Memutuskan menerima seseorang sebagai anggota atau pengurus inti hanya karena dia memiliki harta, jelas suatu kekeliruan besar. Faktor integritas seharusnya menjadi pertimbangan utama. Tidak mudah untuk mendapatkan informasi luas mengenai aspek integritas ini. Kita hanya memerlukan sedikit waktu untuk melakukan penelitian dan cross check, maka semua informasi mengenai seseorang menjadi mudah untuk didapatkan.

Tetapi kalau kita tidak mempunyai niat atau keinginan, semuanya bisa menjadi berantakan. Kalau pemerintah atau pimpinan partai politik tidak pernah benar-benar ingin memberantas korupsi, maka apa yang menjadi nilai yang kita anggap penting, akan sangat mudah untuk dilanggar. Hal ini terlihat dari pelaksanaan seleksi anggota partai politik, pemimpinnya,  kepala daerah/pemerintahan, terutama pada saat pemilihan Gubernur, Bupati atau Walikota. Kita hanya terpaku pada unsur uang, apakah calon yang bersangkutan mampu menyediakan uang untuk “membantu” para pemilihnya (konstituen).
Istilah membantu ini mempunyai dimensi luas, mulai dari membantu menyediakan fasilitas jalan raya atau sekolah sebagai suatu kebutuhan penting di daerah, sampai kepada membantu memberikan dana (uang) untuk mengurangi “kemiskinan” penduduk.


Tidak mudah untuk menjaga integritas, tetapi ketika hal itu tidak kita indahkan, maka kasus-kasus ala Nazaruddin yang sekarang telah menjadi borok di Partai Demokrat, akan sangat sulit untuk diberantas. Tetapi bagaimanapun juga, era keterbukaan dan anti KKN adalah tuntutan yang tidak bisa ditawar lagi. Kegagalan kita untuk menjaga dan mempertahankannya, akan membuat kita menjadi semakin merana dan tentunya akan mengganggu upaya pencapaian tujuan negara menjadi lebih maju, adil dan makmur. Jawabannya, kini kita tidak bisa lagi untuk berkompromi atas nama integritas. Tidak perlu mati-matian membela sahabat atau saudara sendiri yang kerjanya ternyata penuh ketidak jujuran dan mengambil keuntungan dari belakang tanpa diketahui orang lain. Sedih ketika harus menerima fakta bahwa orang yang kita cintai, apakah sahabat ataupun suadara sendiri, ternyata telah menipu kita dan banyak orang.

Steve Jobs now Jobless!

toto zurianto


Salah seorang paling inovatif di dunia khususnya di dunia komputer dan teknologi informasi, Steve Jobs, CEO Apple Inc kemaren resmi mengundurkan diri. Alasannya karena gangguan kesehatan. Sudah cukup lama publik berspekulasi  “kapan Steve akan mundur”. Sejak Januari lalu sebenarnya dia sudah tidak aktif di Apple. Kesehatannya terganggu terutama ketika dia terpaksa harus menjalani operasi transplantasi liver tahun 2009.
Steve yang lahir di San Fransisco tahun 1955 adalah pendiri Apple Communicator di sebuah garasi di rumahnya ketika dia baru berusia 21 tahun. Bersama rekannya Steve Wozniak, mereka melahirkan Komputer Macintosh yang segera populer karena memiliki disain dan performa yang hebat tetapi tetap user friendly.

Tahun lalu Steve dan Apple Inc menghasilkan produk inovatif paling populer saat ini, komputer tablet iPad. Jenis komputer ini telah memaksa semua produsen komputer dan telepon genggam untuk meniru dan memproduksi komputer tablet secara luar biasa. Termasuk yang paling greget adalah Galaxy Tab yang dibuat Samsung. Karena dianggap “meniru” kini kedua perusahaan itu sedang berseteru di Masayarakat Eropa.
Pada perjalanannya, pada tahun 1985, Steve sempat keluar dari Apple dan bergabung dengan NeXT Computer, perusahaan yang secara khusus membuat komputer untuk kalangan bisnis. Tetapi tahun 1996 dia kembali lagi ke Apple, sekaligus membeli NeXT senilai US$429 juta untuk berada di bawah Apple Inc.
Mundurnya Steve dari Apple sempat mempengaruhi turunnya harga saham perusahaan itu di bursa , cukup besar sekitar 5% menjadi US$356.32 per lembar (meskipun membaik kembali). Sementara saham produsen pesaing menunjukkan peningkatan yang lumayan, antara lain Samsung Electronic (3%) dan LG Electronic (4%) di bursa Seoul. Sementara Sony di psar Tokyo meningkatkan 2,06%, dan HTC di Taipe menguat 2,7%.

Meskipun Apple dianggap akan mudah recovery dan menjadi leading lembali, tetapi moment turunnya Steve jelas akan direspon oleh perusahaan pesaing untuk memacu produknya dan meningkatkan performance melewati apa yang telah dicapai Apple pada era Steve Jobs. Ini tantangan besar bagi Tim Cook, CEO baru Apple Inc yang sebelumnya menjabat sebagai COO (Chief Operating Officer) dan tim manajemennya. Tim Cook harus mampu mengatasi persoalan jangka pendek karena mundurnya Steve Jobs sekaligus memikirkan strategi jangka panjang agar Apple tetap inovatif dan kuat. Bersama Steve, Apple berhasil menjadi the most admired American company. Bagaimana kemudian? 

Friday 19 August 2011

Merdeka Bang!

toto zurianto


Suasana Tujuhbelasan tahun ini tidaklah meriah. Kalah pamor dibandingkan dengan Nazar Gate (masalah Nazaruddin) yang menyita perhatian. Sampai-sampai kedatangannya dari Bogota dengan menumpang pesawat charter seharga Rp 4 milyar telah menarik perhatian para kuli tinta dan media TV begitu hebat. Semuanya ditayangkan secara live, serba cepat. Padahal tidak jelas, berita dan gambar yang disajikan televisi kepada pemirsanya.

Televisi berlomba untuk menyajikan berita spektakuler kepada penonton, tetapi sebenarnya tidak ada nilai berita sama sekali. Hanya sekedar, “Nazaruddin sudah mendarat dan sampai di Jakarta”. Lalu sebentar kemudian diperlihatkan adanya rombongan mobil menuju Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok untuk diperiksa (kesehatannya). Kemudian setelah diyakini sehat, Nazar dibawa ke kantor KPK, dan malamnya dikembalikan lagi ke Kelapa Dua untuk istirahat. Tidak ada berita layak yang didapat masyarakat melalui aktivitas luar biasa itu.
Tapi Nazaruddin memang hebat. Terlepas dari kesalahannya atau bagaimana dia telah melibatkan banyak orang atas berbagai ucapannya selama buron, juga tidak kurang dari para anggota DPR yang secara resmi (atau kekeluargaan) beserta rombongan besar merasa perlu untuk menjenguk Nazar di Rutan Kelapa Dua.
Jadi beritanya jelas memiliki gaung yang hebat, jauh mengalahkan berita hari keramat kita peringatan Proklamasi 17 Agustus yang ke 66.
Di samping kemeriahan berita Nazar, suasana Ramadhan yang lebih tenang, juga salah satu faktor yang membuat kegiatan tujuh belas tidak banyak terungkap.
Berhubung Ramadhan, banyak kegiatan dan kemeriahan hari proklamasi, sudah dilakukan sebelum puasa, atau beberapa kegiatan dianggap tidak perlu karena suasana Ramadhan.
Tetapi apakah berita dan memori Tujuhbelasan harus menjadi sepi? Ya Tujuhbelasan kini menjadi sepi. Kalaupun ada kemeriahan, itu hanya sebatas pertandingan olah raga dan kesenian (dangdut dan karaoke) yang memang berjalan meriah. Kita senang dan bangga dengan kemenangan Tujuhbelasan karena sudah memenangi medali atas beberapa kompetisi tertentu yang diikuti.
Tetapi, apa yang bisa kita ingat dari peristiwa proklamasi Tujuhbelas itu dalam konteks kemajuan dan reputasi bangsa kita?
Ekonomi memang terlihat mulai stabil. Pertumbuhan ekonomi mulai menggeliat. Banyak pembangunan di berbagai tempat. Tetapi sedihnya, masalah birokrasi dan korupsi, sepertinya masih terlalu jauh untuk dikatakan berhasil.
Korupsi masih merajalela ditengah buruknya birokrasi pemerintah. Kasus-kasus korupsi kini telah meliputi jumlah uang yang sangat besar nilainya. Itu ternyata bisa dilakukan oleh hanya beberapa orang. Lihat saja kasus Nazar. Kalaulah betul apa yang disampaikan KPK, luar biasa sekali Nazaruddin ini.
Bagaimana bobroknya birokrasi kita ketika seorang Nazar ternyata “diduga telah melakukan korupsi” ratusan milyar bahkan sampai ke angka trilun Rupiah. Dia melakukannya di banyak proyek, dalam jumlah yang besar di berbagai departemen/kementerian tentunya melalui puluhan atau ratusan perusahaan pengikut tender palsu. Pasti didukung oleh birokrat palsu sampai kepada para anggota DPR palsu.
Ini yang membuat kita miris ketika melewati detik-detik peringatan Tujuh belas Agustus tahun ini, juga tahun-tahun sebelumnya.
Kita sudah merdeka, sudah lama sekali. Tetapi, kita belum mempunyai karakter merdeka sebagai manusia dan bangsa terhormat yang kehadirannya bisa melahirkan respect dan penghargaan dari orang atau bangsa lain.
Kemerdekaan seharusnya melahirkan manusia yang tidak saja mampu mencapai tahapan kehidupan (ekonomi) yang lebih baik. Tetapi sekaligus dilakukan melalui cara yang terhormat, bermartabat. Buat apa maju kalau dipenuhi oleh para koruptor. Inilah tantangan penting kita menyambut hari kemerdekaan ke 66 ini, bagaimana menciptakan birokrasi (pemerintah) yang efisien, efektif dan profesional, sekaligus membasmi praktek korupsi (yang sangat dahsyat situasinya), kolusi dan nepotisme.
Selamat Ulang Tahun bangsa dan tanah airku. Mari kita memekik keras, MERDEKA!

150 Anak Polisi Jadi Taruna Akademi Kepolisian

toto zurianto


Saya tertarik sebuah berita di detik.com siang ini mengenai penerimaan calon Taruna Akademi Kepolisian tahun 2011. Dari 396 orang yang diterima, 150 diantaranya adalah anak-anak dari keluarga kepolisian.
 
Ini luar biasa, apalagi Kepolisian termasuk salah satu institusi yang paling berani mengumumkan dan menjalankan kebijakan anti KKN. Kalau kita kebetulan melewati Jalan Trunojoyo, di salah satu Gedungnya yang megah, kita bisa membaca tulisan besar yang meyebutkan ciri penghuninya yang berada  dalam kawasan "ANTI KKN".
 
Saya percaya, keberanian menuliskan rumah kita sebagai kawasan Anti KKN, bukanlah suatu keputusan mudah. Semuanya sudah dipertimbangkan konsekuensinya. Dan Polri agaknya perlu kita percaya, bahwa mereka benar-benar sedang menjalankan kebijakan anti KKN, termasuk tentunya dalam memutuskan untuk menerima calon Taruna Polisi yang 150 diantaranya adalah anak-anak polisi.
 
Hanya melalui cara-cara yang bersih, nantinya kita bisa menjamin suatu sistem dapat berjalan secara bersih. Ini adalah salah satu upaya untuk memberantas korupsi di negara kita. Polri termasuk sebagai salah satu pilar yang paling menentukan, apakah kita mampu memberantas korupsi atau tidak.
 
Semoga keyakinan Bapak Wakapolri Nanan Sukarna, adalah suatu pernyataan atau keputusan yang benar didasarkan pola penerimaan yang kredibel dan dengan integritas tinggi.
 
 
 
Senin, 15/08/2011 13:29 WIB 
150 Anak Polisi Jadi Calon Taruna Akpol 2011
E Mei Amelia R - detikNews
Jakarta - Sedikitnya 396 orang lulus dalam tahap akhir pencalonan taruna/taruni Akademi Kepolisian (Akpol) 2011. Sebanyak 150 dari 396 orang yang dinyatakan lulus adalah anak dari anggota Polri.

"Saya tidak hafal berapa jumlahnya, tapi ada sekitar 150 sekian anaknya polisi mulai dari pangkat bintara, pama (perwira pertama), pamen (perwira menengah) sampai pati (perwira tinggi)," kata Wakapolri, Komjen Nanan Sukarna, usai memimpin Sidang Penetapan Kelulusan Tahap Akhir Taruna-Taruni Akademi Kepolisian (Akpol) 2011 di gedung Cendekia Akpol, Semarang, Jawa Tengah, Senin (15/8/2011). Nanan menegaskan, 150-an anak anggota Polri yang lulus ini murni karena kemampuannya. Meski dari ratusan orangtua calon adalah anggota Polri, tidak menjamin kelulusan mereka. Ada dua anak perwira tinggi Polri yang justru tidak lulus. "Dua anak pati Polri yang nggak lulus yaitu anak Kapolda Aceh (Irjen Iskandar Hasan) dan anaknya Kapolda Bangka Belitung (Brigjen M Rum Murkal). Itulah bukti kami konsekuen, kalau tidak memenuhi syarat, ya tidak memenuhi syarat. Kita ingin membuktikan ke masyarakat tidak anaknya perwira tinggi atau anak yang lain. Jadi walaupun anak polisi, harus memenuhi syarat," paparnya.

Di dalam Sidang Penetapan Kelulusan Tahap Akhir Taruna-Taruni Akademi Kepolisian (Akpol) 2011 ini ditetapkan 396 orang lulus. Padahal, quota untuk tahun ini adalah 400 orang.
"Artinya ada kekurangan 4 orang, tapi tidak mungkin dipaksakan dari yang tidak memenuhi syarat, sayang sekali. Tapi itulah sistem," kata dia.
Nanan mengatakan, dalam penetapan kelulusan sidang ini dilangsungkan secara terbuka. Ia sekalipun, tidak dapat mengintervensi hasil kelulusan.
"Sekalipun saya, tidak bisa mengintervensi dan menginterupsi sistem yang ada. Itu makanya diharapkan persiapkan dirinya lebih awal," ujar dia.

Nanan melanjutkan, 396 calon taruna dan taruni ini lulus karena kemampuan mereka sendiri, bukan karena sogokan. Bila ditemukan masih ada panitia pendaftaran calon taruna Akpol yang meminta uang, ia mengimbau masyarakat untuk melaporkannya. "Kalau ada yang menemukan, 'pak msh ada yang bayar, pak masih ada yang kolusi, laporkan, kita akan tampung dalam komplain," ujarnya.

Sementara itu, Nanan juga menegaskan tidak ada sistem 'titipan' dalam penerimaan calon taruna Akpol 2011 ini. Ia mengatakan, bila anaknya ingin dititipkan untuk menjadi polisi harus dibina dulu kemampuannya. "Kalau mau, titipkan ke saya. Kalau ingin nitip, maka nitiplah ke saya sejak 3 tahun, 2 tahun atau minimal 1 tahun sebelumnya agar kita siapkan dia manjadi polisi untuk kita latih dari segi ESQ atau pramukanya. Itulah talent scouting, bukan kolusi," tukasnya. Sementara itu, jumlah polwan di Polri sangat sedikit, padahal quotanya 30 persen. Untuk mengakomodir kekurangan tersebut, Polri membuka pendaftaran calon taruna/taruni Akpol setiap tahunnya berencana menambah kuotanya.

"Tahun depan kita buka lagi catar dan catir, kita siapkan untuk diajukan ke pimpinan, kepada pemerintah, kita tambah kuota," ujarnya. Ia menambahkan, minat calon siswa Akpol setiap tahunnya rata-rata mencapai 17 ribu orang dari seluruh perwakilan Polda. Ia berharap, tahun depan pendaftar terus meningkat. "Kita harapkan meningkat tapi dr kualitasnya. Jangan yang nggak masuk ITB baru masuk Akpol, itu terpaksa namanya. Peminatnya harus banyak tapi yang berkualitas," tutupnya.

Friday 22 July 2011

Madre dan Sepotong Roti


toto zurianto

Apa sih Madre? Mana aku tahu. Aku tidak peduli dan tetap meneruskan membaca untuk menyelesaikan novel yang sudah ada di mejaku sejak 2 hari yang lalu. Seorang kawan menyodorkan 3 buku/novel tipis dan meletakkannya di mejaku. Di samping Madre, ada Nasionalisme tulisan Pandji, ada juga Sebelas Patriot dari Andrea Hirata.

Sebelumnya sudah kuselesaikan novelnya Andrea Hirata Sebelas Patriot. Ringan sekali, tidak terlalu berkesan. Sangat sederhana dibandingkan ke empat Master Piecenya Laskar Pelangi, sang Pemimpi, Edensor, atau Maryamah Karpov. Juga dibandingkan Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas yang masuk kategori lumayan.

Tapi Madre, kumpulan cerita dari Dee “Dewi Lestari” semakin lama semakin ternikmati. Penulis Supernova yang kali ini menghadirkan Madre beserta beberapa puisi dan cerpen, mencoba menyentuh sisi kehidupan masa lalu yang terlihat jauh dari cerita modern abad teknologi informasi. Ini adalah cerita sebuah pabrik roti zaman Belanda yang ada di kota Jakarta yang selama puluhan tahun mencoba menghadirkan resep dan tatacara pengolahan roti kebanggaan penciptanya.

Kisahnya dimulai di sebuah perkuburan di Jakarta ketika seorang anak muda yang selama ini bermukim di Bali, menjalankan kehidupannya secara santai, tiba-tiba diundang untuk mendapatkan sebuah “warisan” dari seorang Cina yang baru saja meninggal.


Tan Sin Gie yang meninggal diusia 93 tahun memilih Tansen, anak muda Bali itu untuk menerima warisan yang ternyata hanya setoples adonan roti yang sudah berusia puluhan tahun.


Adonan roti yang disebut Madre, selalu digunakan dengan dicampurkan bahan baru ketika ingin membuat roti. Sebagian lainnya disimpan kembali dalam toples tadi dan disimpan di dalam kulkas untuk digunakan kembali pada pembuatan roti selanjutnya.


Jelas berbeda dengan proses pembuatan roti modern yang tidak memerlukan “biang” yang disebut Madre itu. Madre lahir sekitar tahun 1941 oleh 2 orang muda yang ketika itu sama-sama bekerja di sebuah pabrik roti. Tan Sin Gie, seorang anak muda keturunan Cina dan Lakshmi, anak gadis cantik keturunan India. Dengan semangat perubahan dan talenta yang kuat, Tan mengajak Lakshmi keluar dari pabrik roti tersebut, bekerja sama untuk membuat roti mereka sendiri.

Kedua anak muda itu tidak saja menjadi partner yang luar biasa, tetapi akhirnya mereka saling jatuh cinta dan menjadi suami istri. Sayang Laksmi tidak berumur panjang dan meninggal ketika melahirkan anaknya Kartika. Kartika sendiri adalah ibunya Tangsen yang meninggal dunia ketika Tangsen masih kecil yang ketika itu tidak mendapatkan cukup informasi mengenai kakeknya Tan Sin Gie. Tansen beserta orangtuanya tinggal di Taksimalaya, sedangkan Tan Sin Gie di Jakarta tetap melanjutkan usaha toko rotinya yang bernama Tan de Bakker yang akhirnya sangat terkenal.

Dari asal muasal yang kabur, selanjutnya Tansen menjadi asing dengan latar belakangnya yang ternyata tidak hanya memiliki garis keturunan India, tetapi dia ternyata cucu langsung dari seorang Cina yang pernah memiliki toko roti terkenal. Sebelumnya Tansen hanya mengetahui bahwa dia adalah cucu seorang wanita India yang telah meninggal dunia dan diasuh oleh Akiknya (kakeknya) di Tasikmalaya.


Yang paling heboh, dia ternyata “harus” mewarisi Madre, adonan roti yang berusia puluhan tahun yang diciptakan kakeknta Tan Sin Gie dan neneknya Lakshmi dengan 5 orang karyawan yang tua yang sudah berusia 70-80 tahun.

Nama Madre sendiri ternyata pernah melekat di tempat lain. Seorang wanita muda pengusaha bakery modern, Mei Tanuwijaya, yang memiliki beberapa gerai di beberapa mall di Jakarta memiliki ikatan emosional yang kuat terhadap Madre, termasuk Tan de Bakker yang sangat melegenda. Dia berusaha menghubungi Tansen yang sebelumnya telah meng-upload pengalaman singkatnya mengenai Mandre di internet.

Cerita selanjutnya terasa terlalu singkat tetapi sangat mengasyikan. Kita disuguhkan film hidup tahun 50-an atau sebelum tahun 70-an mengenai usaha roti yang pembuatannya penuh dengan ikatan emosional dan kekerabatan.

Bagi Tansen, muncul pula pilihan sulit, apakah harus pulang ke Bali dan menjalani hidupnya seperti kemaren, atau berusaha membangkitkan kembali usaha pabrik roti legendaris Tan de Bakker yang begitu dicintai oleh karyawannya para orang tua yang sangat loyal dan berdedikasi? Atau jangan-jangan karena dia mulai terpesona kepada kecantikan Mei yang begitu energik dan passionate, tidak hanya ketika berbicara bisnis roti dan Madre.

Reformasi Birokrasi; Gagasan yang perlu direformasi ulang

toto zurianto

Saya paling suka dan menggebu-gebu ketika mengikuti diskusi/pembahasan mengenai reformasi birokrasi. Kenapa?  Karena saya mempunyai banyak keinginan untuk melihat suatu birokrasi pemerintah kita yang berjalan tanpa KKN, efisien dan efektif. Kita merasa malu, karena pengelolaan negara ini dirasakan semakin lama semakin enggak karuan. Khususnya mengenai korupsi yang semakin merajalela.

Meskipun ada kebanggaan ketika menyaksikan bahwa kondisi negara kita tahun ini, menurut Global Competitiveness Index, menjadi semakin kompetitif dibandingkan tahun sebelumnya. Tetapi lagi-lagi, ada 2 hal utama yang masih mengganjal yang apabila bisa diatasi, saya yakin kita akan semakin membaik. Dua hal yang harus menjadi prioritas adalah menjalankan reformasi birokrasi yang konsisten dan memberantas korupsi sampai keakar-akarnya.

Lalu kenapa kita perlu menjalankan dan mereformasi ulang pelaksanaan reformasi birokrasi? Karena sampai saat ini, hal utama yang dilihat publik barulah sebatas upaya menaikkan penghasilan (gaji) dari para pegawai negeri/lembaga negara lain. Tidak banyak proses kerja dan pengelolaan SDM yang bagus yang sudah dijalankan. Ada penerapan Grading dalam setiap jabatan, tetapi utamanya hanya berguna untuk panduan pemberian tunjangan, bukan dalam rangka melahirkan motivasi kerja yang kompetitif.

Bahkan, kalau diawal reformasi birokrasi kita masih sering mendengarkan banyaknya tindakan yang dilakukan terhadap pegawai yang masih membandel, kini tindakan itu sudah tidak terdengar lagi. Padahal pemberian penghasilan yang tinggi diharapkan dapat mencegah pegawai untuk melakukan tindakan "pencurian" atas harta negara atau melakukan kerja sama dengan pendapatkan imbalan tidak resmi dari pihak lain.

Jadi sangatlah penting dan mendesak bagi kita untuk melakukan reformasi ulang atas pelaksanaan reformasi birokrasi kita. Tantangan eksternal dan global di masa yang akan datang akan semakin berat. Untuk memenangkan persaingan itu, kita harus mempunyai birokrasi yang efisien dan handal.  Hal itu hanya bisa didapatkan ketika kita menjalankan proses reformasi tanpa pandang bulu. Bukan sekedar menaikkan gaji tetapi tetap membiarkan birokrat bekerja dengan tidak efisien dan KKN.

Reformasi Birokrasi; gagasan pensiun dini?

toto zurianto


Toto Zurianto

Kementerian Keuangan menggagas untuk melanjutkan program reformasi birokrasi. Kali ini dengan melakukan program pensiun dini. Tentu saja tujuannya antara lain membangun organisasi yang efektif dan efisien. Strukturnya lebih ramping sehingga gerakannya lebih lincah atau responsif.
Pelaksanan reformasi birokrasi sebelumnya banyak dikritik karena ada kesan hanya menaikkan gaji pegawai dengan memperkenalkan tunjangan jabatan yang besarnya sangat siknifikan. Meskipun di beberapa departemen atau lembaga negara, upaya itu dikaitkan dengan implementasi pengenaan sanksi (punishment) bagi pegawai yang terlibat KKN, tetapi kasus yang terjadi selanjutnya tetap menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat. Khususnya kasus-kasus korupsi yang terjadi di perpajakan dan instansi penegak hukum lainnya.
Kini ketika kementerian Keuangan berkeinginan untuk menerapkan program pensiun dini bagi pegawainya yang dirasakan sudah terlalu banyak atau ternyata tidak cukup kompeten, kita perlu melihat gagasan program ini secara lebih detail dan bagaimana operasionalnya nantinya.

Menuju Efisiensi Organisasi
Program pensiun dini bukan tujuan tetapi suatu konsekuensi ketika kita ingin menciptakan birokrasi pemerintah yang efisien dan efektif. Pendekatannya biasanya melalui proses rekayasa ulang proses kerja, atau dikenal dengan business process reengineering (BPR). Konsep yang sekitar 15 tahun lalu digagas oleh Michael Hammer dan James Champy (1992), utamanya berbicara mengenai perbaikan proses kerja (business process) yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi yang terukur. Biasanya dilihat dari faktor biaya, kualitas pekerjaan, pelayanan, dan kecepatan (cost, quality, service, and speed).
Secara sederhana, tentunya terlihat bahwa gagasan pensiun dini akan mengurangi jumlah pegawai (negeri) yang dirasakan sudah sangat banyak. Tetapi, kalau sekedar mengurangi jumlah pegawai tanpa diikuti oleh perbaikan proses kerja, hasilnya sering tidak kelihatan.
Karena itu, program pensiun dini bukanlah hanya mengurangi jumlah pegawai, tetapi melakukan peninjauan ulang atas semua elemen organisasi untuk mendapatkan struktur organisasi yang paling pas, lebih efektif dan efisien.
Sederhananya, semua aktivitas yang diperlukan ada untuk mencapai tujuan organisasi, harus tersedia dan berjalan baik. Konsekuensinya apabila ada aktivitas yang tidak diperlukan untuk mencapai tujuan tetapi ternyata ada, maka harus dihilangkan karena tidak efisien.
Termasuk yang juga aktivitas yang tumpang tindih atau duplikasi, misalnya ada aktivitas yang sama tetapi dilakukan di beberapa Departemen atau Bagian, atau Unit Kerja tertentu, maka perlu disatukan atau digabung. Ini akan membuat organisasi menjadi lebih ramping dan sehat, tidak lagi obesitas yang biasanya lamban dan kaku.

Memerlukan perhitungan yang jelas
Disamping melakukan pembenahan organisasi yang tepat dengan menetapkan struktur organisasi dan struktur jabatan yang diperlukan, maka analisis kebutuhan pegawai, merupakan persyaratan penting yang harus dilakukan sebelum program pensiun dini dijalankan.
Sering kita dengar adanya instansi atau perusahaan menjalankan kebijakan pensiun dini pegawai, tetapi yang kita ketahui hanya memberhentikan sejumlah pegawai dengan memberikan kompensasi (pesangon) yang tinggi dan memadai. Kita jarang mendengar, bagaimana organisasi yang ingin diciptakannya, seluas apa strukturnya dan bagaimana pola jabatan yang diinginkan.
Bagi suatu organisasi pemerintah atau lembaga negara, termasuk perusahaan milik negara (BUMN), program pernsiun dini hendaknya perlu dilakukan secara terbuka dan siap untuk dianalisis publik. Bahkan, kita perlu mengetahui, seberapa banyak pegawai yang aka dikurangi dalam jangka waktu tertentu.
Jangan sampai, misalnya dilakukan program pensiun dini terhadap 1000 pegawai, tetapi ternyata dalam 1 tahun ke depan, kembali dilakukan penerimaan pegawai baru dalam jumlah yang ternyata relatif banyak. Siapapun yang melakukan program pensiun dini, perlu mempunyai rencana jangka panjang tentang penerimaan pegawainya, setidaknya untuk waktu sekitar 5 tahun. Termasuk tentunya melakukan proses rekrutmen tenaga baru yang lebih kompeten dengan pola penerimaan yang lebih baik dan bebas KKN.

Siap menghadapi tantangan internal
Reformasi Birokrasi atau program perubahan (change management) dimanapun dijalankan, biasanya selalu mendapat tantangan hebat dari kalangan internal. Hal tersebut antara lain karena berusaha menghilangkan zona kenyamanan (comfort zone) dan adanya orang yang mendapatkan keuntungan padahal kurang berkontributif (free rider).

Tetapi hal itu ternyata tidak banyak terjadi pada saat reformasi birokrasi pemerintah yang sudah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu. Tidak mendapat tantangan karena program perubahan yang dijalankan lebih banyak berupa kenaikan gaji tanpa diikuti dengan penerapan organisasi dan SDM atas dasar kinerja (performance-based culture). Praktek sama-rata sama-rasa yang kurang menghargai pegawai yang lebih berprestasi, cenderung lebih dominan dibandingkan menjalankan praktek SDM atas dasar kontribusi atau diferensiasi.

Kini, seandainya pemerintah akan melakukan rekayasa ulang terhadap organisasi sehingga lebih efisien dan lebih efektif, dipastikan akan diikuti oleh semangat anti comfort zone dan anti free rider.
Organisasi akan memberikan penghargaan yang lebih kepada pegawai yang lebih berprestasi dibandingkan dengan yang menjadi penumpang gelap. Organisasi dipastikan akan lebih serius menjalankan assessment kompetensi, potensi dan kinerja yang secara tegas akan mengklasifikasikan pegawai setidaknya yang sangat kontributif dan potensial (Top Performance), pegawai yang sedang (Middle Performance), dan pegawai yang dinilai kurang mnemenuhi harapan (Low Performance).
Karena selama bertahun-tahun dan puluhan tahun pegawai tidak terbiasa menghadapi kebijakan tegas seperti itu, dapat dipastikan, kebijakan ini akan melahirkan tantangan internal yang sangat kuat. Dipastikan akan ada pegawai merasa menjadi tidak penting, tidak terpakai, dan terpaksa harus bersaing untuk memperebutkan posisi yang lebih terbatas akibat efisiensi organisasi. Karena itu, sering kegiatan seperti ini akhirnya hanya melahirkan konsep yang tidak pernah diimplementasikan.

Perlu pemimpin yang kuat
Ada beberapa persyaratan umum yang selalu harus disiapkan sebelum melakukan perubahan (John  P. Kotter).
Pertama, perlu analisis yang tajam untuk menyatakan bahwa kita harus melakukan perubahan. Organisasi sedang menghadapi masa kritis dan tantangan hebat, atau adanya a sense of urgency. Apabila hal ini tidak kita address, maka akan membuat kita semakin sulit dan potensial menyebabkan kehancuran.
Bisa saja pada saat sekarang kita belum berada dalam kategori sulit, tetapi kita sudah melihat kemungkinan datangnya masalah di waktu yang akan datang. Hanya atas dasar sense of urgency yang tinggi, kita memiliki dasar untuk menjalankan program perubahan.
Kedua, memiliki pemimpin yang mampu menjelaskan dan mengajak orang menjalankan program perubahan. Tugas pemimpin antara melakukan komunikasi agar semakin banyak pegawai yang memahami dan mendukung langkah yang akan dijalankan.  Kegagalan melakukan komunikasi akan membuat proses perubahan menjadi tersendat karena tidak mendapatkan cukup banyak dukungan (not creating a powerful guiding coalition).
Ketiga, program perubahan harus dipimpin oleh orang-orang yang memiliki visi kuat (have a vision). Ini jelas modal utama untuk menjalankan Transformasi. Bagaimana kita melakukan perubahan kalau Pimpinan perubahan tidak tahu harus mencapai sasaran apa.
Tidak boleh suatu proses transformasi, justru dikendalikan oleh orang-orang yang suka status quo.
Ketiga hal ini adalah persyaratan kritikal dan menjadi pertimbangan utama yang akan membawa keberhasilan atau sebaliknya gagal. Hanya pemimpin yang kuat, tidak hanya kuat visi, tetapi sekaligus dengan karakter atau value yang stabil  dan berani (courage) yang mampu menghadapi krikil tajam dari pihak-pihak yang berkepentingan. Melaksanakan reformasi birokrasi adalah salah satu jawaban untuk meningkatkan kompetitif bangsa sehingga mampu bersaing di pasar global untuk menunjang masa depan yang lebih kuat.

Tuesday 28 June 2011

Pemimpin, juga melindungi!

toto zurianto


Pemimpin yang memiliki level kepemimpinan tertinggi, Level 5 Leadership, adalah orang-orang yang tidak hanya kompeten dan mampu mewujudkan visinya, tetapi sekaligus humble!

Mereka adalah orang-orang yang berjiwa "nabi", tidak pernah pamrih atas hal-hal yang dilakukannya. Justru mereka sering merasa bersalah dan gagal, bahkan oleh sesuatu yang diluar tanggung jawabnya. Kelemahan dan kesalahan anak buah, selalu terpulang sebagai sesuatu yang harus diperbaikinya.

Pemimpin yang humble seperti ini, tidak mudah didapatkan dewasa ini. Kebanyakan diantara orang-orang besar yang ada yang kebetulan sedang memangku jabatan penting, adalah orang-orang yang bukan saja mencoba untuk menghindar atas suatu kesalahan. Tetapi bahkan banyak diantaranya yang begitu suka untuk menyalahkan orang lain (bawahan) atas sesuatu yang sebenarnya menjadi tanggung jawabnya.

Pemimpin yang humble adalah orang-orang yang tidak hanya mencintai dan berani menanggung risiko, tetapi sekaligus suka memberikan perhatian dan melindungi bawahannya. Inilah, level kepemimpinan yang semakin sulit untuk kita temui saat ini. 


Paradoks Kepemimpinan Mamalia dan Reptilia

toto zurianto


Dalam peluncuran buku Lead by Heart, Rabu sore 1 Juni 2011, Rhenald Kasali, Profesor Manajemen Fakultas Ekonomi UI menyebut almarhum Michael Ruslim, mantan CEO PT. Astra International Tbk sebagai seorang pemimpin (CEO) yang bertabiat Buaya dan Lumba-lumba, atau dikenal dengan istilah Mammalian-Reptillian dalam tulisan B. Josep White dan Yaron Prywes berjudul The Nature of Leadership; Reptiles, Mammals, and the Challenge of Becoming A Great Leader, American Management Association, 2007.


Pemimpin Mamalia
Pendekatan kepemimpinan dalam pandangan Josep White dan Yaron Prywes, dapat dilihat dari 2 sisi yang berbeda; Pertama, seorang pemimpin yang lebih memiliki karakter mamalia. Mereka terutama adalah orang yang lebih sering mengedepankan hatinya (heart) dan cenderung memberikan perhatian yang besar kepada setiap orang. Pemimpin seperti ini meyakini bahwa manusia (people) adalah aset organisasi paling berguna dan mampu membuat organisasi bekerja baik.
Karena itu, organisasi wajib memberlakukan pegawainya secara adil dan manusiawi (treating them fairly and humanely). Tipe kepemimpinan mamalia ini disebut juga kepemimpinan yang hangat dan berdarah panas (warm-blooded), jiwanya hangat, saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Kehidupan berorganisasi adalah termasuk juga sebagai suatu bentuk sosialita, persaudaraan dan kekeluargaan yang hangat. Mirip dengan hubungan kekeluargan ala Indonesia yang masih bisa kita nikmati di kampung-kampung.
Di perkantoran, caranya biasanya dilakukan dengan membangun kekuatan pegawai (empowerment), melakukan program pembinaan mentorship yang teratur, dan melakukan komunikasi yang baik.

Pemimpin Reptilia
Sedangkan yang lain adalah pemimpin Reptilian. Dia adalah seseorang yang lebih  mengedepankan pemikiran rasional.  Sehari-hari, seorang yang bertipe Reptillian Leadership, selalu mengedepankan apa yang ada dalam kepalanya (head) atau akal dibandingkan dengan yang dirasakan hati (heart). Hanya pegawai yang kompeten dan memiliki karakter pekerja unggul yang diyakini akan membawa perusahaan atau organisasi untuk mewujudkan sasarannya.
Kepemimpinan Reptilian banyak dipercaya sebagai salah satu tipe kepemimpinan yang memainkan peran bagi proses perubahan di banyak perusahaan/organisasi.
Hampir sama dengan yang diyakini Jim Collins sebagaimana dalam bukunya the Good to Great; Why Some Companies make theLeap ..... and others Don’t. Bagi Collins, sangatlah penting untuk memilih orang tertentu, the right people terlebih dahulu, dan dengan tidak memilih orang yang salah. Dia selalu tegas untuk mengatakan, “first got the right people on the bus, and the wrong people off the bus”. Hanya orang seperti inilah yang akan memahami, kemana perusahaan atau organisasi akan diarahkan. Hanya pegawai yang kontributif yang akan dipercaya dan lebih dihargai, bahkan orang yang tidak kompeten, biasanya tidak disertakan dalam sebuah tim. Silahkan mencari tempat lain yang lebih sesuai, atau apabila dalam suatu organisasi, mungkin saja dapat dicarikan posisi lain di unit kerja lain, yang memiliki persyaratan kompetensi yang lebih pas.

Paradoks Kepemimpinan Mamalia dan Reptilia
Apakah kedua tipe kepemimpinan ini bisa dijalankan secara ekstrim? Jawabannya, bisa ia dan bisa juga tidak. Hanya saja, banyak contoh yang memperlihatkan bagaimana tipe kepemimpinan Reptilia dianggap lebih kuat dalam memainkan peran perubahan yang dilakukan pada suatu organisasi. Proses perubahan yang menuntut kecepatan karena harus memanfaatkan momentum yang biasanya sangat sempit, tidak bisa dilakukan dengan banyak pengecualian. Semua keputusan harus dijalankan secara cepat dan konsisten. Ini menghendaki pendekatan kepemimpinan yang lebih Reptilian.
Tetapi, pada suatu organisasi yang sudah lebih settled, sudah memiliki tatanan sistem dan SDM yang cukup mumpuni, kombinasi reptilian dan mamalian leadership, biasanya menjadi pilihan menarik. Organisasi yang lebih settled selalu diwarnai oleh suasana keterbukaan (transparansi) yang sudah mendarah daging. Tidak ada sistem yang harus dirahasiakan, juga tidak ada seorangpun yang harus dilakukan berbeda. Dengan sistem Manajemen SDM yang lebih adil (fairness) dan dengan memberikan pendelegasian wewenang secara lebih luas, serta terciptanya akuntabilitas pada setiap level secara terstruktur, maka hubungan antar orang yang lebih solid, selalu menjadi kebutuhan bersama yang harus terpenuhi.

Pada titik ini, tidak dapat disangkal, maka kedua ekstrim tipe kepemimpinan ini, sudah menjadi kebutuhan bersama yang keduanya perlu diadopsi secara bersamaan. Jadi, pilihan untuk menjadi pemimpin yang lebih bersifat mamalian, atau lebih berkarakter reptilian, lebih banyak tergantung kepada situasi SDM dan sistem yang berkembang dalam suatu organisasi.

Menjadi Pemimpin Besar
Bagaimana menjadi seorang pemimpin besar? Great Leadership adalah melakukan perubahan. Karena anda berada di puncak (top of the Pyramid), maka anda mempunyai kemampuan, baik karena wewenang yang diberikan, karena instinct anda, ataupun berdasarkan pengalaman selama bertahun-tahun yang membuat anda lebih mudah untuk mengetahui segala situasi. 
Pemimpin besar, karena hanya mereka yang melakukan perubahan besar, maka mereka perlu menciptakan banyak pioneer perubahan. Karena itu, mereka harus inovatif, dan siap menanggung risiko. Mereka mempunyai selera untuk mendapatkan very talented people, bukan sekedar pegawai biasa saja (ordinary people).

Pemimpin besar dikatakan sebagai orang yang mempunyai helicopter view, memiliki pandangan luas dari seluruh arah. Paling penting, menyukai tantangan. Tentu saja tidak mudah dan tidak bisa cepat selesai. Tidak cukup dengan hanya menetapkan visi dan goal. Konsekuensi dari penetapan visi menjadi lebih penting. Inilah komitmen yang harus dituju dan didaki oleh pemimpin besar.

Jadi, sebagai pemimpin besar yang di-admired oleh banyak orang, terutama anak buahnya, atau para stakeholder-nya, sebagaimana tribute yang diberikan keluarga ASTRA kepada Almarhum Michael Ruslim, adalah ketika dia mampu mengambil peran dan tanggung jawab atas kepemimpinannya yang menggabungkan semua kekuatan dan karakter, menjadi suatu kemenangan dan keberhasilan.
Dua hal yang sering bersikap paradoks antara Mamalian dan Reptilian Leadership, dengan kombinasi yang tepat, justru memberikan stigma yang kuat untuk melahirkan prestasi yang luar bisa pada diri beberapa orang.
Kenapa? Mungkin karena mereka, terutama Michael tetap meletakkan hal-hal fundamental sebagai ukuran yang tidak bisa dikompromikan, misalnya, selalu harus ada inovasi. Ketika inovasi terhambat, maka perusahaan tidak mungkin mampu bersaing dengan kompetitornya.

Lalu, selalu harus mengedepankan aspek keadilan, baik dalam hal karir, pemberian reward, ataupun dalam hal pengembangan SDM. Keadilan memberikan kesempatan bagi yang lebih baik untuk mendapatkan yang lebih, sekaligus memberikan peringatan bagi yang kurang baik, untuk memperbaiki diri. Kultur perusahaan yang lebih inovatif sekaligus kontributif dan kompetitif adalah mesin-mesin yang harus hidup terus menerus. 

Indonesia Semakin Kompetitif

toto zurianto


Laporan Global Competitiveness Index 2010 yang dua pekan minggu lalu dirilis, menempatkan Indonesia pada posisi 44, suatu posisi yang terbaik yang pernah dicapai Indonesia, meningkat 10 point dari tahun sebelumnya yang berada diurutan 54.

Daya Kompetitif yang diukur melalui 12 pilar, antara lain mengenai kelembagaan (institusional), infrastruktur, kondisi ekonomi makro, dan kesehatan serta pendidikan dasar  tersebut, memperlihatkan bahwa, ada kemajuan pesat yang dicapai Indonesia, bahkan dibandingkan dengan beberapa emerging countries, kita sudah menunjukkan hasil yang  lumayan, lebih baik dari Brazil, Rusia, India, dan Afrika Selatan yang masing-masing berada pada posisi 59, 63, 51, dan 54. Keempat negara ini dikenal sebagai kelompok negara yang berkembang pesat (emerging economies).

Tetapi di Asia sendiri, kita tetap masih tetap harus berjuang keras karena saat ini posisi kita masih dibawah Singapore, Malaysia, dan Cina yang masing-masing berada pada posisi 3, 26, dan 27. Kita tentunya tidak perlu memperdebatkan keberhasilan Singapore yang memang berada pada level perkembangan yang berbeda. Tetapi, Malaysia, Cina, Thailand, dan tentunya Vietnam, tetap perlu menjadi perhatian Indonesia yang sebenarnya berada pada level permainan yang setara (playing field).
Pencapaian Indonesia, menurut Thierry Geiger, ekonom World Economic Forum, antara lain ditunjang oleh pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat dan manajemen fiskal yang baik. Juga karena akses pendidikan dan pemerataan pendapatan yang terdistribusi secara lebih terarah.
Disamping itu, kebijakan perpajakan yang menstimulir tingkat efisiensi pasar komoditas, juga menunjang untuk meningkatkan daya kompetitif kita. Namun demikian, disadari bahwa sampai saat ini kita masih menghadapi hambatan birokrasi yang apabila tidak teratasi, bisa saja menjadi penghalang untuk menjadi lebih baik di tahun mendatang.

Khusus kasus Indonesia sebagaimana indikator pada halaman 184-185 dari laporan itu mencatat beberapa persoalan mendasar yang mendesak harus bisa kita atasi, terutama; birokrasi pemerintah yang tidak efisien, tingkat korupsi yang tinggi, hambatan infrastruktur, dan akses ke pendanaan yang belum berjalan baik (lihat Tabel).
Berdasarkan tabel tersebut, ada 2 hal yang harus menjadi prioritas pemerintah kita, yaitu; pelaksanaan reformasi birokrasi yang menyeluruh dan tuntas, bukan sekedar peningkatan gaji pegawai negeri semata, serta pemberantasan korupsi yang kini kasusnya terlihat semakin menakutkan dan bisa membuat kita putus asa.

Tabel 1. Permasalahan Utama Dunia Bisnis di Indonesia

FAKTOR
%
1
Birokrasi pemerintah yang tidak efisien
16,2
2
Korupsi
16,0
3
Keterbatasan infrastruktur
8,4
4
Akses pendanaan
7,8
5
Inflasi
6,7
6
Instabilitas Sektor Pemerintahan
6,4
7
Kebijakan (pemerintah) yang tidak stabil
6,0
8
Peraturan Perpajakan
5,6
9
Terbatasnya Tenaga Kerja Terdidik
5,4
10
Peraturan Perburuhan
5,3
11
Etika Kerja yang tidak kondusif
4,9
12
Kriminal dan pencurian
3,6
13
Beban Pajak
2,7
14
Fasilitas Kesehatan yang rendah
2,7
15
Aturan Uang Asing
2,2
Sumber : World Economic Forum, halaman 184.

Kenapa Reformasi Birokrasi melemah?
            Pertanyaan ini sangatlah mendasar untuk kita jawab. Bagaimanapun, sudah lebih dari 5 tahun pemerintah menjalankan reformasi birokrasi yang menyedot perhatian luas masyarakat kita. Banyak masyarakat yang protes dan tidak rela ketika menyaksikan bagaimana pegawai pemerintah, telah menikmati tunjangan penghasilan dalam jumlah yang sangat besar. Tetapi ketika itu, ada harapan yang diletakkan atas kenaikan gaji itu, yaitu birokrasi yang semakin efisien, efektif, cepat dan tidak korup. Namun demikian, beberapa kasus yang terjadi secara membabi buta, misalnya kasus Gayus, atau kasus yang terjadi di Kementerian Pemuda dan Olah Raga, telah membuat masyarakat menjadi pesimis.

Apalagi peristiwa terakhir yang menyedot perhatian ketika banyak Anggota DPR yang disinyalir menjadi “calo anggaran” yang bersama-sama dengan pengusaha dan para Bupati/Walikota, mencoba melakukan tindakan yang masuk kategori kerjasama untuk melakukan korupsi.

Persoalan reformasi birokrasi mendesak untuk terus dikawal implementasinya. Kita perlu suatu aturan main yang transparant, bukan gelap-gelapan atas dasar siapa yang akan memberikan komisi.  Anggaran untuk pembangunan di daerah misalnya, perlu dibuka seterang-terangnya, bagaimana mendapatkannya, siapa yang harus memberikan rekomendasi, lalu apa peran anggota DPR dalam merealisasikannya.  Jangan sampai apa-apa yang sebelumnya menjadi “mata pencaharian” para birokrat (pegawai pemerintahan), kini bergeser menjadi “ladang” para anggota DPR. Sementara, upaya mewujudkan pemerintahan yang efisien dan efektif ternyata belum memenuhi sasaran. Ini jelas akan berpengaruh kepada kekuatan kompetitif negara kita dibandingkan negara lain.

Perlu Masyarakat Anti Korupsi!
Korupsi betul-betul menakutkan. Bahkan “negara kita sudah semakin terperangkap dalam pusaran kleptokrasi”, demikian kata Gun Gun Heryanto, pengajar Komunikasi Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ( 14 Juni 2011).
Korupsi yang biasanya banyak terjadi di pihak penyelenggara negara atau eksekutif, yang terjadi di Indonesia terjadi merata di seluruh pihak, tahun ini yang paling menonjol adalah kasus yang terjadi di lembaga Legislatif DPR dan Yudikatif, mulai dari Jaksa, Hakim, juga para pengacara. Korupsi kini menjadi musuh besar bangsa Indonesia, kata Adnan Buyung Nasution, ahli hukm dan mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (SBY).
Jelas, kini masyarakat menanti action (tindakan) yang harus dilakukan Presiden SBY, bukan sekedar mengungkapkan rasa keperihatinannya saja sebagaimana yang sering disampaikannya.
Action atas tindakan korupsi para pejabat negara menjadi penantian panjang masyarakat. Ini harus dilakukan secara tegas tidak pilih kasih, termasuk (apabila) terjadi kasus korupsi yang akhir-akhir ini banyak melibatkan para petinggi partai-nya Presiden SBY.

Berusaha semakin Kompetitif
Tidak ada pilihan lain, kecuali menjadi semakin kompetitif. Upaya itu, saat ini, terutama dilakukan dengan menekan dua hal yang menjadi momok pembangunan kita, yaitu birokrasi yang tidak efisien dan tidak efektif, serta praktek korupsi yang semakin parah dan meluas.
Ini perlu menjadi agenda utama pemerintah. Ini adalah perhatian utama masyarakat yang harus dijawab Presiden dan para pembantunya, juga Gubernur, Bupati dan Walikota. Semua pembantu Presiden termasuk para politisi di Senayan dan di daerah, mendesak untuk menandatangani fakta Integritas. Masyarakat muak dengan praktek korupsi yang membuat kita tidak bisa berkompetisi secara sehat. Ketika seseorang berusaha memperebutkan proyek secara profesional, dia tidak  mungkin bisa menang ketika berhadapan dengan orang lain yang menggunakan jalur belakang secara mudah.

Ini adalah praktek kerjasama korupsi yang membuat kita menjadi berhadapan dengan hantu. Para birokrat dan siapapun penguasa, perlu menegakkan komitmen untuk meningkatkan efisiensi organisasi seraya memberantas korupsi sampai keakar-akarnya.

Kalau kita konsisten dengan 2 isu ini, membangun birokrasi yang profesional dan menjalankan praktek kenegaraan bebas korupsi, maka tahun depan, dapat dipastikan, nilai daya saing kita akan semakin membaik. Sangat mungkin berada di level 20 sampai 30-an.