Friday, 22 July 2011

Reformasi Birokrasi; gagasan pensiun dini?

toto zurianto


Toto Zurianto

Kementerian Keuangan menggagas untuk melanjutkan program reformasi birokrasi. Kali ini dengan melakukan program pensiun dini. Tentu saja tujuannya antara lain membangun organisasi yang efektif dan efisien. Strukturnya lebih ramping sehingga gerakannya lebih lincah atau responsif.
Pelaksanan reformasi birokrasi sebelumnya banyak dikritik karena ada kesan hanya menaikkan gaji pegawai dengan memperkenalkan tunjangan jabatan yang besarnya sangat siknifikan. Meskipun di beberapa departemen atau lembaga negara, upaya itu dikaitkan dengan implementasi pengenaan sanksi (punishment) bagi pegawai yang terlibat KKN, tetapi kasus yang terjadi selanjutnya tetap menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat. Khususnya kasus-kasus korupsi yang terjadi di perpajakan dan instansi penegak hukum lainnya.
Kini ketika kementerian Keuangan berkeinginan untuk menerapkan program pensiun dini bagi pegawainya yang dirasakan sudah terlalu banyak atau ternyata tidak cukup kompeten, kita perlu melihat gagasan program ini secara lebih detail dan bagaimana operasionalnya nantinya.

Menuju Efisiensi Organisasi
Program pensiun dini bukan tujuan tetapi suatu konsekuensi ketika kita ingin menciptakan birokrasi pemerintah yang efisien dan efektif. Pendekatannya biasanya melalui proses rekayasa ulang proses kerja, atau dikenal dengan business process reengineering (BPR). Konsep yang sekitar 15 tahun lalu digagas oleh Michael Hammer dan James Champy (1992), utamanya berbicara mengenai perbaikan proses kerja (business process) yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi yang terukur. Biasanya dilihat dari faktor biaya, kualitas pekerjaan, pelayanan, dan kecepatan (cost, quality, service, and speed).
Secara sederhana, tentunya terlihat bahwa gagasan pensiun dini akan mengurangi jumlah pegawai (negeri) yang dirasakan sudah sangat banyak. Tetapi, kalau sekedar mengurangi jumlah pegawai tanpa diikuti oleh perbaikan proses kerja, hasilnya sering tidak kelihatan.
Karena itu, program pensiun dini bukanlah hanya mengurangi jumlah pegawai, tetapi melakukan peninjauan ulang atas semua elemen organisasi untuk mendapatkan struktur organisasi yang paling pas, lebih efektif dan efisien.
Sederhananya, semua aktivitas yang diperlukan ada untuk mencapai tujuan organisasi, harus tersedia dan berjalan baik. Konsekuensinya apabila ada aktivitas yang tidak diperlukan untuk mencapai tujuan tetapi ternyata ada, maka harus dihilangkan karena tidak efisien.
Termasuk yang juga aktivitas yang tumpang tindih atau duplikasi, misalnya ada aktivitas yang sama tetapi dilakukan di beberapa Departemen atau Bagian, atau Unit Kerja tertentu, maka perlu disatukan atau digabung. Ini akan membuat organisasi menjadi lebih ramping dan sehat, tidak lagi obesitas yang biasanya lamban dan kaku.

Memerlukan perhitungan yang jelas
Disamping melakukan pembenahan organisasi yang tepat dengan menetapkan struktur organisasi dan struktur jabatan yang diperlukan, maka analisis kebutuhan pegawai, merupakan persyaratan penting yang harus dilakukan sebelum program pensiun dini dijalankan.
Sering kita dengar adanya instansi atau perusahaan menjalankan kebijakan pensiun dini pegawai, tetapi yang kita ketahui hanya memberhentikan sejumlah pegawai dengan memberikan kompensasi (pesangon) yang tinggi dan memadai. Kita jarang mendengar, bagaimana organisasi yang ingin diciptakannya, seluas apa strukturnya dan bagaimana pola jabatan yang diinginkan.
Bagi suatu organisasi pemerintah atau lembaga negara, termasuk perusahaan milik negara (BUMN), program pernsiun dini hendaknya perlu dilakukan secara terbuka dan siap untuk dianalisis publik. Bahkan, kita perlu mengetahui, seberapa banyak pegawai yang aka dikurangi dalam jangka waktu tertentu.
Jangan sampai, misalnya dilakukan program pensiun dini terhadap 1000 pegawai, tetapi ternyata dalam 1 tahun ke depan, kembali dilakukan penerimaan pegawai baru dalam jumlah yang ternyata relatif banyak. Siapapun yang melakukan program pensiun dini, perlu mempunyai rencana jangka panjang tentang penerimaan pegawainya, setidaknya untuk waktu sekitar 5 tahun. Termasuk tentunya melakukan proses rekrutmen tenaga baru yang lebih kompeten dengan pola penerimaan yang lebih baik dan bebas KKN.

Siap menghadapi tantangan internal
Reformasi Birokrasi atau program perubahan (change management) dimanapun dijalankan, biasanya selalu mendapat tantangan hebat dari kalangan internal. Hal tersebut antara lain karena berusaha menghilangkan zona kenyamanan (comfort zone) dan adanya orang yang mendapatkan keuntungan padahal kurang berkontributif (free rider).

Tetapi hal itu ternyata tidak banyak terjadi pada saat reformasi birokrasi pemerintah yang sudah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu. Tidak mendapat tantangan karena program perubahan yang dijalankan lebih banyak berupa kenaikan gaji tanpa diikuti dengan penerapan organisasi dan SDM atas dasar kinerja (performance-based culture). Praktek sama-rata sama-rasa yang kurang menghargai pegawai yang lebih berprestasi, cenderung lebih dominan dibandingkan menjalankan praktek SDM atas dasar kontribusi atau diferensiasi.

Kini, seandainya pemerintah akan melakukan rekayasa ulang terhadap organisasi sehingga lebih efisien dan lebih efektif, dipastikan akan diikuti oleh semangat anti comfort zone dan anti free rider.
Organisasi akan memberikan penghargaan yang lebih kepada pegawai yang lebih berprestasi dibandingkan dengan yang menjadi penumpang gelap. Organisasi dipastikan akan lebih serius menjalankan assessment kompetensi, potensi dan kinerja yang secara tegas akan mengklasifikasikan pegawai setidaknya yang sangat kontributif dan potensial (Top Performance), pegawai yang sedang (Middle Performance), dan pegawai yang dinilai kurang mnemenuhi harapan (Low Performance).
Karena selama bertahun-tahun dan puluhan tahun pegawai tidak terbiasa menghadapi kebijakan tegas seperti itu, dapat dipastikan, kebijakan ini akan melahirkan tantangan internal yang sangat kuat. Dipastikan akan ada pegawai merasa menjadi tidak penting, tidak terpakai, dan terpaksa harus bersaing untuk memperebutkan posisi yang lebih terbatas akibat efisiensi organisasi. Karena itu, sering kegiatan seperti ini akhirnya hanya melahirkan konsep yang tidak pernah diimplementasikan.

Perlu pemimpin yang kuat
Ada beberapa persyaratan umum yang selalu harus disiapkan sebelum melakukan perubahan (John  P. Kotter).
Pertama, perlu analisis yang tajam untuk menyatakan bahwa kita harus melakukan perubahan. Organisasi sedang menghadapi masa kritis dan tantangan hebat, atau adanya a sense of urgency. Apabila hal ini tidak kita address, maka akan membuat kita semakin sulit dan potensial menyebabkan kehancuran.
Bisa saja pada saat sekarang kita belum berada dalam kategori sulit, tetapi kita sudah melihat kemungkinan datangnya masalah di waktu yang akan datang. Hanya atas dasar sense of urgency yang tinggi, kita memiliki dasar untuk menjalankan program perubahan.
Kedua, memiliki pemimpin yang mampu menjelaskan dan mengajak orang menjalankan program perubahan. Tugas pemimpin antara melakukan komunikasi agar semakin banyak pegawai yang memahami dan mendukung langkah yang akan dijalankan.  Kegagalan melakukan komunikasi akan membuat proses perubahan menjadi tersendat karena tidak mendapatkan cukup banyak dukungan (not creating a powerful guiding coalition).
Ketiga, program perubahan harus dipimpin oleh orang-orang yang memiliki visi kuat (have a vision). Ini jelas modal utama untuk menjalankan Transformasi. Bagaimana kita melakukan perubahan kalau Pimpinan perubahan tidak tahu harus mencapai sasaran apa.
Tidak boleh suatu proses transformasi, justru dikendalikan oleh orang-orang yang suka status quo.
Ketiga hal ini adalah persyaratan kritikal dan menjadi pertimbangan utama yang akan membawa keberhasilan atau sebaliknya gagal. Hanya pemimpin yang kuat, tidak hanya kuat visi, tetapi sekaligus dengan karakter atau value yang stabil  dan berani (courage) yang mampu menghadapi krikil tajam dari pihak-pihak yang berkepentingan. Melaksanakan reformasi birokrasi adalah salah satu jawaban untuk meningkatkan kompetitif bangsa sehingga mampu bersaing di pasar global untuk menunjang masa depan yang lebih kuat.

No comments: