Tuesday 27 July 2021

VIRUS CORONA MASIH SANGAT TINGGI

toto zurianto

Sejak pertama kali ditemukan di Indonesia, pada awal Maret 2020, sampai hari ini total penduduk Indonesia yang sudah terkena virus Corona 19 sebanyak 3.239.936 orang. Hari ini jumlahnya bertambah sebanyak 45.203 kasus baru dengan tambahan jumlah yang meninggal dunia kemaren sebanyak 2.069 orang sehingga total yang meninggal seluruhnya sebanyak 86.835 orang. Tetapi, kabar baiknya, jumlah yang sembuh kemaren juga meningkat, sebanyak 47.128, sehingga total yang sudah sembuh menjadi 2.596.820 orang.
Sejak pertengahan Juni sampai akhir bulan Juli 2021 ini, kasus Corona memang semakin memprihatinkan dan mengkhawatirkan. Kalau pada awal Juni 2021 sekitar 2 bulan yang lalu, jumlah tambahan positip Corona setiap hari sekitar 5.000 orang dengan tingkat kesembuhan setiap hari sekitar 5.000 - 6.000 orang dan yang meninggal dunia setiap hari pada kisaran 150-180 orang.
Lalu pada Minggu ketiga bulan Juni, jumlah kasus baru positip Corona sudah sekitar 20.000 orang setiap hari. Kemudian pada bulan Juli jumlah positip harian sudah mencapai 30.000 orang, dan mencapai puncaknya sehingga pernah mencapai 56.757 orang pada tanggal 15 Juli 2021. Sekarang tambahan kasus positip harian masih cukup tinggi pada kisaran 35.000 - 45.000 kasus setiap hari.

Jadi, kita masih perlu kerja keras menjalankan Protokol Kesehatan secara Ketat, menjalankan 5 M,  yaitu dengan selalu memakai Masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir secara lebih sering dan tetap menjaga jarak antara 1,5 sampai 2 meter.  Kemudian, sedapatnya kita menjauhi atau menghindari kerumunan, dan membatasi mobilisasi atau interaksi. 

5M ini memang tugas berat yang harus kita patuhi bersama, kita tidak mempunyai pilihan lain. Hal-hal yang kadang-kadang kita langgar, seperti pertemuan atau bekerja, belajar/sekolah, silaturahmi Hari raya, bahkan menjalankan acara kewajiban keagamaan, atau berkunjung ke restaurant/cafe atau ke Mal dan Pasar, apa boleh buat, semuanya harus kita hentikan dulu. Kita tidak mempunyai pilihan lain karena risiko terdampak atau tertular virus ini sungguh menakutkan, apalagi, kita juga menghadapi keterbatasan dalam pengobatan di rumah sakit, termasuk kekurangan obat dan fasilitas/alat, serta tenaga medis. Jadi, mari bersama, pertama menjaga diri kita sendiri-sendiri, juga menjaga orang lain, agar kita bisa terhindar dan mengurangi pada kasus yang mengkhawatirkan dan mematikan ini.

Kita di Indonesia ini, soal menghadapi Covid, kelihatannya jauh lebih rumit dan berat dibandingkan dengan yang dilakukan oleh negara-negara tetangga kita. Pertama kita masih mempunyai masalah kekurangan rumah sakit, fasilitasnya dan tenaga medis. Mungkin banyak gedung atau bangunan pemerintah atau swasta yang bisa kita sulap menjadi rumah sakit sementara, tetapi tetap saja kita mempunyai kekurangan pada fasilitas dan tenaga medisnya. Lalu yang kedua, kita juga selalu heboh dan akhirnya kekurangan obat-obat yang seharusnya bisa kita sediakan, termasuk misalnya kebutuhan terhadap Oksigen yang esensinya menjadi sangat penting pada kasus-kasus yang cukup berat. Dua hal ini menjadikan upaya penyelesaian kasus Covid 19 ini menjadi berat luar biasa yang menghendaki kita bisa lebih berpikir konseptual dan disiplin menjalankan protokol kesehatan secara lebih baik, patuh dan rela bekerja sama tetapi tentunya melalui pengawasan yang baik dan benar.

Hari ini Minggu 1 Agustus 2021
Hari ini Minggu 1 Agustus 2021, pemerintah mengumumkan, adanya tambahan kasus baru sebanyak 30.378 orang sehingga total seluruhnya menjadi 3.440.396 orang. Tetapi jumlah yang berhasil sembuh juga meningkat cukup siknifikan, hari ini mencapai 39.767, lebih banyak dari tambahan kasus baru. Meskipun jumlah yang meninggal masih cukup besar, terdapat tambahan sebanyak 1.604 orang. Tetapi ada perbaikan yang lumayan. Dengan semakin banyak masyarakat yang sudah mendapat suntikan vaksin dan tetap penuh komitmen menjalankan Prokes 5M yang ketat, ditambah dengan fasilitas rumah sakit dan tenaga medis semakin tersedia, kita optimis, kasus Covid ini semakin berkurang pada waktu akan datang. 

Sunday 25 July 2021

INDONESIA RAIH MEDALI DI OLIMPIADE TOKYO MELALUI LIFTER WINDY CANTIKA AISAH DAN EKO YULI IRAWAN

toto zurianto

Sabtu 24 Juli 2021, kita boleh bergembira ketika Lifter Angkat Besi Putri kita, Windy Cantika Aisah di Kelas 49 kg, berhasil menyumbangkan medali pertama untuk Indonesia. Windy berhasil mengumpulkan point total 194 dengan angkatan snatch 84 kg dan clean and jerk 110 kg. Mudah-mudahan ini menjadi motivasi bagi atlit kita yang lain yang turun di nomot Bulutangkis dan Panahan. Secara tradisi, kita unggul, at least sudah terbiasa mendapatkan medali di nomor Bulutangkis sejak zaman Susi Susanti dan Alan Budikusuma pada Olimpiade Barcelona (1992), juga Panahan Putri yang sudah berpengalaman mendapatkan medali, sejak era Beregu Putri oleh Lilies Handayani, Nurfitriyana Saiman dan Kusuma Wardhani pada Olimpiade Seoul (1988) yang berhasil meraih medali Perak.

Harapan kita, dengan keberhasilan Windy, ini memberikan semangat dan motivasi bagi Indonesia yang di sisi lain, terus berjuang di masa pandemi mengalahkan Covid yang luar biasa ini. Apalagi kita memahami bahwa beberapa waktu yang lalu, Windy termasuk atlet kita yang berjuang luar biasa setelah divonis positip Corona pada Desember 2020. Akhirnya dengan tekad dan disiplin yang luar biasa setelah menjalani isolasi mandiri di sebuah hotel selama lebih sebulan, Windy berhasil dinyatakan sembuh dan negatif Covid-19. Akhirnya perjuangannya membawa hasil ketika berhasil memperoleh medali perunggu pada kejuaraan Asia di Uzbekistan sehingga memperbaiki peringkatnya pada posisi 5 di Federasi Angkat Besi Internasional (IWF) sehingga mengamankan posisinya pada Olimpiade Tokyo. 

Windy Cantika Aisah, sukses Indonesia
Medali pertama Indonesia pada Olimpiade TOKYO 2021


Total Angkatan 194 berhasil meraih Perunggu!


KELAS PUTRA 61 KG, INDONESIA RAIH MEDALI PERAK
Setelah sukses Windy Cantika Aisah kemaren, hari ini Minggu 25 Juli 2021, Atlit Angkat Besi Putra Indonesia Eko Yuli Irawan berhasil mempersembahkan medali Perak setelah mampu mempertahankan total angkatan 302 Kg di Kelas 61 Kg. Meskipun masih berusaha untuk lebih tinggi, tetapi tetap saja Eko berada pada posisi kedua di bawah Lifter Cina yang mendapatkan pedali Emas.
Dengan demikian, sampai Minggu siang ini, Indonesia berhasil mendapatkan 2 medali, 1 Perak atas nama Eko Yuli Irawan Kelas Putra 61 Kg dan 1 Perunggu dari Windy Cantika Aisah Kelas Putri 49 Kg. Keduanya dari Cabang Olah Raga Angkat Besi. Saat ini Indonesia berada pada posisi 17, semoga bisa lebih baik karena pada hari ini semua pemain Bulutangkis berhasil memenangkan pertandingannya, potensi untuk mendapatkan medali lebih banyak tentunya.



Eko Yuli Irawan mendapatkan medali Perak di Kelas 61 Kg

Eko Yuli Irawan, masih bisa mempertahankan prestasinya
sebagai pemegang record Kelas 61 Kg di Olimpiade dan Dunia.

RAHMAT ERWIN JUGA MENYUMBANGKAN MEDALI PERUNGGU
Pada Kelas 73 Kg Putra, Indonesia berhasil menambah 1 medali lagi melalui Rahmat Erwin yang memberikamn Medali Perunggu kepada Indonesia. Pada hari rabu sore, 28 Juli 2021, Rahmat berada pada posisi ketiga dengan Total Angkatan 342 Kg, masing-masing 152 Kg snatch dan 190 Kg clean & jerk.


Rahmat Erwin Abdullah
Lifter Angkat Besi Indonesia Rahmat Erwin Abdullah
 menyumbangkan Medali Perunggu pada Kelas 73 Kg Putra.






Saturday 10 July 2021

ARTIS DAN NARKOBA, SEMOGA HANYA KECELAKAAN

toto zurianto

Berita minggu ini yang trendy adalah musibah yang dialami artis/pengusaha terkenal Nia Ramadhani dan suaminya Ardi Bakrie, keduanya bersama sopir pribadinya, terpaksa berurusan dengan Kepolisian karena masalah narkoba. Mula-mula polisi menangkap sang sopir yang membawa narkoba jenis sabu seberat 0,78 gram yang menurut pengakuannya milik bossnya Nia Ramadhani. 
Selanjutnya kepolisian mengembangkan penyidikannya dengan melakukan penggeledahan ke rumah Nia di kawasan Pondok Indah, dan menemukan alat untuk menggunakan sabu yang dikenal sebagai bong. Mungkin karena Nia sudah ingin menjelaskan dan mengaku, akhirnya menjelaskan bahwa Nia beserta sang suami Ardi Bakrie bersama-sama sudah menggunakan sabu, katanya sudah sekitar 5 bulan.

Selama ini, publik memahami bahwa Nia termasuk artis yang baik tidak banyak masalah dan gosip. Sejak perkawinannya dengan Ardi, anak pengusaha dan politisi Abu Rizal Bakrie,  kehidupan mereka berjalan baik tanpa ada berita miring. Jadi memang banyak sahabatnya dan penggemarnya terkejut mendengar berita ini. Kita tidak tahu alasan dibalik, kenapa keduanya, suami istri bisa kompak menjadi pengguna sabu sementara reputasi keduanya terjaga begitu baik selama ini.

Tentu saja kita masih menunggu cerita akhir dari pengembangan kasus ini. Apakah keterlibatan keduanya pada kasus sabu ini, benar sebuah kecelakaan dan tidak sengaja. Artinya bukan residivis atau pengulangan karena sudah lama dilakukan. Kalau ini kasus baru,  atau sebuah kecelakaan, tidak ada pilihan kecuali melakukan tobat dan mengungkapkan semuanya secara terbuka, temasuk tujuan untuk membongkar jaringan pengedar yang dipastikan selalu berusaha menjual barangnya, tentunya paling menjanjikan kalau dilakukan lewat orang terkenal, baik politisi, artis ataupun pengusaha kaya.

Kita juga tidak tahu apakah pelarian ke narkoba atau sabu ini, sebagai salah satu cara untuk keluar dari situasi Covid-19 yang sudah berlangsung lebih satu tahun yang membuat situasi menjadi tidak menentu, apalagi bagi public figure, pengusaha atau artis yang selama ini, banyak mempunyai aktivitas, sekarang terpaksa harus lebih banyak mengurung diri di rumah. Ini pelajaran penting bagi kita, perlu lebih kreatif memikirkan cara-cara positip mencari alternatif kegiatan lain karena lebih banyak berada di rumah. Sabu bukan saja memerlukan biaya yang besar, tetapi dampak negatifnya terlalu luas, tidak saja terhadap yang bersangkutan, juga keluarga, terhadap anak-anak dan orangtua. Kalau kita "kecelakaan" karena sabu atau narkoba, jadikan kecelakaan atau accident itu, hanya sekali saja dalam hidup kita. Jangan pernah mengulang kembali. Kata Nia, dia sudah mengecewakan banyak orang, melakukan perbuatan yang tidak baik, tidak bisa menjadi contoh yang terpuji. Sebuah pengakuan dan penyesalan yang sangat jelas. Nia juga meminta maaf kepada anak-anaknya. Ini sebuah pernyataan baik, tentunya dilakukan dari hati yang paling dalam. Dia menyesal karena sudah mengecewakan banyak orang.

Merebut Kembali Kepercayan
Paling penting dalam hidup ini adalah perbuatan menyesal karena sudah berbuat salah atau keliru. Bahkan dalam berita yang dikeluarkan BNN, disebutkan bahwa setelah melakukan pemeriksaan, BNN menetapkan untuk memberi rekomendasi kepada Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie untuk mengikuti Rehabilitasi. Tentu saja ini sebuah kesempatan bagi mereka untuk melakukan perbaikan, tobat nasuha istilahnya! Kesempatan luas bagi mereka yang mungkin terkena musibah narkoba atau sabu, setiap orang yang pernah bersalah, mempunyai kesempatan untuk menjadi baik kembali. Rebutlah kepercayaan yang sempat hilang ini. Kalau memang ini sebuah kecelakaan,  jadilah tokoh penting untuk menghilangkan narkoba dari bumi pertiwi. Kepercayaan yang pernah hilang itu, perlu direbut kembali, dibuktikan kepada banyak orang sehingga semuanya menjadi tidak kecewa lagi. Kehidupan masih panjang. Walau kita pernah berbuat salah, kita masih mempunyai waktu untuk menjadi pribadi yang lebih baik di masa mendatang. 

Wednesday 7 July 2021

BENDA AJAIB; KENANGAN INDAH

toto zurianto

Episode kali ini bercerita tentang benda-benda lama, aku menyebutnya Benda Ajaib. Pada suatu ketika, beberapa tahun yang lalu, kita terbiasa menggunakannya, bahkan menjadi bagian penting di masa transisi. Suatu hari ketika teknologi, mulai berkembang, tetapi belum seperti sekarang. 

Era Cassetes, Tape Recorder, Mini Compo, dan Video Cassetes Recorder
Sekarang, bisa dikatakan, kita sudah tidak menggunakan Cassettes, atau Pita Kaset sebagai media untuk mendengarkan lagu-lagu dan berbagai jenis musik. Cassettes kecil (seperti gambar) dengan ukuran C-90, artinya waktu putarnya sekitar 90 menit, mulai keluar sekitar tahun 70-an. Saat itu, media pemutar lagu berupa Tape Recorder, mulai berkembang menggantikan media pemutar vinyl Piringan Hitam Pick-up Gramophion yang banyak digunakan sejak tahun 50-an.

Disamping cassettes kecil tersebut beserta pemutar Tape Recorder, muncul juga Video Cassettes Recorder (VCR) yang banyak dipakai untuk memutar Film-film, apakah dalam jenis Beta atau VHS. Video sempat memainkan peran yang cukup besar di tahun 80-an, kemudian bersamaan dengan itu muncul pula Media Laser Disk dan Laser Disk Player yang bentuknya seperti Vinyl Pirangan Hitam tetapi dalam bentul Laser yang banyak berisi Film-film bagus ketika itu.
Pada tahun 80-an sampai tahun 90-an, bermunculan tempat penyewaan Film-film Video dan laset Disk karena sebagian orang lebih suka menyewa Film-film yang jauh lebih murah dibandingkan dengan membeli. Dulu biaya sewa Video dan Laser Disk  sekitar Rp5.000-20.000 sementara kalau harus membeli harganya sekitar Rp100.000 sampai Rp200.000 satu Video Film, bahkan lebih mahal kalau harus membeli Laser Disk. Barulah setelah muncul  era Film Bajakan, mulai banyak orang yang membeli Video bajakan yang harganya jauh lebih murah.

Aku ingat, aku pernah tinggal di Lampahan, Aceh Tengah. Dulu sekitar tahun 1975, kalau muncul rekaman baru, aku pergi ke toko Radio untuk membeli cassettes sekaligus merekam lagu-lagu dari Piringan Hitam melalui Pick-up ke Pita Cassettes C-60 atau C-90 dengan menggunakan Tape Deck. Saat itu, biayanya sekitar Rp200-250 per cassetes. Aku biasa merekam lagu-lagu Koes Plus, the Mercy's, Panbers, AKA, the Gembell's, dan Freedom of Rhapsodia. Termasuk juga lagu-lagu Keroncong dari Mus Muliadi dan Favourites Group. Saat itu bisa dikatakan, masih sulit mendapatkan Pita Cassettes Asli, kecuali beberapa lagu barat seperti Skeeter Davis, Tom Jones, dan the Beatles yang harganya sekitar Rp800 - Rp1.000 per cassetes produksi Singapore.

Kalau di Jakarta, sekitar tahun 80-an, aku terbiasa mengunjungi Toko Duta Suara di kawasan Jalan Sabang. Disini sumber utama cassettes-cassettes seluruh lagu tersedia. Sebenarnya dulu tidak terlalu banyak cassettes bajakan. Barulah sejak pengenaan Pajak pada setiap cassettes, mulai bermunculan produk-produk bajakan.  Aku ingat sekitar tahun 1988, harga cassettes Asli di Duta Suara sekitar Rp1.000 per cassettes. Kemudian dengan pengenaan pita cukai atau pajak, cassettes mulai melonjak menjadi Rp4.000 per cassettes. Sejak saat itu mulai bermunculan lagu-lagu bajakan yang tersebar di kawasan kaki lima.

Manusia Musik DISCMAN SONY
Pada perkembangannya terjadi metamorposis, perubahan dari era cassetes menjadi era VCD dan kemudian DVD. Model VCD dan DVD pada dasarnya perkembangan dari Video Cassettes Recorder (VCR) dan Laser Disk yang dulunya relatif besar menjadi lebih kecil. Salah satu yang paling terkenal  

adalah Discman, terutama Merek Sony yang merajai model pemutar Disk portabel yang banyak dibawa kemana-mana oleh anak muda. Discman menjadi pilihan utama anak-anak di tahun 90-an sampai tahun 2000-an. Merek Sony banyak dibeli karena suaranya sangat menggelegar, jernih dan jelas antara musik dengan vocalnya.







Film 36 Kali Shoot, Awas Terbakar
Sekarang semakin jarang orang yang membawa Camera atau anak tahun 70-an menyebutnya Tustel. Camera sebagai media untuk membuat Photo atau Gambar (picture) yang berbentuk digital, ramai digunakan sejak sekitar tahun 90-an. Camera Digital yang memanfaatkan hardisk internal ketika itu hadir menggantikan camera tradisionil yang menggunakan Film. Camera Tradisionil yang 


menggunakan media Film, digunakan dalam periode waktu yang sangat lama, sejak zaman Film hitam putih belum berwarna. Bahkan di tahun 50-an sampai tahun 70-an, belum banyak fasilitas pelayanan "pencucian film menjadi negatif", pemrosesan film-film menjadi gambar, banyak dilakukan di "kamar-gelap pribadi" yang dilakukan dengan menggunakan berbagai campuran bahan kimia. Barulah di era tahun 70-an bermunculan tempat pemrosesan film sekaligus dicetak menjadi gambar-gambar (photo) dalamm berbagai ukuran.  Ketika itu di Indonesia yang paling terkenal yang ada di berbagai kota adalah, Fuji Film, Sakura Film, dan Kodak Film. Tiga merek ini merajai pemrosesan film-film yang saat itu isinya terutama sebanyak 20 atau 36 kali petik. Artinya setiap 1 roll film hanya bisa diisi sebanyak 20 atau 36 kali photo dengan pilihan tingkat pencahayaan (ASA) antara ASA 100, 200, 300, dan ASA 400. Melakukan pemotretan ketika itu memang terlihat ribet, memerlukan waktu tidak seperti sekarang yang jepret-jepret langsung jadi bisa dilihat hasilnya, bahkan bisa langsung di-upload untuk berbagai keperluan, bisa dikirim ke seluruh dunia dimanapun secara cepat.

Kalau dulu, era penggunaan Film, semuanya serba lama, terlebih dahulu pemasangan Film ke camera yang dilakukan secara hati-hati, jangan sampai terbakar. Terbakar maksudnya tidak bisa digunakan karena ada cahaya masuk yang merusak Film. Lalu pengambilan gambar, penjepretan yang dilakukan hati-hati, jangan sampai goyang atau kurang pencahayaan. Kita selalu berusaha agar seluruh Film dalam 1 Roll, apakah isi 20 atau 36, bisa dipakai seluruhnya dengan hasil baik. Hasil Pemotretan biasanya memerlukan waktu yang cukup lama sampai diproses (afdruk) menjadi gambar (photo). Kita harus membawa film ke Photo Studio untuk dicuci dan dicetak dalam ukuran standard, ukuran postcard. Dulu, untuk cetak photo di studio sering digunakan ukuran 3R atau 4 R, atau disebut ukuran Post Card. Oh ya karena di zaman komputer dan e-mail atau surat elektronik, kita semakin jarang untuk berkirim surat dengan amplop (envelope), apalagi melalui Post Card yang indah atau kartu Pos yang polos. Dulu kalau kita pergi ke suatu kota, atau ke luar negeri, sering kita mengirimkan berita singkat dengan Post Card yang ada gambar atau photo icon kota atau negara tersebut. Kalau ke Jakarta, ada gambar Monas atau Mesjid Istiqlal, atau Gambar Istana Presiden. Kalau ke Medan, ada gambar Danau Toba, atau gambar Kantor Pos Medan zaman doeloe. Kalau anda ke Paris, tentu saja tidak lupa berkirim berita dengan Post Card bergambar Menara Eiffel atau Musium Musee de Louvre, atau Photo diri Monalisa. 

Komputer dan Disket
Kapan anda pertama kali menggunakan Komputer, Personal Computer (PC) Desktop ataupun Notebook? Saya baru mulai menggunakan PC sekitar tahun 1988 di Jakarta ketika kantor mulai membagikan PC ke Satuan Kerja. Untuk satu Unit Kerja atau Departemen yang pegawainya berjumlah hampir 200 orang hanya diberikan sebanyak 5 unit PC Desktop. PC seperti apa yang diberikan ketika itu? Saat itu kami mendapatkan PC buatan lokal, bukan buatan IBM yang asli. Kalau tidak salah mereknya (brand) Garuda, sebuah PC tanpa dilengkapi Harddisk dengan monitor sederhana. Dulu kalau mau menghidupkan komputer, kita memerlukan sebuah Disket (Floppy Disk) ukuran besar (5 1/4) yang memuat software, saat itu kami hanya diberikan software Word Star versi 4.0 untuk penulisan (word processing) dan software Lotus 123 versi 1.0 untuk komputasi/perhitungan.

Karena saat itu belum banyak personal computer yang dilengkapi dengan harddisk internal dan software yang ada masih sangat sederhana, sehari-hari kita hanya memerlukan media Floppy Disk atau Disket ukuran kecil. Disket 5 1/4 tersebut saat itu hanya memiliki kapasitas kurang dari 100 Kilo Byte, tepatnya 87,5 KB.  

Floppy Disk, Disket Kecil Ukuran 3,5 Inchi.

Lalu pada perkembangan selanjutnya, muncul Disket Kecil (gambar bawah). Kapasitas disket ini mula-mula sekitar 280 KB, kemudian meningkat menjadi 720 KB, sampai akhirnya yang paling terkenal adalah 1.44 MB yang digunakan secara meluas sekitar akhir tahun 80-an sampai pertengahan tahun 90-an. Tidak tahu apakah saat ini masih ada orang yang menggunakan disket Floppy Disk 1.44 ini. Hanya saja sejak akhir tahun 90-an, media penyimpanan mulai memanfaatkan Compact Disk (CD) dan Flash Disk, serta USB. Saat ini kapasitas Flash Disk atau USB sudah mencapai sampai ke 16 GB, 32 GB, 64 GB, bahkan 128 GB.

Handphone Jadul
Terakhir aku ingin mengingat kembali sebuah mobil phone, atau handphone jadul. Dulu saat awal, mobilphone yang paling banyak dipakai merek Nokia,  Motorola,  dan Siemens. Awalnya handphone berbasis AMPS atau Advanced Mobile Phone System. Pada pertengahan tahun 90-an, perkembangan mobile phone atau handphone memasuki era yang luar biasa, baik teknologinya maupun persebaran dan penggunaannya di masyarakat. Salah satu model handphone yang sempat saya pakai merek Siemens, mula-mula Siemens S4 yang modelnya cukup besar, selanjutnya aku menggunakan Siemens C25 yang lebih kecil dan compact. 

Dua jenis handphone merek Siemens ini sampai sekarang masih tersimpan sebagai kenangan dan menjadi Benda Ajaib Masa lalu yang pernah ada.

Di masa sekarang, pada era Smart Phone, kita lebih banyak menjumpai 2 brand handphone utama, apakah iPhone dari Apple atau handphone Samsung yang berbasis android buatan Korea yang sangat bervariasi dan terkenal. 
Berbagai merek lain buatan Eropa yang cukup terkenal dulu, sekarang seperti hilang di telan bumi. Meskipun modelnya cukup bervariasi dan modern sama seperti Samsung dan iPhone, handphone dulu seperti Nokia, Motorola, Sony, Ericson, Siemens, sekarang sangat sulit ditemukan.  Termasuk juga Blackberry yang dulu sangat merajai sebelum era WhatsApp banyak digunakan. Bahkan dalam 3 tahun terakhir, pasar Indonesia lebih banyak dibanjiri handphone dari Cina seperti OPPO, VIVO, dan Xiaomi. Termasuk juga Huawei.

Koleksi Benda Ajaib; Indah rasanya
Mungkin anda termasuk sebagai pengumpul atau Collector benda-benda lama yang ajaib. Ajaib, bukan karena dia bisa melakukan sesuatu yang aneh. Maksudnya ajaib ialah karena benda tersebut pada suatu waktu, pernah menjadi sesuatu yang sangat populer, penting dan dimiliki atau digunakan oleh banyak orang. Soal sebagai kolektor, ini memang beda, membuat seorang menjadi atau merasa nyaman memiliki atau berada dekat sebuah benda, atau merasa nyaman membicarakan suatu benda tertentu. Ada bisa menjadi kolektor mobil kuno, misalnya penggemar mobil Mercedes Benz type tertentu, seperti Penggemar Mercy Ponton 180 tahun 1955, atau penggemar motor tua Norton yang banyak digunakan sebagai Becak Motor di Kota Pematang Siantar, atau mungkin anda penggemar dan kolektor jam Titus. Memang indah melihat dan menikmati, atau sekedar membicarakan soal benda antik benda ajaib ini. Ada rasa indah dan bahagia, bahwa kita pernah merasakannya.


Thursday 1 July 2021

TRADISI NYIRIH, MENGUNYAH DAUN SIRIH, PINANG DAN KAPUR

toto zurianto

Sebuah Koran nasional bercerita tentang masyarakat Papua New Guinea PNG, khususnya masyarakat Ibu Kota Port Meresby. Di PNG, hampir di semua wilayah, ada kebiasaan penduduk yang menjadi tradisi dan berlangsung bertahun-tahun. Sebenarnya hampir sama dengan yang terjadi di Indonesia sekitar tahun 70-an dan sebelumnya, masyarakat PNG terbiasa "nyirih", mungkin tepatnya mengunyah, bukan memakan, tetapi menggigit, mengunyah sirih yang terdiri dari Daun Sirih, Potongan Buah Pinang, dan Kapur. Tidak heran kalau permintaan terhadap ketiga benda ini, daun sirih, pinang, dan kapur sangat tinggi. Lalu karena mengunyah sirih, maka hasilnya harus dibuang, diludahkan, dimuntahkan dalam bentuk cairan berwarna merah.  Tentu saja akan membuat rumah, kampung, kota dan taman-taman menjadi "jorok", berwarna merah, dan kotor. Hal ini akhirnya membuat polisi pamong praja disana, disebut National Capital District Commission (NCDC) menjadi sibuk, menertibkan, apakah penduduk yang sembarangan, atau penjual benda-benda ajaib itu, terutama para pedagang pinang, daun sirih dan kapur. 

Jadi membaca cerita Pinang, Sirih dan Kapur dari Papua New Guinea ini, mengingatkan saya akan tradisi sama yang dulu banyak dilakukan masyarakat kita, khususnya di Pulau Sumatera. Waktu saya masih kecil, kami tinggal di kota Medan,  banyak orangtua, khususnya Ibu-ibu, atau di Medan disebut Mamak-mamak yang mengunyah daun Sirih bersama-sama dengan Kapur dan Pinang. Kita bisa melihat, di Pajak (maksudnya Pasar), banyak sekali Inang-inang (Ibu-Ibu) khususnya yang jualan Sayur, pedagang Sayur yang mengunyah Sirih. Lalu menyemprotkan, memuntahkan cairan berwarna merah hasil pengunyahan 3 benda ajaib itu. Tidak hanya para Inang-inang (para Ibu) dari Tanah Batak yang kuat menyirih, hal itu juga banyak dilakukan oleh Ibu-ibu masyarakat Suku Karo, para Nande-nande, dan Ibu-ibu dari Minangkabau (orang Padang).

Saya rasa inilah bentuk kenikmatan hidup yang secara tradisi dilakukan terutama oleh Para Ibu-ibu di Pulau Sumatera, apakah Inang-inang, Nande-nande, juga Emak-emak dari Ranah Minang sampai ke Aceh. Tradisi menyirih ini, mulai berhenti pada generasi orangtua kami, Bapak dan Ibu, yang saya lihat tidak lagi melakukan kebiasaan menyirih. Pada keluarga kami, khususnya keluarga Ibu, yang saya ingat, soal mengunyah Sirih ini, dulu dilakukan oleh para Nenek, ibunya Ibu saya, dan Neneknya Ibu saya. Juga dilakukan oleh banyak saudara-saudara yang lain. Saya ingat, neneknya Ibu saya, kami menyebutnya Mak Gaek, yang ketika itu, sekitar tahun 1975 sudah berusia mendekati 100 tahun, sangat terbiasa untuk mengunyah daun Sirih, buah Pinang, dan Kapur. Disamping menjadi hobby, memang benar, 3 benda ajaib itu telah membuat gigi orang Zaman dulu menjadi lebih kuat.

Perubahan zaman, membuat berbagai kebiasaan dan pola hidup , juga mengalami perubahan. Beberapa kebiasaan, prilaku dan tradisi yang dulu sering dilakukan masyarakat, khususnya sampai sekitar tahun 1970-an kini tidak lagi dijalankan. saya tidak terlalu mengetahui bagaimana situasi masyarakat di Pulau Jawa atau di pulau-pulau lain, tetapi di Jawa, tidak memang tidak terlalu banyak orang tua yang melakukan kebiasaan mengunyah Sirih. Meskipun ada juga kebiasaan lain yang dulu cukup merata dilakukan oleh para orang tua, terutama Bapak-bapak, yaitu mengisap Rokok yang dibuat secara manual dari Daun Rokok dan Tembakau. Saya ingat di dekat rumah kami di Medan, di sekitar Simpang Sei Sikambing, ada pedagang orang Aceh yang menjual bermacam jenis Tembakau lokal, dan Daun Rokok, termasuk buah Pinang dan Kemenyan. Salah satu toko yang dulu cukup ramai, bernama Toko Atjeh Timur.  Jadi dulu para orangtua, terutama Bapak-bapak, banyak yang merokok dengan terlebih dahulu melinting rokok sendiri yang dibuat dari Tembakau yang sering dicampur cengkeh dan kemenyan. 

Kini tidak banyak lagi orangtua kita yang Mengunyah Sirih dan Menghisap Rokok Tradisional seperti dahulu. Indonesia sudah berubah, berbeda dengan yang terjadi di Papua New Guinea. Apakah kita lebih baik? Tidak mengunyah sirih dan merokok lagi? Saya tidak tahu jawabannya, tetapi jelas kadang-kadang kita merindukan tradisi-tradisi lama yang terlihat beda namun indah untuk dikenang.  Kebiasaan menyirih yang sedikit "terlihat jorok" dan merokok dengan melinting sendiri daun rokok dengan tembakau, mungkin lebih baik untuk tidak lagi dilakukan. Terutama dikaitkan dengan dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Tetapi menggantikannya dengan tradisi dan kebiasaan baru, juga memunculkan dampak baru yang tidak selalu lebih baik. Hanya dikaitkan dengan nostalgia masa lalu, rasanya rindu juga untuk melihat tradisi lama seperti ini. Jangan-jangan perlu diadakan sebuah Festival Tradisi Mengunyah Sirih dan Melinting Rokok Daun kembali.