Friday 11 August 2017

Strategi Membangun Kinerja Organisasi

toto zurianto

Upaya organisasi/perusahaan di dalam meningkatkan kinerjanya (performance), atau yang sering disebut sebagai sebuah strategi, berhubungan erat dengan ciri khas bagaimana organisasi atau perusahaan itu neroperasi. Apakah kegiatan-kegiatan yang dijalankan, lebih  banyak menghasilkan produk-produk tertentu yang bersifat fisik, misalnya membuat mobil, bisnis makanan, atau yang bersifat pemberian layanan kepada customer/masyarakat, atau menghasilkan ketentuan (policy) tertentu, atau menjalankan proses pemeriksaan/pengawasan. Hasil akhir dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan, akan menentukan komposisi sumber daya organisasi yang dijalankan. Tentunya, hal ini akan berpengaruh kepada strategi atau kebijakan organisasi yang akan dijalankan.

Secara umum, sebagaimana yang dikatakan Dave Ulrich dan Wendy Ulrich (The Why of Work, halaman 168-169), moda dari pekerjaan dapat dibagi atas 3 jenis yaitu; pekerjaan yang lebih bersifat intelektual (intellectual), pekerjaan yang mengutamakan kemampuan fisik (physical), dan pekerjaan yang menyangkut hubungan-hubungan antar organisasi atau manusia (relationship). 
Pekerjaan yang lebih bersifat penggunaan daya intelektual umumnya lebih memfokuskan dirinya pada upaya untuk meningkatkan produktivitas dari pengetahuan yang ada. Kegiatan yang umum adalah dengan melakukan analisis persoalan (analyze problems), mencari alternative penyelesaian, mengasah pemikiran (shape thinking), dan mencari solusi yang inovatif. Karena itu, apa yang menjadi usulan (word) dan pemikiran (idea), menjadi hal   penting yang harus diciptakan (basic element). Sebuah organisasi yang mengedepankan pemikiran intelektual, memberikan ruang (kesempatan) bagi pegawainya untuk melakukan dialog, diskusi atau debates. Itulah cara terbaik untuk mendapatkan jawaban (solusi) atas berbagai persoalan yang muncul. Tidak sama dengan pekerjaan-pekerjaan yang lebih mengandalkan kemampuan fisik. Pada pekerjaan yang bersifat lebih intelektual, jelas alat ukur yang digunakan akan berbeda.
Untuk pekerjaan yang bersifat penggunaan kemampuan fisik (physical work), ukuran keberhasilan pencapaian lebih mudah dilihat dan dapat ditrasir (traceable). Pekerjaan seperti ini biasanya memanfaatkan material  yang jelas, memprosesnya secara manual atau dengan menggunakan mesin tertentu, dan selanjutnya hasil pekerjaannya (product) bisa dijual atau dimanfaatkan oleh orang lain.                   
Lalu ada pekerjaan yang dilakukan atas keterlibatan beberapa atau banyak pihak. Pekerjaan dilakukan tidak sendiri-sendiri, tetapi berhubungan dan melibatkan pihak lain. Pekerjaan seperti ini umumnya sangat memerlukan kemampuan untuk berinterelasi (kolaborasi). Seseorang yang melakukan sebagian kecil dari sebuah proses panjang, perlu meyakini bahwa apa yang dilakukannya, adalah proses terbaik yang bisa dilakukan. Kualitas kerja oleh masing-masing pihak akan menentukan hasil akhir dari pekerjaan yang dilakukan bersama.
Melihat moda dari pekerjaan-pekerjaan yang ada, maka strategi bisnis yang dijalankan sebuah perusahaan atau organisasi, selalu melihat unsur-unsur yang dominan pada organisasi tersebut. Apakah lebih mengedepankan model intelektual, atau pendekatan fisik, atau mempertimbangkan relasi-relasi antar manusia/organisasi yang saling berhubungan. Ketidakjelian kita mempertimbangkan ciri khas organisasi, sering menghasilkan keputusan organisasi yang keliru. Pada organisasi yang lebih mengedepankan kapasitas intelektual, strategis bisnis yang dijalan kan adalah lebih memberikan prioritas pada kapasitas Sumber Daya Manusia. Kebijakan pendidikan (training), Focus Group Discussion, Seminar, Workshop, pemberian penjelasan kepada pegawai, dan memberikan kesempatan untuk melakukan proses dialog atau debate. Berbeda dengan organisasi yang mengedepankan kegiatan yang bersifat fisik atau material. Kita juga harus memberikan perhatian yang berbeda untuk pekerjaan yang bersifat relationship.
Ketidakjelian di dalam menjalankan strategi bisnis, akan berdampak negatif pada organisasi. bahkan terlalu sulit untuk bisa diperbaiki. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain, kecuali kita perlu mempertimbangkan bentuk dan ciri khas organisasi kita, lebih dominan kemana? Apakah lebih bersifat intelektual, mengandalkan fisik dan meterial, atau yang mempertimbangkan relationship antar orang dan antar organisasi.  
-->

Wednesday 9 August 2017

Leadership, Attitude Pegawai, dan Kinerja Organisasi

toto zurianto

Pada dasarnya bagian paling penting dari keberadaan pegawai pada suatu organisasi menyangkut kontribusinya. Apa yang bisa diberikan pegawai, sangat penting untuk dijadikan prioritas. Kita selalu harus berusaha dan menjaga, agar pegawai bisa menjadi assets yang produktif. Jangan sampai menjadi beban atau liabilities. Pada perusahaan modern di banyak negara, pemutusan hubungan kerja, sangatlah mudah dilakukan. Tetapi di Indonesia, PHK tentu saja bukan pilihan yang bagus. Karena itu perlu untuk dihindari. Inilah salah satu cara yang paling sesuai. Tetapi bagaimana melakukannya?

Menjaga keseimbangan
Pertama, sebagaimana yang dikatakan Dave Ulrich (Why Work, halaman 5), Kita perlu membangun attitude dari seluruh karyawan/pegawai. Atitude pegawai pada dasarnya dijadikan sebagai lead indicator yang merefleksikan tingkat kepuasan dari para stakeholders. Karena attitude pegawai akan mempengaruhi kompetensi dan komitmennya dalam bekerja. Hal ini kemudian akan berdampak kepada kinerja perusahaan (organization performance), dan kepuasan pelanggan (customer satisfaction). 
Salah satu bagian penting dari attitude adalah ketika seorang pegawai merasa dirinya mempunyai arti di lingkungan pekerjaannya (meaning at work). Kalau ini terjadi, maka dapat dipastikan, level kompetensinya menjadi semakin meningkat. Saat yang sama, dia akan penuh komitmen menjalankan pekerjaannya yang bermuara pada kontribusi dan performance bagi perusahaan. Kondisi ini sekaligus pada gilirannya, akan memunculkan kepuasan dan komitmen para customer atau stakeholders.
Inilah bagian penting yang selalu harus diciptakan. Karena selalu berhubungan dengan kinerja perusahaan/organisasi. Ketiga dimensi dan hubungan erat antara attitude pegawai (selalu memiliki perasaan punya arti bagi perusahaan), kontribusi pegawai karena memiliki kompetensi cukup dan komitmen yang tinggi, serta komitmen dan kepuasan stakeholders, termasuk menjadi bagian intangible asset yang sering tidak terlihat pada balance sheet perusahaan. 
Faktor Intangible Assets ini adalah hal-hal utama yang kekuatannya sangat ditentukan dari kapasitas dari seorang pemimpin. Kapasitas Leadership mempunyai peran yang tinggi, karena apa yang dilakukannya selalu berhubungan dengan pengembangan talent, inovasi, visi perusahaan, dan kapabilitas SDM (knowledge and skills). Dapat juga dikatakan bahwa level kompetensi atau profesionalisme SDM, komitmennya menjalankan pekerjaannya, dan semangat serta energi yang dikeluarkannya, pada akhirnya berpengaruh pada level intangible assets perusahaan/organisasi.
Karena itu, prioritas kepemimpinan seorang leader adalah membangun iklim kerja yang membuat setiap orang menjadi terpacu dan semangat untuk mengeluarkan seluruh kapasitasnya. Setiap individu dihargai dan diberi waktu untuk berbicara, menyampaikan konsep (pemikiran). Sebaliknya para pegawai (SDM) perlu mengenal dan memahami, apa yang sedang dibangun dan menjadi prioritas Leadernya. Tentu saja keadaan ini menjadi moment atau kesempatan bagi Leader untuk menyampaikan gagasannya, apa yang menjadi pilihan utama, kedua dan selanjutnya. Paling tepat apabila hal ini dibangun melalui dialog dan komunikasi. Bukan melalui statement keputusan satu arah yang terkesan sebagai sebuah instruksi atau perintah. Kenapa harus melalui dialog? Karena kita sedang ingin membangun semangat kebersamaan, kolaborasi (synergy), dan memberikan arti (meaning) bagi semua orang. Kebijakan “ngeuwongke” dalam pendekatan manajemen Jawa, tetap relevan dan mempunyai pengaruh positip. Bagi pegawai, seorang pemimpin adalah bagaikan dewa. Tidak memerlukan penjelasan. Hanya memerlukan kebersamaan, memberikan tempat atau meaning, maka semua hal besar, pasti bisa diwujudkan. Inilah sentuhan attitude yang perlu dihadirkan.


-->


Saturday 5 August 2017

Efisiensi; Bukan pengurangan Anggaran!

toto zurianto

Efisiensi sederhananya adalah, menggunakan lebih sedikit biaya untuk mendapatkan hasil yang sama atau lebih banyak. Atau penggunaan biaya yang sama untuk sebuah hasil yang lebih besar. Namun demikian, pada sebuah organisasi, perusahaan, atau lembaga negara yang besar dan strategis, istilah efisiensi, perlu dirumuskan secara lebih lengkap dan terukur. Efisiensi dengan sekedar pengurangan atau pemotongan biaya diikuti dengan penurunan fasilitas untuk sekedar memenangkan simpati eksternal, dampaknya sering negatif, bahkan bisa menghancurkan perjalanan perusahaan. Efisiensi tidak hanya berhubungan dengan strategi keuangan, tetapi juga rencana kerja strategis organisasi, sistem-sistem kelembagaan yang dibangun, aspek kepemimpinan, dan strategi sumber daya organisasi, termasuk SDM.

Jadi, sering istilah efisiensi dihubungkan dengan efektivitas dan pencapaian-pencapaian sasaran organisasi. Karena itu kadang-kadang, pada akhirnya, sebenarnya kita sedang memerlukan lebih banyak resources, bukan potong memotong "gubyah-uyah" saja. Seperti yang dikatakan Kendall dan Daloisio, sering prosesnya justru biaya yang lebih, atau "budget for more than you think is needed (Kendall and Daloisio, halaman215).

Jadi sebuah proses perubahan untuk menjadi efisien, bukan pengurangan kegiatan, dan kemudian pengurangan resources dan budget. Perubahan untuk menjadi lebih efisien, selalu berbicara mengenai kegiatan dan target. Apa yang akan kita lakukan dan seharusnya kita jalankan. Dikaitkan dengan misi dan visi serta tantangan organisasi, dihubungan dengan potensi organisasi yang tersedia, baik sistem dan semua sumber daya yang mendukung, tentu saja termasuk Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai engine program perubahan, maka perubahan itu selalu berbicara tentang behavioral issues.

Perilaku SDM yang berhubungan dengan munculnya proses kerja (yang baru), skill dan knowledge yang diperlukan, serta team kerja dan individu-individu yang mendukung program baru, perlu lebih kuat, menyatu, dan menjadi sebuah "incorporated" yang lebih terintegrasi.
Situasi seperti ini hanya bisa dijawab, ketika seorang Pimpinan bisa tidak terbelenggu pada pemahaman atau jargon yang sempit. Target efisiensi sebenarnya, bisa bagus. Tetapi ketika dilakukan tanpa perhitungan dan hanya mampu memotong anggaran dan kegiatan, semuanya menjadi absurd. Apalagi kalau itu hanya sekedar untuk membuat kesan munculnya kepemimpinan yang hemat. Sebuah perusahaan atau lembaga memerlukan pola kerja yang terstruktur dan simbol kepemimpinan yang memahami apa yang ingin dilakukannya. Jadi, sangat mungkin, pada suatu saat, kita sebenarnya perlu lebih banyak pengalokasikan sumber daya organisasi secara lebih.  Pemimpin perlu lebih banyak berinvestasi,  mengalokasikan ekstra waktu, ekstra energy untuk tugas yang lebih jelas. Tentu saja dengan alokasi dana yang lebih besar. Karena kita tidak pernah hidup sendiri. Selalu dan perlu melakukan benchmark pada situasi dan kondisi lingkungan.

Friday 4 August 2017

Pemimpin; Ayo Move on

toto zurianto

Tulisan kecil dari Socrates, seorang filosop Yunani terkenal, "Let Him who would move the World, first Move Himself". Ini sebuah proverb yang biasa kita temukan. Jangan pernah sekedar bicara perubahan, tetapi kita masih tetap berdiri di tempat. Kita sering menemukan munculnya pemimpin-pemimpin lemah yang lebih banyak menggunakan kekuasaan (power) di dalam melakukan proses (perubahan) yang diyakininya. Ada Pemimpin yang melakukan proses perubahan secara ujug-ujug. Secara cepat melakukan asumsi dan pengambilan keputusan, langsung melakukan eksekusi cepat. Untuk mendukung keputusannya, pemimpin seperti ini, berusaha menciptakan situasi "krisis" yang hanya dimengerti oleh dirinya sendiri. Pemimpin melakukan proses perubahan, tetapi tidak melakukan komunikasi, sebenarnya kita sedang melakukan kegiatan apa. Analisis situasi seperti apa yang menjadi background proses perubahan yang sedang dijalankan. Lalu kegiatan-kegiatan apa yang akan kita lakukan diserta target-target yang akan dicapai. Kemudian siapa yang menjalankan proses perubahan itu? Apakah melibatkan orang atau hanya dilakukan oleh segelintir orang?
Inilah situasi kepemimpinan yang kita sebut tidak move on.  Pemimpin yang memiliki asumsi sendiri dan bergerak seperti inteligent yang tidak dipahami orang-orang yang ada, sungguh membuat masyarakat menjadi semakin buta. Kita tidak tahu apa yang dilakukan, tiba-tiba muncul keputusan-keputusan perubahan organisasi tanpa komunikasi. Tentu saja tidak pernah ada pembahasan sebelumnya. Lebih hebat, pemimpin seperti ini juga tidak segan untuk melakukan perubahan-perubahan team kerja, melakukan mutasi dan promosi pegawai secara cepat, tertutup, dan tanpa alasan yang jelas.
Proses perubahan memerlukan pemimpin yang cepat move-on. Penting untuk melakukan komunikasi dan tentunya mempercayai tim kerja yang ada. Dalam proses perubahan, memang selalu ada yang berada di luar tembok. Tetapi tetap perlu dikomunikasikan, dilibatkan, diangkat martabatnya. Seperti kata Kendall dan Daloisio, "leaders trusted and empowered their people to contribute their brilliance to the change", (Change The Way You Change; 5 Roles of Leaders Who Accelerate Business Performance, 2017, halaman  147).
Pemimpin memang akhirnya harus move-on. Mari melihat dan menggunakan behavioural approach sebelum melakukan perubahan-perubahan yang bersifat hard aspek. Pemimpin harus spend time on the soft to overcome the hard. People adalah aset organisasi yang sangat berharga yang harus disentuh terlebuh dahulu, didayagunakan, dan diajak untuk mengeluarkan kekuatan mereka secara penuh.

Thursday 3 August 2017

Panggung Politik Indonesia

toto zurianto

Berita hari Rabu, Hary Tanoe, HT dan Partai miliknya Perindo , mendukung Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019. Menarik, karena ini Baru Berita, atau Ini Berita Baru. Jelas ini bukan Sandiwara, meskipun sedang menjadi panggung berita. Beritanya baru sepenggal, belum ada kejelasan. Tetapi memang kita tidak memerlukan penjelasan. Sepenggal cukuplah. Buat apa seribu satu alasan atau faktor-faktor pendukung. Masyarakat tidak memerlukan penjelasan. Lawan Politik juga tidak memerlukannya. Mari kita lihat dan tunggu. Kita nikmati juga bagaimana perkembangan politiknya. Bagaimana alur cerita dan sandiwara yang sedang berjalan.
Seperti sedang menikmati alunan Ahmad Albar (Godbless) melalui Dunia Panggung Sandiwara. Selalu dan tergantung dari peran yang sedang kita mainkan. Suatu saat kita menjadi Juragan, juga nantinya bisa menjadi Rakyat Biasa. Atau apakah anda sedang menjadi Badut, atau bahkan memainkan peran seorang Kesatria. Semua boleh, tidak perlu ada yang melarang. Tidak juga perlu marah. Kesal boleh, tetapi tidak marah. Ini bukan bicara kebenaran. Tetapi sesuatu yang boleh, bisa dibenarkan, dan tidak perlu disalahkan.
Memang akan ada analisis tajam dan ilmiah. Kenapa HT akhirnya memilih pilihan seperti ini. Mungkin HT punya semangat dan idealism untuk membangun bangsa. Hal ini tidak mungkin dia lakukan di luar pemerintahan. Meskipun dia memiliki semuanya, banyak yang sudah dimiliki. Tetapi tetap menjadi pribadi dan partai “oposisi”. Sebuah partai baru yang menjadi oposisi, sangat tidak mudah. HT merasakan penderitaan fisik dan batin yang hebat selama ini. Dia bisa menjadi Presiden Perindo dengan pengikut luar biasa. Dia punya massa, punya orang-orang yang memberikan “penghormatan”, punya lagu kebangsaan yang berkumandang setiap saat melalui jaringan Televisi Indovision yang luas, punya jaringan Koran (Sindo) yang luas yang kualitasnya tidak jelek, bahkan punya jaringan radio dangdut yang bisa membuat masyarakat bergoyang penuh semangat. Pokoknya HT selama ini layaknya seorang Presiden juga yang dihormati pengikutnya.
Tetapi HT tidak punya kawan di pemerintahan. Bahkan HT punya musuh. Bahkan dia, paling tidak merasa ditekan hebat selama setahun terakhir. Musuh pertama HT Kejaksaan. Paling tidak ini versi HT. Karena kejaksaan pasti tidak menganggap HT sebagai musuh. Kejaksaan pasti hanya “sedang menjalankan tugas”. Apalagi karena Jaksa Agung kebetulan berasal dari Partai Nasdem yang menjadi pendukung partai pemerintah, maka, HT merasa disikat disana dan disini. HT menganggap, semuanya persoalan politik dan politisasi kasus. 
Untuk menghadapi musuh pertama ini, yang berawal dari kasus perselisihan Mobile 8, HT harus berjibaku kiri-kanan. Tentu saja kawan-kawannya sesama oposisi tidak mungkin bisa membantu. HT sangat lelah, meskipun selalu kampanye di media-nya sendiri. Masyarakat penonton Indovision dibuat “bosan” dengan “iklan” HT dan MNC Group yang kampanye terus menerus tentang “kebenaran” dalam kasus Mobile 8. HT melalui medianya, termasuk Koran Sindo Group tidak bosan-bosan melakukan penyerangan. Bahkan bila perlu dengan “menggunakan mulut” para expert hukum atau politisi tertentu.
Lalu siapa musuh kedua HT? Tetap saja kejaksaan. Mungkin masih berhubungan dengan kasus pertama. Tetapi disini lebih kepada kasus ancam mengancam. Seorang atau beberapa oknum jaksa mengadukan HT yang dinilainya telah mengancam tugas-tugas jaksa. Wah menjadi berabeh.
Sebenarnya masih ada beberapa musuh HT yang lain. Tetapi yang sering dianggapnya musuh tentu saja “pemerintah”. Sebagai sesama partai oposisi, Partai Perindo dan HT perlu melakukan kritik secara terus menerus. Beda dengan Partai Gerindra yang lebih banyak mengangkat isu politik dan bermain pada tatanan Undang-undang yang lebih berpengaruh pada pelaksanaan pemilihan umum. HT terus menerus memainkan peran oposisi kepada pemerintah. Biasanya menyangkut pembangunan ekonomi yang dinilainya “sangat tidak merata” dan tidak memberikan porsi yang baik kepada masyarakat miskin. Pembangunan Ekonomi Presiden dinilai “tidak adil” dan tidak mampu mengurangi ketimpangan di masyarakat. Jargon ekonomi seperti ini dinilai memberikan pengaruh yang luar biasa.

Akhirnya memang Jadi Pusing
Seperti biasanya, pemerintah acuh tak acuh saja pada kritikan-kritikan HT. Bukan tidak penting, tetapi, mungkin gaungnya dinilai terlalu pribadi, sanga lokal, dan tidak menggema. Pemerintah atau masyarakat melihat, apa yang dilakukan HT tidak sesuai dengan kehidupan Group Usaha HT (MNC Group) yang juga semakin menggurita. Jadi istilahnya “anjing menggonggong, khafilah berlalu”. Jadi, musuh ketiga ini, juga berlalu begitu saja.
HT bingung, apa salah saya sebenarnya? "Saya sudah memberikan banyak hal kepada bangsa ini. Tetapi kenapa saya terus menjadi sasaran tembak yang tidak selesai". HT merasa hidupnya tetap tidak nyaman. Tiap hari melewati penderitaan, meskipun ditengah keglamouran Partai Perindo dan kekuatan bisnis MNC Group. Jadi, kepalanya Pusing. Akhirnya, mungkin dengan menjadi pendukung partai pemerintah, tekanan menjadi hilang dan hidup menjadi nyaman. Kita tidak tahu akhir dari cerita ini. Kita tunggu Serial Sandiwara selanjutnya. Semoga Pak Sutradara tetap semangat memberikan peran kepada para pemainnya.
-->

Wednesday 2 August 2017

Sebuah Tatatan Perberasan Indonesia

toto zurianto

Polisi menetapkan dan kemudian menahan Direktur PT Indo Beras Unggul IBU sebagai tersangka pelanggaran Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang Pangan. Kita memerlukan lebih banyak informasi mengenai alasan-alasan penetapan tersangka dan penahaman Direktur PT IBU ini. Belum ada kasus tentang kebijakan perberasan yang pernah sampai ke kepolisian selama ini. Atau tepatnya, kasus ini sangat menarik perhatian publik mengenai kebijakan perberasan Indonesia yang dinilai belum menunjukkan banyak perbaikan. Menurut Berita Televisi Rabu siang (antara lain Berita TV One, 2 Agustus 2017), PT IBU dinilai melanggar peraturan dan Undang-undang karena membeli Gabah (padi) dari petani dengan harga yang relatif lebih/sangat tinggi. Kemudian setelah mengolahnya, mereka menjualnya ke pasar (dalam bentuk beras) dengan harga yang sangat mahal (atau harga yang relatif lebih mahal). Hal ini dinilai telah memberikan kerugian bagi banyak pihak.
Kita belum mengetahui bagaimana kesimpulan yang sedikit lucu kalau kita tidak melihat berbagai aturan atau Undang-undang perberasan kita. Termasuk keberadaan serta misi/visi keberadaan PT IBU. Apakah perusahaan ini dilahirkan untuk mencari Gabah yang sangat murah, dan boleh menjual hasil (berasnya)  dengannharga yang juga murah. Apakah PT IBU dilahirkan untuk boleh rugi atau perlu untung sedikit tetapi tidak boleh rugi.
Juga sangat menarik perhatian kita. Apakah PT IBU menjual beras dengan harga tinggi dengan memaksa pembeli untuk membeli, atau membiarkan proses jual beli berlaku umum di pasar secara bebas suka sama suka.
Kita menunggu kasus ini, juga tentang sistem perberasan Indonesia. Apakah kita masih tetap sebagai surga kegiatan impor beras, sementara wilayah tanah air Indonesia sangatlah luas dan subur untuk penanaman padi. Atau, kita bisa swasembada beras dan menjadi negara pengekspor beras yang hebat.

Tuesday 1 August 2017

Sebuah Perubahan; Pertama Fokus, dan Membangun Sinergi

toto zurianto

Kita tidak bisa melupakan bagaimana John P. Kotter mengajarkan kita mengenai 8 langkah yang harus dijawab sebelum melakukan proses perubahan. Dia merangkaikannya menjadi guideline melalui 8 Steps Process in Leading Change, yaitu; pertama, menetapkan Sence of Urgency. Lalu, Build A Guiding Coalition dan Bentuklah A Strategic Vision Initiative. Keempat, kita harus membentuk para Tropper sebagai A Volunteer Army. Kelima, Enable Action by removing Barriers. Keenam, jangan terlalu lama untuk mewujudkan kemenangan-kemenangan kecil (quick wins). Ketujuh, Sustain Accelaration, dan terakhir Kedelapan, menjadikan perubahan sebagai warna kelembagaan (Institute Change) yang khas dan berlangsung terus menerus. Perubahan memang berjalan dan berproses seperti itu. Tidak bisa hanya mengambil sepenggal dan meninggalkan yang lain. Karena itu kita perlu fokus. Ini kita bangun sebagai fondasi yang dicapai melalui penetapan Sence of Urgency. Sasaran, Harapan, dan Ukuran pencapaian, kita bahas dan dirumuskan. Biar semua orang mempunyai pegangan yang sama. Itu selanjutnya menjadi arah kegiatan.

Jangan suka memonopoli kebenaran sebelum memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menyampaikan pendapatnya. Kita bukan siapa-siapa yang tahu segalanya. Mencapai sesuatu bukan proses perubahan. Melakukan sedikit hal atau banyak hal bersama-sama, selalu bersifat sustain dan jangka panjang. Ini yang lebih dahulu harus kita kerjakan. Fokus pada sebuah tujuan, lalu bagaimana memanfaatkan semua potensi Sumber Daya (Manusia) secara maskimal.

Change; The Way You Change

toto zurianto

Perubahan memang diperlukan. Dan sebaiknya selalu terjadi, baik pada perusahaan besar, menengah, ataupun pada sebuah lembaga negara. Kenapa perlu berubah? Karena kita sering lupa, lalai. Kita suka terjebak pada sebuah zona yang nyaman. Kita merasa sudah berbuat sangat banyak. Kita seperti sudah menjadi Pahlawan. Padahal suasana di sekeliling kita sudah berbeda. Kita sering tidak lagi menjadi The Star dan Hero.
Jadi, sebuah perubahan bukan pilihan. Melakukan Perubahan adalah sebuah tahap atau perjalanan yang seharusnya terjadi dan tidak perlu kita sesali.  Bagi seorang pemimpin, proses perubahan memang sebuah bagian dari agenda kepemimpinan. Terutama bagi pemimpin di era sekarang di Abad ke 21 ini (R. Kendall Lyman and Tony C. Daloisio, Change! The Way You Change, 2017).

Lalu bagaimana seorang Pemimpin melakukan proses perubahan? Inilah sebuah pemahaman yang perlu mendapat perhatian. Kita tidak menginginkan adanya hambatan. Jangan sampai, ide perubahan berbuah kegagalan. Masyarakat, atau businessman, tidak menginginkan munculnya sejarah kegagalan dan tidak maksimal. Jangan sampai, seorang pemimpin hanya melakukan kerja artifisial dan simbol semata. Dalam suasana keterbatasan, perubahan memerlukan kalkulasi. Kita tidak boleh hanya mengandalkan ide dan semangat. Kita memerlukan lebih banyak informasi dan data. Termasuk juga sebuah winning team yang punya semangat baja. Jangan sampai bergerak dalam keterbatasan dan kapasitas individual. Pemimpin perlu lebih dahulu membangun semangat kebersamaan (sinergi). Potensi The Winning Team, perlu diutilisasi secara maksimal.

Lalu, ketika kita sudah mempunyai the winning team dengan semangat baja untuk berubah, kita tetap perlu menjawab beberapa pertanyaan dasar sebagai prelimenary kerja, antara lain misalnya, hasil apa yang sedang/akan kita perjuangankan, istilahnya "what do we need to do to increase our performance capacity". Kita bukan sedang berjudi. Kita perlu sasaran dan tentunya kalkulasi. Kita bukan sedang menginginkan sekedar perubahan. Harus ada result tertentu yang ingin kita perbaiki dan tingkatkan.
Kemudian, kita perlu mengetahui atau memperkirakan, bagaimana kita nanti, setelah melakukan perubahan-perubahan. Apakah akan menjadi lebih baik, atau hanya biasa saja? Apakah kita saat ini sudah benar-benar sedang sekarat?
Ini adalah pertanyaan-pertanyaan mendasar sebelum menjalankan proses perubahan. Pemimpin perlu melakukan deeply analysis terlebih dahulu. Kita sering mendengar berbagai statement politik yang membuat kita tidak lagi memahami situasi secara jernih. Para Pimpinan Program Perubahan dan Team Manajemen Perubahan perlu memahami dan memberikan penjelasan mengenai langkah perubahan yang sedang dilakukan. Kita bukan siapa-siapa yang bisa bekerja sendiri. Kita perlu berbagai obat dan gagasan. Dan yang paling penting adalah, bagaimana melibatkan lebih banyak orang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar sebelum melanjutkan perubahan.