Thursday, 3 August 2017

Panggung Politik Indonesia

toto zurianto

Berita hari Rabu, Hary Tanoe, HT dan Partai miliknya Perindo , mendukung Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019. Menarik, karena ini Baru Berita, atau Ini Berita Baru. Jelas ini bukan Sandiwara, meskipun sedang menjadi panggung berita. Beritanya baru sepenggal, belum ada kejelasan. Tetapi memang kita tidak memerlukan penjelasan. Sepenggal cukuplah. Buat apa seribu satu alasan atau faktor-faktor pendukung. Masyarakat tidak memerlukan penjelasan. Lawan Politik juga tidak memerlukannya. Mari kita lihat dan tunggu. Kita nikmati juga bagaimana perkembangan politiknya. Bagaimana alur cerita dan sandiwara yang sedang berjalan.
Seperti sedang menikmati alunan Ahmad Albar (Godbless) melalui Dunia Panggung Sandiwara. Selalu dan tergantung dari peran yang sedang kita mainkan. Suatu saat kita menjadi Juragan, juga nantinya bisa menjadi Rakyat Biasa. Atau apakah anda sedang menjadi Badut, atau bahkan memainkan peran seorang Kesatria. Semua boleh, tidak perlu ada yang melarang. Tidak juga perlu marah. Kesal boleh, tetapi tidak marah. Ini bukan bicara kebenaran. Tetapi sesuatu yang boleh, bisa dibenarkan, dan tidak perlu disalahkan.
Memang akan ada analisis tajam dan ilmiah. Kenapa HT akhirnya memilih pilihan seperti ini. Mungkin HT punya semangat dan idealism untuk membangun bangsa. Hal ini tidak mungkin dia lakukan di luar pemerintahan. Meskipun dia memiliki semuanya, banyak yang sudah dimiliki. Tetapi tetap menjadi pribadi dan partai “oposisi”. Sebuah partai baru yang menjadi oposisi, sangat tidak mudah. HT merasakan penderitaan fisik dan batin yang hebat selama ini. Dia bisa menjadi Presiden Perindo dengan pengikut luar biasa. Dia punya massa, punya orang-orang yang memberikan “penghormatan”, punya lagu kebangsaan yang berkumandang setiap saat melalui jaringan Televisi Indovision yang luas, punya jaringan Koran (Sindo) yang luas yang kualitasnya tidak jelek, bahkan punya jaringan radio dangdut yang bisa membuat masyarakat bergoyang penuh semangat. Pokoknya HT selama ini layaknya seorang Presiden juga yang dihormati pengikutnya.
Tetapi HT tidak punya kawan di pemerintahan. Bahkan HT punya musuh. Bahkan dia, paling tidak merasa ditekan hebat selama setahun terakhir. Musuh pertama HT Kejaksaan. Paling tidak ini versi HT. Karena kejaksaan pasti tidak menganggap HT sebagai musuh. Kejaksaan pasti hanya “sedang menjalankan tugas”. Apalagi karena Jaksa Agung kebetulan berasal dari Partai Nasdem yang menjadi pendukung partai pemerintah, maka, HT merasa disikat disana dan disini. HT menganggap, semuanya persoalan politik dan politisasi kasus. 
Untuk menghadapi musuh pertama ini, yang berawal dari kasus perselisihan Mobile 8, HT harus berjibaku kiri-kanan. Tentu saja kawan-kawannya sesama oposisi tidak mungkin bisa membantu. HT sangat lelah, meskipun selalu kampanye di media-nya sendiri. Masyarakat penonton Indovision dibuat “bosan” dengan “iklan” HT dan MNC Group yang kampanye terus menerus tentang “kebenaran” dalam kasus Mobile 8. HT melalui medianya, termasuk Koran Sindo Group tidak bosan-bosan melakukan penyerangan. Bahkan bila perlu dengan “menggunakan mulut” para expert hukum atau politisi tertentu.
Lalu siapa musuh kedua HT? Tetap saja kejaksaan. Mungkin masih berhubungan dengan kasus pertama. Tetapi disini lebih kepada kasus ancam mengancam. Seorang atau beberapa oknum jaksa mengadukan HT yang dinilainya telah mengancam tugas-tugas jaksa. Wah menjadi berabeh.
Sebenarnya masih ada beberapa musuh HT yang lain. Tetapi yang sering dianggapnya musuh tentu saja “pemerintah”. Sebagai sesama partai oposisi, Partai Perindo dan HT perlu melakukan kritik secara terus menerus. Beda dengan Partai Gerindra yang lebih banyak mengangkat isu politik dan bermain pada tatanan Undang-undang yang lebih berpengaruh pada pelaksanaan pemilihan umum. HT terus menerus memainkan peran oposisi kepada pemerintah. Biasanya menyangkut pembangunan ekonomi yang dinilainya “sangat tidak merata” dan tidak memberikan porsi yang baik kepada masyarakat miskin. Pembangunan Ekonomi Presiden dinilai “tidak adil” dan tidak mampu mengurangi ketimpangan di masyarakat. Jargon ekonomi seperti ini dinilai memberikan pengaruh yang luar biasa.

Akhirnya memang Jadi Pusing
Seperti biasanya, pemerintah acuh tak acuh saja pada kritikan-kritikan HT. Bukan tidak penting, tetapi, mungkin gaungnya dinilai terlalu pribadi, sanga lokal, dan tidak menggema. Pemerintah atau masyarakat melihat, apa yang dilakukan HT tidak sesuai dengan kehidupan Group Usaha HT (MNC Group) yang juga semakin menggurita. Jadi istilahnya “anjing menggonggong, khafilah berlalu”. Jadi, musuh ketiga ini, juga berlalu begitu saja.
HT bingung, apa salah saya sebenarnya? "Saya sudah memberikan banyak hal kepada bangsa ini. Tetapi kenapa saya terus menjadi sasaran tembak yang tidak selesai". HT merasa hidupnya tetap tidak nyaman. Tiap hari melewati penderitaan, meskipun ditengah keglamouran Partai Perindo dan kekuatan bisnis MNC Group. Jadi, kepalanya Pusing. Akhirnya, mungkin dengan menjadi pendukung partai pemerintah, tekanan menjadi hilang dan hidup menjadi nyaman. Kita tidak tahu akhir dari cerita ini. Kita tunggu Serial Sandiwara selanjutnya. Semoga Pak Sutradara tetap semangat memberikan peran kepada para pemainnya.
-->

No comments: