Pada dasarnya bagian paling penting dari keberadaan pegawai pada suatu organisasi menyangkut kontribusinya. Apa yang bisa diberikan pegawai, sangat penting untuk dijadikan prioritas. Kita selalu harus berusaha dan menjaga, agar pegawai bisa menjadi assets yang produktif. Jangan sampai menjadi beban atau liabilities. Pada perusahaan modern di banyak negara, pemutusan hubungan kerja, sangatlah mudah dilakukan. Tetapi di Indonesia, PHK tentu saja bukan pilihan yang bagus. Karena itu perlu untuk dihindari. Inilah salah satu cara yang paling sesuai. Tetapi bagaimana melakukannya?
Menjaga keseimbangan
Pertama, sebagaimana yang dikatakan Dave Ulrich (Why Work, halaman 5), Kita perlu membangun attitude dari seluruh karyawan/pegawai. Atitude pegawai pada dasarnya dijadikan sebagai lead indicator yang merefleksikan tingkat kepuasan dari para stakeholders. Karena attitude pegawai akan mempengaruhi kompetensi dan komitmennya dalam bekerja. Hal ini kemudian akan berdampak kepada kinerja perusahaan (organization performance), dan kepuasan pelanggan (customer satisfaction).
Salah satu bagian penting dari attitude adalah ketika seorang pegawai merasa dirinya mempunyai arti di lingkungan pekerjaannya (meaning at work). Kalau ini terjadi, maka dapat dipastikan, level kompetensinya menjadi semakin meningkat. Saat yang sama, dia akan penuh komitmen menjalankan pekerjaannya yang bermuara pada kontribusi dan performance bagi perusahaan. Kondisi ini sekaligus pada gilirannya, akan memunculkan kepuasan dan komitmen para customer atau stakeholders.
Inilah bagian
penting yang selalu harus diciptakan. Karena selalu berhubungan dengan kinerja
perusahaan/organisasi. Ketiga dimensi dan hubungan erat antara attitude pegawai (selalu memiliki
perasaan punya arti bagi perusahaan), kontribusi
pegawai karena memiliki kompetensi cukup dan komitmen yang tinggi, serta komitmen dan kepuasan stakeholders,
termasuk menjadi bagian intangible asset yang sering tidak terlihat pada
balance sheet perusahaan.
Faktor Intangible Assets ini adalah hal-hal utama
yang kekuatannya sangat ditentukan dari kapasitas dari seorang pemimpin.
Kapasitas Leadership mempunyai peran yang tinggi, karena apa yang dilakukannya
selalu berhubungan dengan pengembangan talent, inovasi, visi perusahaan, dan
kapabilitas SDM (knowledge and skills). Dapat juga dikatakan bahwa level
kompetensi atau profesionalisme SDM, komitmennya menjalankan pekerjaannya, dan
semangat serta energi yang dikeluarkannya, pada akhirnya berpengaruh pada level
intangible assets perusahaan/organisasi.
Karena itu,
prioritas kepemimpinan seorang leader adalah membangun iklim kerja yang membuat
setiap orang menjadi terpacu dan semangat untuk mengeluarkan seluruh
kapasitasnya. Setiap individu dihargai dan diberi waktu untuk berbicara,
menyampaikan konsep (pemikiran). Sebaliknya para pegawai (SDM) perlu mengenal dan
memahami, apa yang sedang dibangun dan menjadi prioritas Leadernya. Tentu saja keadaan ini menjadi moment atau kesempatan bagi Leader untuk menyampaikan gagasannya, apa yang menjadi pilihan
utama, kedua dan selanjutnya. Paling tepat apabila hal ini dibangun melalui dialog dan
komunikasi. Bukan melalui statement keputusan satu arah yang terkesan sebagai
sebuah instruksi atau perintah. Kenapa harus melalui dialog? Karena kita sedang
ingin membangun semangat kebersamaan, kolaborasi (synergy), dan memberikan arti
(meaning) bagi semua orang. Kebijakan “ngeuwongke” dalam pendekatan manajemen
Jawa, tetap relevan dan mempunyai pengaruh positip. Bagi pegawai, seorang pemimpin adalah bagaikan dewa. Tidak memerlukan penjelasan. Hanya memerlukan kebersamaan, memberikan tempat atau meaning, maka semua hal besar, pasti bisa diwujudkan. Inilah sentuhan attitude yang perlu dihadirkan.
-->
No comments:
Post a Comment