Sunday 8 December 2013

Medan, Kuala Namu, dan Kereta Api Bandara

toto zurianto

Polonia yang padat dan kumuh kini tinggal kenangan. Sejak bulan puasa lalu, masyarakat Medan dan Sumatera Utara, atau siapa saja yang berkunjung ke Medan dengan pesawat udara, berkesempatan menikmati Bandara baru yang modern, (masih) bersih dan dari sisi penerbangan (take-off dan landing, serta parkir pesawat) sangatlah aman.

Biaya pembangunan Bandara yang disebut Kuala Namu (call sign KNO) tentu sangatlah besar, tetapi pasti memberikan manfaat besar. Tidak saja bagi masyarakat dan perkembangan bisnis di Sumatera Utara, juga bagi siapa saja yang menggunakan Bandara tersebut. Apalagi, berbeda dengan bandara-bandara Indonesia yang lain, Bandara Kuala Namu, juga memiliki fasilitas kereta api yang hebat yang dapat menghubungi Bandara dengan Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Medan, hanya dalam waktu 37-47 menit yang bergerak tanpa hambatan.  Apalagi sejak November ini, kereta Bandara yang digunakan sudah bertambah dengan kereta brand new produksi Korea.

Kerata api adalah salah satu pilihan  terbaik dan anti macet. Ini salah satu alternatif terbaik yang tidak dimiliki Bandara Soekarno Hatta, Bandara Hasanuddin, atau Bandara Surabaya. Hanya dengan membayar Rp80 ribu, kita hanya memerlukan waktu 37 menit untuk sampai ke Bandara. Bayangkan Bandara Soeta yang sering membuat kita frustasi, takut ketinggalan pesawat, terpaksa menghabiskan waktu 3 atau 4 jam kalau mau aman.

Di Medan, apabila kita sudah city check-in, atau check-in di Stasion Kereta Api Bandara di Medan, tentunya semuanya menjadi sangat mudah. Saat ini, sejak jam 04.00 pagi sampai pukul 21.30, ada 18 kali keberangkatan kereta api dari Medan ke Kuala Namo. Jadi hampir setiap jam bisa kita pilih sesuai dengan jadwal keberangkatan pesawat kita. Begitu juga jadwal kereta api dari Kuala Namo ke Medan City yang berangkat mulai jam 05.05 sampai dengan jam 23.30 sebanyak 18 kali keberangkatan.

Kini, ketika Bandara bagus ini mulai beroperasi dan menjadi semakin hebat lagi di masa yang akan datang, tugas kita adalah bagaimana mempertahankan Bandara Kuala Namo dengan Kereta Api Bandaranya menjadi tetap bersih dengan fasilitas yang terjaga.

Ya Bandara baru yang kita saksikan, adalah investasi mahal yang harus dijaga, bukan dirusak oleh orang-orang yang tidak punya rasa untuk merawat. Kini kita dengan sangat mudah bisa melihat, bagaimana masih banyak masyarakat kita yang berbuat semena-mena dan seenaknya terhadap Bandara baru yang indah itu.  Lihat di restaurant yang ada, situasinya masih seperti Bandara tua yang diwarnai oleh asap rokok, padahal semua kawasan gedung Bandara sudah ditetapkan sebagai kawasan bebas merokok, bebas asap rokok.

Ya kita tidak boleh menyerah. Hai para pemimpin, ini adalah tugas anda untuk menjaga agar Bandara kita tetap terawat, bagus, dan rapih. Biayanya terlalu mahal untuk tidak dijaga.

Wednesday 13 November 2013

Siapa Pemilik Masa Depan?

toto zurianto



Jaron Lanier,  adalah salah satu pemikir dan penulis yang karyanya akhir-akhir ini banyak dibaca dan dijadikan referensi bagi peminat teknologi informasi, kemanusiaan, dan kepemimpinan. Sebelumnya dia pernah menulis “You are Not a Gadget” yang seperti “Who Owns the Future”, juga menjadi best seller.
Sebagai pemikir dan ilmuwan di bidang teknologi informasi  dan computer scientist, ia juga seorang musisi. Tetapi, terutama yang paling penting, dia adalah seorang perintis (pioneer) dan innovator yang meramalkan terjadinya transformasi budaya teknologi (dansisteminformasi) dalam kehidupan masyarakat. Bukan hanya membangun efisiensi dan efektivitas organisasi, tetapi berperan dalam membentuk kultur dan hubungan diantara masyarakat dunia yang tidak lagi mampu melepaskan dirinya dari pengaruh gadget  yang sangat revolusioner.

Transformasi budaya yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan system informasi ini, antara lain terjadi karena kehidupan kita sehari-hari berada dalam dunia digital, atau berbasis teknologi digital.
Karena itu, dalam aspek kehidupan kita, termasuk yang paling penting dalam menetapkan atau memilih seorang pemimpin, maka persoalan teknologi informasi sangatlah besar pengharuhnya. Hampir tidak ada lagi sisi-sisi kehidupan kita yang tidak tersentuh dan tanpa dukungan teknologi digital. Lihat saja disekeliling kita, bahkan seorang pedagang sayurpun, kini selalu harus didukung oleh perangkat mobile phone untuk mengetahui pasokan yang paling baik dengan harga yang paling kompetitif.
Bagaimana kita bisa membayangkan sebuah negara seperti  Indonesia misalnya, lalu harus dipimpin oleh seorang yang tidak memahami dan tidak ikut dalam perkembangan teknologi dan sistem informasi.
Perusahaan photographi sehebat Kodak-pun terpaksa harus gulung tikar antara lain akibat respon pemimpinnya yang lamban dalam mengantisipasi perkembangan dunia digital. Kodak yang sempat mempekerjakan sekitar 140 ribu pegawai dan bernilai US$28 milyar, terpaksa bangkrut dan tidak mampu bangkit lagi. Padahal mereka termasuk pioneer dalam bidang camera digital yang kini menjadi pilihan utama peminat photographi (halaman 2).

Who Owns the Future adalah suatu gambaran yang memperlihatkan bagaimana jaringan perkembangan teknologi selalu menjadi factor penentu yang membuat kehidupan kita menjadi jatuhbangun, apakah menjadi baik ataupun mengalami resesi. Teknologi yang terus berevolusi dan membuat sisi kehidupan seperti menyatu dan lengket dengan teknologi itu sendiri, membuat langkah semua bangsa di dunia selalu harus mempertimbangkan perkembangan teknologi dan sistem informasi.
Tapi, Lanier percaya dan berharap, serta meyakini bahwa dunia digital, terutama melalui jaringan yang dikembangkannya memberikan nilai yang besar bagi kehidupan masyarakat dan bagi transaksi ekonomi masyarakat dunia. Dunia digital bukan membuat kita tenggelam, tetapi justru akan bangkit dan berkembang luas.
Buku setebal 396+xvi termasuk indeks ini cukup menarik dibaca, antara lain karena pengaruhnya yang besar bagi dunia ekonomi dan usaha, demokrasi, persaingan pasar internasional, nilai-nilai kemanusiaan, juga globalisasi dan kompleksitas pasar keuangan.
Bagian Pertama dari buku ini berkisah mengenai hal-hal yang membuat “manusia” melakukan tindakan tertentu untuk meningkatkan nilai tambah kehidupan, yaitu bagaimana membangun motivasi (dengan melakukan sesuatu). Banyak hal yang perlu diluruskan dan dimaksimalkan ketika kita berbicara melalui bahasa teknologi.

Kadang kita terlalu cepat untuk menyalahkan teknologi sebagai faktor penghambat dalam melakukan perubahan. Bahkan ketika kita tidak mampu bersaing, kita cenderung lebih tradisionil untuk memilih kehidupan yang lebih sederhana tanpa teknologi.
Padahal persoalan kita bukan teknologinya tetapi bagaimana  cara kita berpikir dan menggunakan teknologi yang sering (tidak tepat). The problem Is Not the Technology, but the Way we think about the Technology (halaman 15). Menurut Jaron, bahkan sampai akhir abad ini, kita tidak perlu khawatir dengan perkembangan teknologi yang akan membuat nilai kontribusi manusia menjadi semakin sedikit. Selalu teknologi memberikan harapan baru, juga menyebabkan terbukanya kesempatan kerja karena adanya kemajuan teknologi.

Buku ini sedikit berbeda. Dia bercerita tentang hebatnya perkembangan teknologi dan sistem informasi yang kini begitu besar memberikan pengaruh bagi cara-cara kita melakukan sesuatu, bahkan terutama dalam menjalankan pekerjaan. Tetapi dia juga bercerita mengenai terjadinya perubahan mengenai ilmu pengetahuan itu sendiri, mengenai cara-cara kita merespon kehidupan, soal kemanusiaan (humanisme), wisdom, dan bagaimana respon manusia tehadap lingkungan dan masa depannya. Bahkan tentang sikap kita kepada benda-benda mati, bumi, atau resources. Masih banyak persoalan (dunia) yang belum terjawab. Tetapi menjadikan sesuatu yang kompleks menjadi lebih mudah adalah tantangan kita saat ini ketika teknologi memainkan peran yang lebih luas dan menentukan. 

Buku ini perlu dibaca bagi para profesional, pemimpin, juga pejabat OJK. Pemahaman kita yang luas mengenai teknologi digital dan sistem informasi dan hubungannya dengan pengelolaan organisasi modern dan leadership sebagaimana yang diulas di buku ini, memberi peluang bagi kita untuk menaklukkan dunia modern secara efisien, efektif, dan bermanfaat. Tentu saja semua kita awali di internal organisasi kita, kemudian kita bermain pada level yang lebih tinggi, pada level nasional dan selanjutnya tidak terbatas, pentas duniapun mampu kita capai karena kita memanfaatkan pendekatan dunia digital. Dialah sang Pemilik Masa Depan itu.

 

Friday 23 August 2013

68 Tahun Merdeka

toto zurianto

Minggu-minggu ini, perayaan kemerdekaan RI ke 68 masih tetap meriah dilaksanakan, apakah di kantor pemerintah, di kampung-kampung, di sekolah, atau di pasar sekalipun. Ada kegembiraan di hati kita ketika kita berada di bulan Agustus. Apalagi khusus tahun ini, peringatan kemerdekaan ke 68 ini masih dalam suasana Lebaran Iedul Fitri. Jadi kegembiraannya bisa berlipat-lipat.
Hanya saja, ketika kita bergembira dan bersyukur, performance ekonomi kita sangatlah tidak berjalan searah. Sejak awal puasa, sampai menjelang akhir bulan Agustus, situasi nilai tukar Rupiah terus mendapatkan tekanan yang keras. Kini berkisar pada angka plus minus Rp11 ribuan untuk satu dollar Amerika. Banyak penyebabnya, salah satunya situasi dan kebijakan ekonomi di Amerika sendiri.
Tapi apapun penyebabnya, peringatan 68 tahun Merdeka adalah sesuatu yang kita jalankan dengan rasa syukur dan tetap prihatin.
Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, bukan saja mengenai nilai tukar rupiah dan pergerakan saham di pasar modal, juga situasi politik Indonesia menjelang Pemilihan Umum 2014. Padahal pengganggu utama perekonomian kita, diantaranya praktek korupsi dan nepotisme, penguasaan perekonomian pada sekelompok orang, sogok menyogok dalam mendapatkan proyek (pemerintah), pelaksanaan tender yang curang, dan berbagai transaksi ekonomi yang tidak terbuka.
Mari menjalani masa depan Indonesia lebih baik lagi. Banyak hal yang sudah dilakukan, tetapi masih banyak penyimpangan yang belum berhasil kita tertibkan, juga masih banyak tantangan masa depan yang harus kita perbaiki. Inilah tantangan ke depan yang belum selesai ketika kita merayakan proklamasi kemerdekaan ke 68. Merdeka dan tetap sungguh-sungguh bekerja.

Friday 7 June 2013

Mencari Pemimpin yang Humble

toto zurianto

Dua hal utama yang disebutkan Jim Collins (Good to Great) sebagai prasyarat seorang pemimpin level 5 (level Five Leadership), yaitu orang yang Professional will (sangat kompeten dan visioner) serta Humble, orang yang rendah hati, memberika kesejukan, membangun semangat, tetapi tidak ragu melakukan kritikan (atau bimbingan) untuk mencapai performance yang lebih hebat.


Pemimpin, pertama, karena kelahiran keputusan, atau secara formal, dia ditetapkan menjadi pemimpin setelah mengikuti rapat atau pertemuan pemangku kepentingan. Ini sebagai modal awal, tetapi, selanjutnya penting untuk mencapai tahap yang terbaik dalam karir dan kepemimpinannya.

Bagi Jim Collins, ini yang kedua penting, pemimpin itu selalu harus profesional dan visioner. Kita sering tidak nyaman ketika menyaksikan pemimpin hanya berkutat pada hal-hal kecil, hal-hal sederhana, dan cenderung mengulang-ulang apa yang sudah pernah dilakukan pada waktu sebelumnya. Pemimpin seperti ini, yang bekerja tanpa visi kuat, tetapi dengan gaya yang sedikit keras dan "rada tengil", banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

Tapi jangan heran, di zaman modern sekarang ini, banyak juga pemimpin yang percaya tahayul dan perdukunan. Ini sebenarnya pernah dicacat Mochtar Lubis di sekitar tahun 70-an yang disebutnya sebagai ciri manusia Indonesia yang tidak saja munafik (hipokrit), juga percaya tahyul.

Hati-hati, kalau di organisasi modern seperti Bank Indonesia, banyak juga orang yang percaya tahyul dan dukun, sehingga orang yang sebelumnya setengah intelektual (educated), tidak jarang terjerumus juga ke lembah praktek perdukunan seperti ini.

Jadi, sekali lagi, jangan lupa, pemimpin adalah orang yang memiliki kompetensi teruji, selalu menggunakan akal sehat, dan mempunyai visi ke depan yang luas (forward looking).
Terakhir, pemimpin modern, selalu menampilkan ketegasan dan kelembutan. Kita banyak melihat pemimpin yang memiliki visi kuat, tetapi kurang menghargai manusia. Ini sejelek-jeleknya pemimpin. Pemimpin adalah orang yang dihormati, dihargai, di-respek, karena kehebatannnya. Tetapi sekaligus dicintai dan dirindui karena penghargaannya yang tinggi kepada orang lain. Pemimpin, bukan orang yang berjarak puluhan atau ratusan kilometer dari orang yang dipimpin. Pemimpin, hanya berjarak satu meter, atau satu lembar kertas saja dengan orang yang dipimpin, atau anak buahnya. Karena itu, semuanya perlu memberikan respek kepada siapapun, apakah ke atasan, atau ke bawahan, kepada orang yang lebih tua, atau kepada seorang yang lebih muda. Hubungan-hubungan seperti ini yang akan membuat suatu organisasi menjadi hebat (great) dan saling trusted yang akhirnya bisa meningkatkan kinerja organisasi.

Kitapun mempunyai peran untuk membangun organisasi kita, apakah sebagai pemimpin, atau sebagai orang yang dipimpin. Bekerja, disamping memberikan kontribusi kepada lembaga atau organisasi, juga memberikan respek kepada siapa saja yang ada di sekitar kita. Itulah yang membuat diri kita menjadi terhormat dan dihargai.

Wednesday 22 May 2013

Pedagang Cina Glodok

toto zurianto

5/20/2013


Kawasan Kota, termasuk wilayah Glodok, sejak zaman Belanda telah menjadi pusat usaha dan pemukiman pengusaha etnis Tionghoa di Jakarta. Saat ini lokasi utama pedagang Glodok meliputi; Glodok Jaya (Hayam Wuruk), Glodok Plaza (Harco), Pinangsia, dan Glodok City. Masing-masing lokasi, biasanya memiliki spesialisasi barang dagangan tersendiri, apakah elektronik, AC dan alat pendingin, Gen Set (generator electric), perlengkapan rumah tangga, mesin-mesin, dan lain-lain.
Kawasan ini sudah hadir sejak zaman Belanda dan dirintis oleh generasi pertama penguasa Tionghoa yang menjalankan usahanya secara sangat sederhana melalui kerja keras yang djalankan bertahun-tahun dalam ikatan kekeluargaan yang ketat.

Bisnis Cina Glodok, atau pengusaha etnis Tionghoa kawasan Glodok, bahkan sampai saat sekarang, yang kini mulai dijalankan oleh generasi Ketiga, atau cucu dari para pendiri, umumnya tetap sebagai usaha bisnis tradisionil, tetapi dengan omset yang bisa sangat besar. Beberapa ciri dasar yang bisa kita temui antara lain, masih sangat banyak diantara mereka yang bekerja atas dasar kepercayaan dan hubungan kekeluargaan yang tinggi. Sentuhan modern memang sudah biasa ditemui di kawasan Glodok, tetapi cara mereka bekerja sungguhnya sangatlah tradisionil. Dimulai dari toko-toko kecil yang dilayani oleh para anggota keluarga tidak banyak yang didukung oleh kaum profesional yang bukan keluarga.

Lalu secara umum, pebisnis kawasan ini umumnya mengandalkan aspek kekeluargaan dan kejujuran yang luar biasa. Tidak jarang, bahkan menjadi pemandangan sehari-hari yang mudah ditemui, bagaimana kegiatan pinjam-meminjam uang diantara mereka bisa berlangsung dalam hitungan detik atau menit untuk transaksi pinjaman yang mencapai nilai ratusan juta Rupiah. Tidak ada perjanjian hukum yang dibuat, apalagi alat analisis seperti yang dilakukan oleh pihak perbankan (modern), bahkan sering tanpa kejelasan dan dukungan barang jaminan. Semua perjanjian hanya ditulis tangan pada kertas bekas yang memperlihatkan jumlah uang yang dipinjam beserta tanda tangan peminjam. Tidak ada kata-kata janji atau bea materai, semuanya adalah kepercayaan yang diwujudkan dalam bentuk kemudahan yang luar biasa.

Kepercayaan adalah nilai utama yang berlaku umum di kawasan Glodok yang secara umum, seluruh pengusaha atau pedagang pada masing-masing kawasan, sudah saling mengenal satu sama lain, bahkan asal muasal orang tua dan kebiasaan-kebiasaan yang sering mereka lakukan. Tetapi bagi orang-orang yang dinilai telah melanggar aturan umum yang mereka jalankan, secara mudah, menjalankan hukuman sosial yang sangat berat sehingga terpaksa harus angkat kaki dari kawasan tersebut.

Dengan cara seperti itu, banyak konglomerat Indonesia yang ternyata awalnya memulai usahanya secara tradisionil dan kekeluargaan dari kawasan Glodok ini. Bahkan beberapa perusahaan modern Indonesia adalah orang-orang yang selama puluhan tahun menjalankan usaha secara kekeluargaan dan tradisionil, seperti yang kini mulai hadir sebagai supermarket bisnis keperluan rumah dan kantor secara modern, seperti; Ace Hardware, PT Kawan Lama, atau Kenari Jaya yang kini menjadi raja Kunci di Indonesia.

Beberapa keluarga ternama juga mengawali karirnya di kawasan ini, seperti Mochtar Riady, Liem Sioe Liong, termasuk keluarga Haji Achmad Bakrie. Kita tidak tahu bagaimana kawasan Glodok di masa akan datang. Hanya saja yang selalu dipertahankan oleh pebisnis Cina dari kawasan Glodok adalah untuk selalu bekerja keras dan mempertahankan kejujuran, serta sikap hidup hemat (efisien) yang selalu tidak ingin berlebih-lebihan.

Tuesday 7 May 2013

Mulailah tidak melakukan hal-hal yang tidak Perlu

toto zurianto

Kebanyakan kita terlalu asyik memikirkan hal-hal yang akan dilakukan besok. Kita, terutama para manajer dan eksekutif, semuanya mempunyai Agenda Esok, atau suatu "To Do List". Bahkan tidak sedikit dari kita yang hobby-nya mengutak-atik jadwal (work-plan) dari hari ke hari. Keadaan ini, tidak jarang mewarnai kehidupan kita yang membuat kita gelisah apabila tidak mempunyai pekerjaan lagi
Tentu saja mengatur plan adalah hal yang baik. Tetapi, perlu pula sekali-sekali kita mempunyai "Rencana untuk tidak mengerjakan banyak hal". Kita perlu mempunyai suatu "Stop Doing List" yang berisi rencana-rencana untuk tidak mengerjakan banyak hal. Tidak sedikit aktivitas sehari-hari yang dikerjakan karena sudah kita lakukan berulang-ulang sejak dulu. Sering sebenarnya kegiatan itu tidak ada kaitannya dengan upaya kita untuk mewujudkan sasaran yang akan dicapai. 
Oleh karena itu, perlu sejak hari ini kita perlu mulai meninggalkan hal-hal yang sebenarnya kurang relevant dengan upaya untuk mencapai suatu target tertentu. Kita perlu memiliki prioritas, yaitu hanya atas sesuatu yang memberikan value added.

High Performance Organization

toto zurianto

Menciptakan organisasi berkinerja tinggi, jelas sangat ditentukan oleh SDM yang menjalankan organisasi itu, terutama pada level pemimpin utamanya (CEO dan Direksi, serta para Top Management). Bagaimana cara kita mendapatkan orang-orang yang "akan" berkinerja tinggi? Kita harus mengawalinya dengan pelaksanaan seleksi (recruitment) mendapatkannya. Masih banyak pemimpin yang kurang menaruh perhatian pada program recruitment yang dilakukan. Bahkan sering pula melakukan kompromi tanpa diikuti tanggung jawab yang sepadan. Apalagi kegagalan untuk mendapatkan pegawai yang jempolan, tidak terlalu harus dipertanggung-jawabkan.

Oleh karena itu, ada hal-hal yang perlu kita perhatikan sebelum proses recruitment untuk mendapatkan Superior People. Pertama, kita perlu mendefiniskan apa yang kita maksudkan sebagai Superior People. Kalau kita belum sepakat mengenai superior people, tidak mungkin kita bisa mendapatkan orang yang superior seperti yang kita kehendaki.
Kedua, ketika kita hendak mendapatkan orang yang superior (superior people), maka kita perlu sepakat mengenai kinerja yang superior. Secara praktis, fungsi kinerja tidak semata-mata kompetensi (skill and behavior), tetapi yang lebih penting menyangkut result yang mampu dipersempahkan.
Ketiga, kalau kita sudah paham tentang kinerja yang superior, maka kita perlu segera mendapatkan orang-orang yang tidak saja kompeten, tetapi sekaligus memiliki motivasi kuat untuk maju.

Kepemimpinan, Perlu memperhatikan Kepentingan Nasional

toto zurianto


Kepemimpinan seperti apa yang diharapkan muncul di Indonesia dalam rangka membangun masyakat dan bangsa Indonesia dewasa ini? Secara universal, tentu saja, pemimpin yang visioner, mampu mewujudkan objektifnya, dan tegas terhadap praktek KKN. 

Tetapi disamping itu, ada beberapa situasi yang selalu harus dipertimbangkan yang kini menjadi tuntutan masyarakat dunia, yaitu; terciptanya iklim demokrasi di bidang politik dan ekonomi, keterbukaan (transparency), pengaruh teknologi dan sistem informasi yang bergerak cepat, kesadaran akan lingkungan yang sehat dan sustain (green economy), dan adanya batas-batas negara yang semakin tidak terlihat (borderless world). Lalu di dalam negeri, Pemimpin nasional dituntut menjaga setiap transaksi ekonomi Indonesia, jangan sampai tidak memperhatikan kepentingan nasional kita (national interest).

Perwujudan dari upaya memperhatikan kepentingan nasional tidak diartikan bahwa Indonesia akan menjalankan sistem ekonomi yang lebih tertutup, tetapi berusaha secara fair menjadi bagian dari masyarakat internasional yang sekaligus menjaga keseimbangan agar setiap transaksi ekonomi yang ada di Indonesia, atau melibatkan sumber daya nasional Indonesia, mampu memberikan stimulasi ekonomi kepada masyarakat dan bangsa Indonesia.
Pemimpin nasional perlu memperhatikan bahwa setiap aktivitas ekonomi Indonesia, mutlak tidak membuat masyarakat Indonesia menjadi tetap sengsara dan tidak terangkat kesejahteraannya. 
Aktivitas atau transaksi ekonomi di Indonesia sepatutnya selalu mampu membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus dapat menjaga kekayaan sumber daya alam Indonesia secara baik dan sustain.

Wednesday 3 April 2013

Memimpin; Memahami dan Berbuat sesuatu yang lebih baik

toto zurianto

Memimpin sebuah organisasi, lembaga pemerintah, bagian kecil dari suatu institusi, atau sekedar kelompok pengajian atau diskusi kecil di perkampungan, esensiya sama. Selalu berkeinginan kuat untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, yang berbeda dari yang selama ini dijalankan, atau pelakuka  terobosan untuk menciptakan hasil terbaik yang diakui lingkungannya dan masyarakat.

Karena itu, memimpin tidaklah mudah. Kita dituntut untuk memberi perbedaan dari suatu keadaan tertentu. Banyak hal yang dipersiapkan. Kita perlu terlebih dahulu memahami resources dan potensi memungkinkan yang secara maksimal bisa kita dapatkan. Orang orang yang ada di bawah kendali atau kekuasaan kita, haruslah kita pahami secara mendalam, bagaimana potensinya secara individual, cara kerjanya, atau style dan  mungkin kekurangannnya perlu pula kita antisipasi.

Inilah proses awal yang dilakukan secara serius. Tidak pernah hanya sekedar tahu. Lakukan assessment sederhana, atau bisa juga menggunakan cara yang lebih ilmiah. Tapi intinya, kita perlu memahami segala hal secara maksimal yang bisa kita dapatkan dari team member kita.