Friday, 19 August 2011

Merdeka Bang!

toto zurianto


Suasana Tujuhbelasan tahun ini tidaklah meriah. Kalah pamor dibandingkan dengan Nazar Gate (masalah Nazaruddin) yang menyita perhatian. Sampai-sampai kedatangannya dari Bogota dengan menumpang pesawat charter seharga Rp 4 milyar telah menarik perhatian para kuli tinta dan media TV begitu hebat. Semuanya ditayangkan secara live, serba cepat. Padahal tidak jelas, berita dan gambar yang disajikan televisi kepada pemirsanya.

Televisi berlomba untuk menyajikan berita spektakuler kepada penonton, tetapi sebenarnya tidak ada nilai berita sama sekali. Hanya sekedar, “Nazaruddin sudah mendarat dan sampai di Jakarta”. Lalu sebentar kemudian diperlihatkan adanya rombongan mobil menuju Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok untuk diperiksa (kesehatannya). Kemudian setelah diyakini sehat, Nazar dibawa ke kantor KPK, dan malamnya dikembalikan lagi ke Kelapa Dua untuk istirahat. Tidak ada berita layak yang didapat masyarakat melalui aktivitas luar biasa itu.
Tapi Nazaruddin memang hebat. Terlepas dari kesalahannya atau bagaimana dia telah melibatkan banyak orang atas berbagai ucapannya selama buron, juga tidak kurang dari para anggota DPR yang secara resmi (atau kekeluargaan) beserta rombongan besar merasa perlu untuk menjenguk Nazar di Rutan Kelapa Dua.
Jadi beritanya jelas memiliki gaung yang hebat, jauh mengalahkan berita hari keramat kita peringatan Proklamasi 17 Agustus yang ke 66.
Di samping kemeriahan berita Nazar, suasana Ramadhan yang lebih tenang, juga salah satu faktor yang membuat kegiatan tujuh belas tidak banyak terungkap.
Berhubung Ramadhan, banyak kegiatan dan kemeriahan hari proklamasi, sudah dilakukan sebelum puasa, atau beberapa kegiatan dianggap tidak perlu karena suasana Ramadhan.
Tetapi apakah berita dan memori Tujuhbelasan harus menjadi sepi? Ya Tujuhbelasan kini menjadi sepi. Kalaupun ada kemeriahan, itu hanya sebatas pertandingan olah raga dan kesenian (dangdut dan karaoke) yang memang berjalan meriah. Kita senang dan bangga dengan kemenangan Tujuhbelasan karena sudah memenangi medali atas beberapa kompetisi tertentu yang diikuti.
Tetapi, apa yang bisa kita ingat dari peristiwa proklamasi Tujuhbelas itu dalam konteks kemajuan dan reputasi bangsa kita?
Ekonomi memang terlihat mulai stabil. Pertumbuhan ekonomi mulai menggeliat. Banyak pembangunan di berbagai tempat. Tetapi sedihnya, masalah birokrasi dan korupsi, sepertinya masih terlalu jauh untuk dikatakan berhasil.
Korupsi masih merajalela ditengah buruknya birokrasi pemerintah. Kasus-kasus korupsi kini telah meliputi jumlah uang yang sangat besar nilainya. Itu ternyata bisa dilakukan oleh hanya beberapa orang. Lihat saja kasus Nazar. Kalaulah betul apa yang disampaikan KPK, luar biasa sekali Nazaruddin ini.
Bagaimana bobroknya birokrasi kita ketika seorang Nazar ternyata “diduga telah melakukan korupsi” ratusan milyar bahkan sampai ke angka trilun Rupiah. Dia melakukannya di banyak proyek, dalam jumlah yang besar di berbagai departemen/kementerian tentunya melalui puluhan atau ratusan perusahaan pengikut tender palsu. Pasti didukung oleh birokrat palsu sampai kepada para anggota DPR palsu.
Ini yang membuat kita miris ketika melewati detik-detik peringatan Tujuh belas Agustus tahun ini, juga tahun-tahun sebelumnya.
Kita sudah merdeka, sudah lama sekali. Tetapi, kita belum mempunyai karakter merdeka sebagai manusia dan bangsa terhormat yang kehadirannya bisa melahirkan respect dan penghargaan dari orang atau bangsa lain.
Kemerdekaan seharusnya melahirkan manusia yang tidak saja mampu mencapai tahapan kehidupan (ekonomi) yang lebih baik. Tetapi sekaligus dilakukan melalui cara yang terhormat, bermartabat. Buat apa maju kalau dipenuhi oleh para koruptor. Inilah tantangan penting kita menyambut hari kemerdekaan ke 66 ini, bagaimana menciptakan birokrasi (pemerintah) yang efisien, efektif dan profesional, sekaligus membasmi praktek korupsi (yang sangat dahsyat situasinya), kolusi dan nepotisme.
Selamat Ulang Tahun bangsa dan tanah airku. Mari kita memekik keras, MERDEKA!

No comments: