Tuesday, 10 December 2019

SEBUAH MOMENT

toto zurianto

Ini cerita sekitar 32 tahun yang lalu. Ketika itu, seluruhnya ada 48 orang kami dari seluruh Indonesia diterima sebagai calon pegawai Bank Indonesia. Sebelum menjadi pegawai tetap, kami diwajibkan mengikuti pendidikan selama sekitar 1 tahun. Programnya dikenal dengan Pendidikan Calon Pegawai Muda (PCPM) Bank Indonesia Angkatan 12. Dimulai sejak akhir April 1987 dan berakhir pada bulan April 1988. Moment indah ketika berkesempatan bersalaman dengan Gubernur Bank Indonesia Bapak Adrianus Mooy pada Halal Bi Halal (apakah Idul Fitri 1987, atau Tahun baru 1988). Bangga rasanya bisa salaman dengan Bapak Gubernur. Di samping Pak Gubernur kalau tidak salah Pak T.M. Zahirsyah, Direktur paling Senior,  Anggota Direksi Bank Indonesia ketika itu.
Photo kedua adalah ketika kami sesama peserta PCPM-12 berphoto bersama Pak Adrianus Mooy. Tidak semua bisa ikut, tetapi ini sebuah unforgettable moment kami, berdiri Eko Yulianto, Abd Rahman Tamin, Mohamad Najib, Ananda Pulungan, Iskandar, Ani Farida Lubis, Marlina Erniwati, Marlina Efrida, Pak Mooy (di tengah), Damayanti, Nila Permata, Almarhumah Narni, Ahmat Mufit, Kahfi Zulkarnaen (Chepy), Iing M. Hasanuddin, dan aku (Toto Zurianto). Jongkok di depan, Almarhum Timurlan M. Guru, Puji Atmoko, Doddy Budi Waluyo (sekarang Deputi Gubernur Bank Indonesia), Hamid Ponco Wibowo, Amril, Ook (Soeprapto Soebijoso), dan Wahyudi Santoso.

Sebuah acara, apakah Halal Bi Halal Idul Fitri 1987 atau Tahun Baru 1988; 
Salaman dengan Gubernur Bank Indonesia Adrianus Mooy.

Setelah Halal Bi Halal, Kami mendaulat Gubernur Adrianus Mooy untuk photo
bersama dengan (sebagian) kawan-kawan se-angkatan (PCPM-12); Berdiri Eko 
Purwanto, Tamin, Najib, Ananda, Iskandar, Ani Farida Lubis, Marlina Erniwati,
Marlina Efrida, Pak Mooy, Damayanti, Nila Permata, Narni (almh), Linda, Mufit, 
Chepy, Iing M. Hasanuddin, dan aku (Toto Zurianto). Jongkok, Timurlan M. Guru
(alm), Bistok Simbolon, Puji, Dodi Budi Waluyo (sekarang Deputi Gubernur), Hamid Ponco, 
Amril, Ook (Soeprapto Soebijoso), dan Wahyudi.

Bersalaman dengan Gubernur Bank Indonesia Adrianus Mooy, ini photo tahun
1988. Saat itu sudah selesai pendidikan dan sudah diangkat menjadi pegawai 
(sudah pakai Dasi). Photo bersama Mas Abdul Choliq dari UPI.
Sudah banyak yang Pensiun
Kalau kami diangkat sebagai pegawai tetap pada 1 Juni 1988, sudah ada yang mengabdi selama  31 tahun. Kalau saat masuk kerja rata-rata berusia 26-28 tahun, karena ada yang pensiun di usia 56 dan ada juga yang pensiun di usia 58, atau 60 tahun, maka sejak 5 tahun terakhir ini sudah mulai ada kawan-kawan se angkatan yang pensiun. Bahkan ada 2 orang yang pensiun lebih dahulu karena mengikuti program pensiun dini, Mas Ook (Soeprapto Soebijoso) dan Marlina Erniwati (Lina). Beberapa kawan yang kini sudah pensiun, antara lain; Mbak Tuti (Sri Widyastuti), Kak Ani Farida Lubis, Mas Haiban, Mas Abdul Jamil, Bang Tamin, Yulis, Iing M Hasanuddin, Mohammad Kahfi (Chepy), Uda Amril, Bang Bistok Simbolon, Etika Rosanti, Eko Purwanto, Dwi Catur Sugiarto, Ari Rukmini, dan Herini.
Kawan-kawan yang pensiun di usia 58 tahun antara lain; Ananda Pulungan, Benny Siswanto, Linda Maulidina Hakim, Gantiah Wiryandani, Puji Atmoko, Wahyudi Santoso (berhenti atas permintaan sendiri sebelum usia 58). Mas Nadjib juga berhenti atas keinginan sendiri sebelum 56 tahun .
Beberapa pegawai yang masih aktif dan akan pensiun dalam waktu dekat; Damayanti, Hamid Ponco Wibowo, Eko Yulianto, Suhaedi. Ada 2 kawan se angkatan yang diangkatan menjadi Asisten Gubernur (G.IX), Iskandar yang juga menjalani penugasan sebagai Deputi Menko Perekonomian dan Dwi Pranoto yang juga sebagai Komisaris di PT. Peruri. Sebenarnya masih ada 1 orang lagi yang sebelumnya pernah menjadi Asisten Gubernur, yakni Dodi Budi Waluyo. Tapi Dodi selanjutnya dipercaya menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia.
Beberapa kawan kami yang telah pergi menghadap yang kuasa, antara lain; Timurlan M. Guru, Rusbandi Fikri, Narni, dan Budi Waluyo.

Berkarir di Luar Bank Indonesia
Sejak beberapa waktu yang lalu, ada beberapa kawan se angkatan yang berkarir di luar Bank Indonesia. Pertama di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni sejak Januari 2013, yaitu Widyo Gunadi dan aku (Toto Zurianto). Lalu sejak Januari 2014, Marlina Efrida (Uni Evi), Noviantini, dan Almarhum Budi Waluyo. Di OJK semuanya akan pensiun pada usia 60 tahun, nanti berturut-turut, aku (2020), kemudian Evi, Novi, dan Widyo pada tahun 2021-2022.
Kemudian ada juga yang dipercaya menjabat Wakil Ketua PPATK, Dian Erdiana RAE yang juga sudah pensiun dari Bank Indonesia. Tentu saja termasuk Iskandar yang menjabat Deputi Menko Perekonomian dan masih menjalani penugasan dari Bank Indonesia. Bang Iskandar juga telah mendapatkan promosi menjadi Asisten Gubernur (Golongan IX) sehingga bisa pensiun pada usia 60 tahun. Sama juga seperti Dwi Pranoto yang menjabat Asisten Gubernur dan baru pensiun di usia 60 tahun, yaitu tahun 2022. Posisi Dwi Pranoto di luar Bank Indonesia adalah sebagai Komisaris di PT. Peruri.





GARUDA MENCARI PEMIMPIN

toto zurianto

Setelah kasus usaha penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda lipat Brompton yang diduga dilakukan oleh Direktur Utama Garuda Ari Askhara, kemudian diikuti dengan pemecatan Ari dan beberapa anggota Direksi lain, kini muncul pertanyaan, siapa kandidat Direktur Utama BUMN tersebut. Beberapa nama lama yang sudah sering muncul, kini kembali muncul, antara lain, apakah Jonan, bekas Dirut PT Kereta Api Indonesia KAI dan Menteri, juga Susi Pujiastuti, juga bekas Menteri dan pemilik Sussi Air.
Secara track record dan kompetensi, 2 nama ini sangat dijagokan. Seperti tidak ada lawan sama sekali. Keduanya dianggap jago bisnis, ahli manajemen perubahan, dan juga memahami konsep perusahaan milik pemerintah. Sudah makan asam garam mengajak orang yang biasa lambat, menjadi cepat dan hebat. Sayang sampai saat ini kita belum mengetahui, bagaimana strategi Menteri BUMN Erick Thohir di dalam mengelola BUMN yang baru. Termasuk strategi di bidang Human Capital, Leadership dan konsep Talent Management-nya.

Garuda Airbus A330-900 NEO yang baru, memerlukan Manajemen terbaik untuk
mampu bersaing dan memenangkan pasar yang semakin ketat.

Garuda perlu memenangkan persaingan di pasar internasional, tidak hanya
jago kandang di pasar domestik. Masalah kursi kosong harus segera diatasi.
Tantangan Garuda ke Depan
Bisnis Airline ke depan pasti akan semakin tidak mudah. Garuda, selama ini memang sudah memperlihatkan prestasi-prestasi yang cukup baik. Tetapi masih terlalu sulit untuk memenangkan persaingan. Di kawasan Asia Pasifik, bagaimanapun dominasi Singapore Airline dan Cathay Pacific masih tetap sebagai perusahaan penerbangan paling besar dan paling bersaing. Lebih luas lagi, kitapun akan sangat sulit untuk bisa bersaing dengan 3 besar airline dari negara Arab (Teluk) yang luar biasa ekspansinya, seperti Emirates, Etihad dan Qatar Airways.
Tetapi Garuda tetap harus terbang dan bergerak lincah. Tidak hanya mempertahankan pasar domestik yang luar biasa sengit persaingannya. Juga bagaimana pasar internasional, terutama pada lintasan Asia Pasifik dari Jepang sampai Australia.
Karena itu, masalah kepemimpinan adalah suatu yang paling krusial. Kita tidak boleh bermain-main di dalam menetapkan siapa pemimpin Garuda yang paling tepat.
Mendesak untuk belajar dari kasus-kasus internal yang dialami Garuda sekarang. Kini kita memerlukan Pemimpin yang bukan saja flamboyant yang suka membangga-banggakan diri sendiri di muka anak buah sendiri. Garuda perlu pemimpin yang bisa melibatkan potensi-potensi besar yang ada di Garuda untuk bekerja bersama dan berkontribusi secara maksimal.  Dalam kondisi persaingan airlines yang ketat seperti saat ini, Garuda memerlukan pomimpin seperti yang pernah dimiliki di masa lalu. Kita merindukan Leaders seperti Abdul Gani, Robby Djohan, atau seperti Wiweko yang tercatat sejarah melalui terobosan dan kreativitasnya yang luar biasa.



Friday, 6 December 2019

INDONESIA, HARLEY, DAN BROMPTON

toto zurianto

Menteri BUMN Indonesia (yang baru) Erick Thohir, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Dirjen Bea Cukai, heboh menangkap penyelundup barang mewah yang masuk ke pabeanan Indonesia tanpa membayar bea masuk. Ada 2 sepeda mahal dan 1 Harley Davidson bekas yang dimasukan ke wilayah Indonesia secara ilegal. Penyeludupnya diduga Direktur Utama Garuda Indonesia, flight carrier kebanggaan Indonesia. Ceritanya, Pimpinan Garuda bersama rombongan kecil sedang membawa pesawat baru Airbus A-330 900 NEO dari Pabriknya di Toulouse Prancis ke Jakarta. Sampai di Jakarta, mungkin karena sudah ada informasi dari orang dalam, pesawat yang seharusnya melakukan upacara "tepung tawar" untuk di-do'akan, langsung digelandang petugas Bea Cukai Jakarta. Tentu saja, dengan sangat mudah, barang ilegal yang dimuat dalam beberapa kardus itu, langsung ditemukan. Isinya uraian sebuah sepeda motor bekas Merek Harley Davidson dan 2 Sepeda (baru) Merek Brompton. Kedua Merek ini termasuk salah satu Sepeda Motor dan Sepeda paling terkenal di dunia dan masuk kategori baang mewah. Pokoknya alat penyaluran hobby orang-orang kaya.




Tetapi, menurut berita, besar biaya (cukai) yang harus dibayar pembawa barang ini apabila hendak dimasukkan ke Indonesia, sebenarnya tidak terlalu besar. Secara total hanya sekitar Rp150 juta. Tetapi situasinya sangatlah heboh. Dua orang Menteri terpaksa mondar mandir ke Bandara dan menggelar konperensi Pers besar-besaran. Dengan alasan, saat ini kita sedang berusaha untuk memberantas korupsi dan meningkatkan Good Corporate Governance, Menteri BUMN Erick Thohir langsung tancap gas. "saya segera memecat Direktur Utama Garuda" katanya.
Memang Garuda, mungkin Direktur Utamanya agak kebangetan, atau hanya sial saja. Dia sudah membeli Harley (bekas) sejak beberapa waktu yang lalu. Belum sempat dibawa, atau kekurangan uang untuk membawanya. Mumpung ada pesawat kosong, gratis lagi (ongkosnya). Memang secara aturan, mungkin bisa gratis, karena bisa dibawa atas nama beberapa penumpang VIP. Tapi sayang, mungkin dia lupa, atau ada pihak lain yang meyakinkannya, kalau bawa sendiri (dengan pesawat sendiri), enggak perlu lewat pintu Duane (Bea Cukai). Jadi tidak perlu bayar, apalagi cuma barang bekas.
Sayang, mungkin sudah diincar,atau jangan-jangan ada yang berkhianat (siapa tahu).
Yah gak terlalu penting. Akhirnya, lumayan ada panggung bagi Erick Thohir Menteri BUMN dan Menteri Keuangan, juga Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi untuk membuktikan, masih banyak aparat yang tidak baik dan tidak govern. Mungkin yang penting, khususnya bagi Bea Cukai, silahkan menertibkan aparatnya yang ada di Tanjung Priok, Cengkareng dan di pelabuhan besar lain di seluurh Indonesia. Panggung memang sering kejam. Termasuk bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani yang ikut-ikutan naek panggung sambil bertanya, "apa ya rasanya naek sepeda Rp50 Juta". Padahal, sebelumnya dia pernah juga terlihat sedang mengenderai Sepeda Brompton yang harganya mahal.