Friday, 25 March 2011

Jembatan Selat Sunda

toto zurianto

Akhir-akhir ini pemerintah kembali membahas dan mempercepat pembuatan proyek Jembatan Selat Sunda (JSS), sebuah proyek ambisius yang idenya sudah dimulai sejak tahun 1960-an. Proyek ini dahulu dianggap sebagai kunci pembangunan ekonomi yang akan menunjang pembangunan di Pulau Jawa dan Sumatera serta pula-pulau lain. Dulu rancangannya pernah dikerjakan oleh Profesor Sediyatmo, tetapi akhirnya karena belum menjadi prioritas, terpaksa harus ditinggalkan.

Pada tahun 1986, Presiden Soeharto pernah menugaskan kembali untuk melakukan kajian dan memulai pembangunan JSS tersebut.  Melalui BPPT, ditugaskanlah Profesor Wiratman untuk menyusun studi kelayakannya. Hasilnya adalah bahwa peoyek JSS diyakini lebih sesuai dan layak untuk diteruskan dibandingkan dengan misalnya membuat terowongan bawah tanah (tunnel) seperti yang menghubungkan Inggris dengan daratan Eropa lainnya.

Berbagai peristiwa politik dan ekonomi setelah itu, telah membuat ide proyek JSS tenggelam selama lebih dari 25 tahun. Kini, Presiden dan Menko Perekonomian agaknya mulai lembali menghidupkan gagasan pembangunan JSS yang sangat luar biasa itu. Luar biasa, karena besar proyek dan biayanya besar dan berlipat dibandingkan dengan Jembatan Pulau Madura. Panjangnya mencapai 31 km dengan bentang Utama Jembatan sepanjang 2 km. Sementara Jembatan pulau Madura yang juga sudah sangat hebat, hanya mencakup 5,4 km panjangnya dengan bentang utama sekitar 800 meter,

Tetapi yang cukup mengkhawatirkan adalah biaya membaungunannya yang diperkirakan akan mencapai 110 triliyun Rupiah lebih dengan jangka waktu penyelesaian sekitar 10 tahun. Konon katanya kelompok usaha Artha Graha sudah diberikan lampu hijau untuk menggarap proyek yang akan melibatkan pihak asing tersebut. Bahkan anak perusahaan Artha Graha termasuk sudah sangat aktif melakukan studi kelayakan dalam rangka mendpatkan proyek ratusan triliyun Rupiah tersebut.

Meskipun ada pula gagasan untuk membuat proyek lain yang tidak kalah bagusnya, yaitu pengoperasian feri kereta (train-ferry) yang dinilai dapat memberikan manfaat yang tidak kecil, tetapi dengan biaya yang jauh hemat. Kapal penghubung kedua pulau yang akan memuat rangkaian kereta tersebut, atau Train-Ferri diperkirakan sebuahnya berharga sekitar US$55 juta, atau sekitar Rp478 milyar dengan panjang 182 meter dan lebar 24 meter memiliki daya angkut 50 unit gerbong kereta api yang bisa membawa 480 penumpang dan 50 unit truk.

Kita belum tahu bagaimana keputusan akhir pemerintah tentang JSS atau Train-Ferry ini. Pasti, harapan masyarakat adalah agar mobilisasi barang dan penumpang antara pulau Jawa dan Pulau Sumatera, bisalah dilakukan dengan lancar, cepat, dan terjangkau. Penting juga untuk dijaga agar tender proyek ini bisa dijalankan secara terbuka, melalui pengawasan yang ketat, tetapi tidak bertele-tele.  

Kehidupan yang tidak Efisien!

toto zurianto


Bagi kita yang kebetulan tinggal di kota besar, terutama Jakarta, apakah kita pernah menghitung, seberapa besar keborosan yang dikeluarkan masyarakat akibat pola hidup yang tidak efisien?


Ternyata besar juga jumlahnya. Tahun ini, Organda memperkirakan, kita harus mengelurkan biaya sekitar Rp37 triliun akibat kemacetan lalu lintas di kota Jakarta.
Ini suatu pengeluaran yang sia-sia yang sebenarnya bisa lebih dihemat. Kemacetan lalu lintas yang menjadi-jadi di musim penghujan membuat kita terpaksa harus mengeluarkan kantong yang lebih banyak, padahal seharusnya semuanya bisa kita hemat.

Ketidakjelasan dalam menetapkan kebijakan transportasi nasional, terutama untuk kota Jakarta, telah menghabiskan energi kita, dan membuat kita memiliki kemampuan terbatas karena semakin besar jumlah uang yang harus keluar untuk membeli sejumlah bensin.

Kita tidak tahu, kapan kita memiliki sistem transportasi yang baik sebagaimana hal itu telah lebih dulu muncul di Singapore, Bangkok, atau Kuala Lumpur. Ide dan isunya sih sudah lama, tetapi realitasnya, sepertinya tidak lah kunjung menjadi kenyataan.


Kenapa kita begitu lama harus menanti dan selalu menanti? Tidak tahu kita bagaimana jawabannya. Transportasi yang sudah ada saja tidak mampu kita perbaiki (improved). Memberikan ketertiban dan menyamanan terhadap kereta api, sepertinya masih belum menjadi hak bagi semua penumpang. Kitapun masih terlalu sering menyaksikan para pengguna kereta yang harus duduk di atap kereta. Padahal jawal kereta saja masih belum mampu kita kendalikan.

Program Busway kota Jakartapun tidak tahu masa depannya. Hampir setiap saat, jalan khusus (bus-way)yang dilalui Busway, ternyata harus diperbaiki akibat aspal/betonnya yang selalu hancur yang juga mempengaruhi jalan-jalan non busway di ruas jalan metropolitan.

Akibat kesemuanya itu, maka hidup kita sebenarnya secara individu menjadi semakin boros. Ekonomi Boros seharusnya bisa dihindari atau dikurangi, ketika sistem transportasi masal mampu kita hadirkan sampai ke pelosok-pelosokl

Kita menginginkan, adanya sistem transportasi yang bisa mengantar seseorang  dari Pamulang atau Bekasi ke pusat kota Jakarta tanpa harus membeli sepeda motor. Sistem transportasi terpadu yang integrated adalah jawaban dari masalah kemacetan dan pemborosan ekonomi kita. Sampai kapan kita hidup dengan cara yang tidak efisien seperti sekarang?