Yang tertinggal dari puasa Ramadhan dan Lebaran bulan lalu, antara lain persoalan pulang ke kampung. Memang menyenangkan ketika kita bisa bersua kembali dengan
sanak keluarga handai tolan. Bukan untuk pamer "keberhasilan", tetapi sudah
menjadi panggilan hati dan tradisi masyarakat kita yang mencintai kebersamaan,
guyub sambil bersyukur, masih bisa menikmati suasana "kampung" yang semakin
dirindukan.
Tetapi, mudik memiliki tantangan yang hebat. Bukan sekedar biayanya, atau
usaha yang harus didukung oleh kondisi fisik yang prima. Mudik, selalu memiliki
risiko tinggi, bahkan sampai harus kehilangan nyawa.
Lihat saja, sampai dengan H+7, lebih dari 800 nyawa melayang dari berbagai bentuk
kecelakaan.
Karena itu, tidaklah mengherankan, betapa besarnya tuntutan masyarakat yang dialamatkan ke pemerintah untuk memperhatikan isu itu. Manajemen mudik sangat mendesak untuk diperbaiki. Tidak sekedar menyediakan armada yang cukup, tetapi
harus bisa dijalani secara aman dan dalam waktu yang normal. Mudik 30 jam, harus
menjadi perhatian pemerintah untuk tidak diulangi kembali di waktu yang akan datang.
Apalagi kalau harus mengenderai motor yang ditumpangi 2 sampai 4 orang (termasuk
anak-anak).
Pemimpin bangsa ini perlu melakukan tindakan yang lebih konseptual untuk
menciptakan manajemen mudik yang cepat dan aman tanpa korban jiwa yang
sia-sia. Salah satu moda transportasi yang tahun ini dinilai telah memberikan pelayanan yang baik
adalah mudik melalui Keretaapi. Meskipun banyak pihak yang menentang keputusan
manajemen kereta api (KAI) yang mewajibkan penumpangnya memiliki tiket kereta bertempat
duduk yang sah (sesuai nama di KTP), mereka tidak bergeming. Keputusan terbaik
harus dilakukan secara berani dan konsisten. Akibatnya sungguh luar biasa.
Penumpang keretaapi akhirnya mampu menikmati perjalanan mudik dengan kereta api
secara nyaman dan tepat waktu. Termasuk kereta api kelas ekonomi yang selama ini
sungguh sangat tidak manusiawi.
Ini adalah keputusan kepemimpinan (leadership decision) yang tidak mudah
dilakukan. Selalu ada godaan untuk tidak konsisten. Tetapi Manajemen Kereta Api
memiliki tekad kuat untuk menjaga keputusannya sehingga menjadi kredibel. Kita perlu mendukung keputusan ini. Tidak mudah pastinya. Selalu ada
tekanan untuk melakukan tindakan yang tidak konsisten. Tetapi, sekali kita konsisten dan kuat membela keputusan yang sudah dibahas pada forum yang kompeten, maka sangat mungkin akan memberikan hasil yang lebih baik. Ini menjadi tantangan pemerintah kita dan para pelayan dan birokrat. Semoga semakin banyak yang mampu memberikan pelayanan terbaiknya tanpa harus melakukan praktek korupsi dan nepotisme.