Jaron Lanier, adalah salah satu pemikir dan penulis yang
karyanya akhir-akhir ini banyak dibaca dan dijadikan referensi bagi peminat
teknologi informasi, kemanusiaan, dan kepemimpinan. Sebelumnya dia pernah menulis
“You are Not a Gadget” yang seperti “Who Owns the Future”, juga menjadi best
seller.
Sebagai pemikir dan ilmuwan di bidang teknologi
informasi dan computer scientist, ia juga
seorang musisi. Tetapi, terutama
yang paling penting, dia adalah seorang perintis (pioneer) dan innovator yang
meramalkan terjadinya transformasi budaya teknologi (dansisteminformasi) dalam kehidupan masyarakat.
Bukan hanya membangun efisiensi dan efektivitas organisasi, tetapi berperan dalam
membentuk kultur dan hubungan diantara masyarakat dunia yang tidak lagi mampu melepaskan
dirinya dari pengaruh gadget yang sangat revolusioner.
Transformasi budaya yang dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi dan system informasi ini, antara lain terjadi karena kehidupan
kita sehari-hari berada dalam dunia digital, atau berbasis teknologi digital.
Karena itu, dalam aspek kehidupan kita,
termasuk yang paling penting dalam menetapkan atau memilih seorang pemimpin,
maka persoalan teknologi informasi sangatlah besar pengharuhnya. Hampir tidak ada
lagi sisi-sisi kehidupan kita yang tidak tersentuh dan tanpa dukungan teknologi
digital. Lihat saja disekeliling kita, bahkan seorang pedagang sayurpun, kini selalu
harus didukung oleh perangkat mobile phone untuk mengetahui pasokan yang paling
baik dengan harga yang paling kompetitif.
Bagaimana kita bisa membayangkan sebuah
negara seperti Indonesia misalnya, lalu harus
dipimpin oleh seorang yang tidak memahami dan tidak ikut dalam perkembangan teknologi
dan sistem informasi.
Perusahaan photographi sehebat
Kodak-pun terpaksa harus gulung tikar antara lain akibat respon pemimpinnya
yang lamban dalam mengantisipasi perkembangan dunia digital. Kodak yang sempat mempekerjakan
sekitar 140 ribu pegawai dan bernilai US$28 milyar, terpaksa bangkrut dan tidak
mampu bangkit lagi. Padahal mereka termasuk pioneer dalam bidang camera digital
yang kini menjadi pilihan utama peminat photographi (halaman 2).
Who Owns the Future adalah suatu gambaran
yang memperlihatkan bagaimana jaringan perkembangan teknologi selalu menjadi
factor penentu yang membuat kehidupan kita menjadi jatuhbangun, apakah menjadi baik
ataupun mengalami resesi. Teknologi yang terus berevolusi dan membuat sisi kehidupan
seperti menyatu dan lengket dengan teknologi itu sendiri, membuat langkah semua
bangsa di dunia selalu harus mempertimbangkan perkembangan teknologi dan sistem
informasi.
Tapi, Lanier percaya dan berharap,
serta meyakini bahwa dunia digital, terutama melalui jaringan yang dikembangkannya
memberikan nilai yang besar bagi kehidupan masyarakat dan bagi transaksi ekonomi
masyarakat dunia. Dunia digital bukan membuat kita tenggelam, tetapi justru akan
bangkit dan berkembang luas.
Buku setebal 396+xvi termasuk indeks ini cukup menarik
dibaca, antara lain karena pengaruhnya yang besar bagi dunia
ekonomi dan usaha, demokrasi, persaingan pasar internasional, nilai-nilai
kemanusiaan, juga globalisasi dan
kompleksitas pasar
keuangan.
Bagian Pertama dari buku ini berkisah
mengenai hal-hal yang membuat “manusia” melakukan tindakan tertentu untuk meningkatkan
nilai tambah kehidupan, yaitu bagaimana membangun motivasi (dengan melakukan sesuatu).
Banyak hal yang perlu diluruskan dan dimaksimalkan ketika kita berbicara melalui
bahasa teknologi.
Kadang kita terlalu cepat untuk menyalahkan
teknologi sebagai faktor penghambat dalam melakukan perubahan. Bahkan ketika kita
tidak mampu bersaing, kita cenderung lebih tradisionil untuk memilih kehidupan
yang lebih sederhana tanpa teknologi.
Padahal persoalan kita bukan teknologinya
tetapi bagaimana cara kita berpikir dan menggunakan
teknologi yang sering (tidak tepat). The
problem Is Not the Technology, but the Way we think about the Technology
(halaman 15). Menurut Jaron, bahkan sampai akhir abad ini, kita tidak perlu khawatir
dengan perkembangan teknologi yang akan membuat nilai kontribusi manusia menjadi
semakin sedikit. Selalu teknologi memberikan harapan baru, juga menyebabkan terbukanya
kesempatan kerja karena adanya kemajuan teknologi.
Buku ini sedikit berbeda. Dia bercerita tentang
hebatnya perkembangan teknologi dan sistem informasi yang kini begitu besar
memberikan pengaruh bagi cara-cara kita melakukan sesuatu, bahkan terutama
dalam menjalankan pekerjaan. Tetapi dia juga bercerita mengenai terjadinya
perubahan mengenai ilmu pengetahuan itu sendiri, mengenai cara-cara kita merespon
kehidupan, soal kemanusiaan (humanisme), wisdom, dan bagaimana respon manusia
tehadap lingkungan dan masa depannya. Bahkan tentang sikap kita kepada
benda-benda mati, bumi, atau resources. Masih
banyak persoalan (dunia) yang belum terjawab. Tetapi menjadikan sesuatu yang
kompleks menjadi lebih mudah adalah tantangan kita saat ini ketika teknologi
memainkan peran yang lebih luas dan menentukan.
Buku ini perlu
dibaca bagi para profesional, pemimpin, juga pejabat OJK. Pemahaman kita yang
luas mengenai teknologi digital dan sistem informasi dan hubungannya dengan
pengelolaan organisasi modern dan leadership sebagaimana yang diulas di buku
ini, memberi peluang bagi kita untuk
menaklukkan dunia modern secara
efisien, efektif, dan bermanfaat. Tentu saja semua kita awali di internal
organisasi kita, kemudian kita bermain pada level yang lebih tinggi, pada level
nasional dan selanjutnya tidak terbatas, pentas duniapun mampu kita capai
karena kita memanfaatkan pendekatan dunia digital. Dialah sang Pemilik Masa
Depan itu.