toto zurianto
Memang tidak ada yang salah kalau Kementerian Agama, termasuk Direktorat Jenderal Haji, diperiksa oleh KPK. Sebagai sebuah organisasi negara yang mengelola anggaran negara, termasuk kontribusi biaya haji dari para calon haji, kita bisa menduga bahwa sewaktu-waktu, siapa saja lembaga dan aparatur pemerintahan, termasuk para pejabatnya, dapat diperiksa oleh KPK.
Minggu ini kita mendapat berita bagaimana Menteri Agama, Surya Dharma Ali (SDA), yang juga sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (P3), partai politik yang bergabung sebagai mitra Partai Gerindra yang mencalonkan Prabowo dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden, ditetapkan sebagai tersangka atas penyelenggaraan ibadah haji yang dinilai beraroma korupsi.
Sudah lama, bahkan sudah puluhan tahun pelaksanaan pengelolaan haji di Indonesia mendapat kritikan masyarakat. Banyak sekali transaksi penyelenggaraan haji yang dinilai tidak govern, tidak terbuka dan penuh dugaan berbau korupsi. Bahkan sering pula didengar bagaimana biaya haji yang dibebankan ke masyarakat, dinilai terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan fasilitas yang didapat para peserta haji selama menunaikan ibadah di tanah suci. Apakah rumah tinggal (apartment) yang dinilai tidak memenuhi kemanusiaan, atau makanan yang kurang terdistribusi secara baik.
Tetapi disamping itu ternyata, sisa dana haji yang dikelola di luar budget negara, jumlahnya menjadi semakin membesar dan cenderung tertutup yang tidak diketahui oleh masyarakat. Sebenarnya saat ini, berapa jumlah sisa dana haji yang tersedia, dan siapa yang mengelolanya, serta bagaimana aturan dan manajemen pelaksanaannya dilakukan?
Persoalan penyelenggaraan ibadah haji, sering salah dimengerti. Betul banyak aturan keagamaan yang patut diketahui dalam pelaksanaannya. Tetapi penting dipahami, bahwa persoalan manajemen pelaksanaan ibadah haji, jelas menuntut para profesional yang mumpuni yang paham mengenai manajemen keuangan, investasi, dan akomodasi-transportasi. Ini jelas, kebanyakan bukanlah domain para pejabat di Kementerian Keuangan dan Partai Politik. Penyelenggaraan Ibadah Haji memerlukan lebih banyak lagi sentuhan para profesional yang kuat
CHANGE and Leadership mengundang teman dan sahabat untuk sharing pengetahuan, informasi, atau hiburan dalam rangka memperluas wawasan dan persahabatan! CHANGE and Leadership tidak membatasi peminat pada suatu bidang keilmuan atau minat tertentu. CHANGE and Leadership adalah forum lintas pengetahuan, bisa digunakan untuk mengulas hal-hal yang berhubungan dengan praktek kepemimpinan, manajemen, SDM, sosial, ekonomi, dan politik, juga bagi penggemar sport, sastra, musik, kuliner, dan travel!
Monday, 26 May 2014
Memilih Pemimpin Indonesia 2014-2019
toto zurianto
Siapa yang kita pilih pada pemilu Presiden bulan Juni ini? Ada 2 pasangan kandidat Presiden dan Wakil Presiden yang sudha mendaftar dan sekarang sedang mengikuti proses seleksi di Komisi Pemilihan Umum (KPU); pertama pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla, dan kedua pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa. Pasangan pertama diajukan partai PDI-Perjuangan dengan pendukung, antara lain PKB, Partai Nasdem, dan Partani Hanura. Sedangkan Prabowo-Hatta diajukan oleh Partai Gerindra, didukung oleh PAN, PPP, PKS, Partai Golkar, dan PBB.
Dari sisi dukungan partai politik, komposisi saat ini berkisar pada bilangan 40%-60% suara anggota DPR. Terlepas bahwa di masing-masing partai pendukung, kecuali PDI-P dan Partai Gerindra, selalu ada yang 'mbalelo alias mendukung calon dari luar partainya. Ini bukan persoalan besar dan sangat memungkinkan. Apalagi, pemilihan anggota DPR/DPD/DPRD jelas berbeda dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Aktor utama untuk menentukan siapa yang unggul pada pemilihan Presiden adalah Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden itu sendiri, ditambah dengan tim sukses di masing-masing pasangan.
Jadi tidak mudah bagi kita untuk melakukan prediksi/perkiraan, termasuk bagi para media dan lembaga penelitian yang dalam beberapa kasus, independensinya sering sangat diragukan akibat adanya hubungan yang dekat antara calon, partai politik, dengan lembaga penelitian itu sendiri.
Tetapi bagi rakyat (mungkin sebagian rakyat), ada beberapa hal penting yang selalu perlu untuk ditempatkan sebagai dasar pemilihan, misalnya soal kejujuran calon, kesederhanaan dalam kehidupan, kemampuan untuk membangun negara dengan lebih baik, kemampuan memberantas kemiskinan, kemampuan untuk memberantas KKN (terutama korupsi dan nepotisme), memiliki sikap membela negara yang tinggi, memiliki sikap independensi tetapi terbuka dan menjaga kebersamaan. Juga pemimpin perlu melakukan kerjasama, tidak sombong dan merasa hebat, tidak sering menyalahkan orang lain, juga tidak merasa tertindas, termasuk selama masa kampanye yang sekarang sedang berlangsung.
Ini adalah nilai-nilai yang selalu perlu melekat pada diri seorang calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang menjadi acuan banyak orang untuk memilih. Selama ini, sebagian sifat-sifat di atas ada dan dominan pada diri Jokowi - Jeka, juga ada dan dominan dimiliki Prabowo - Hatta. Hanya bagi kita, kita harus lebih aware dan waspada, apakah yang terlihat itu, benar apa adanya, ada cuma kamuflase sementara. Mari dipilih, tetapi tidak perlu harus aling mencela karena berbeda pendapat. Apakah saya memilih Prabowo-Hatta, tidak perlu saya harus benci kepada Jokowi-JK. Memilih adalah hak politik terhebat yang kita miliki. Kalaupun anda tidak menggunakannya, tidaklah mengapa, pasti alasan anda juga cukup kuat. Kalaupun anda mencla-mencle, tidak juga mengapa. Kita bebas untuk menyatakan sikap, juga untuk tidak bersikap, termasuk kalau harus mencla-mencle. Ini negara bebas, bukan tidak bertanggung jawab. Mungkin perhitungannya belum selesai dilakukan.
Siapa yang kita pilih pada pemilu Presiden bulan Juni ini? Ada 2 pasangan kandidat Presiden dan Wakil Presiden yang sudha mendaftar dan sekarang sedang mengikuti proses seleksi di Komisi Pemilihan Umum (KPU); pertama pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla, dan kedua pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa. Pasangan pertama diajukan partai PDI-Perjuangan dengan pendukung, antara lain PKB, Partai Nasdem, dan Partani Hanura. Sedangkan Prabowo-Hatta diajukan oleh Partai Gerindra, didukung oleh PAN, PPP, PKS, Partai Golkar, dan PBB.
Dari sisi dukungan partai politik, komposisi saat ini berkisar pada bilangan 40%-60% suara anggota DPR. Terlepas bahwa di masing-masing partai pendukung, kecuali PDI-P dan Partai Gerindra, selalu ada yang 'mbalelo alias mendukung calon dari luar partainya. Ini bukan persoalan besar dan sangat memungkinkan. Apalagi, pemilihan anggota DPR/DPD/DPRD jelas berbeda dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Aktor utama untuk menentukan siapa yang unggul pada pemilihan Presiden adalah Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden itu sendiri, ditambah dengan tim sukses di masing-masing pasangan.
Jadi tidak mudah bagi kita untuk melakukan prediksi/perkiraan, termasuk bagi para media dan lembaga penelitian yang dalam beberapa kasus, independensinya sering sangat diragukan akibat adanya hubungan yang dekat antara calon, partai politik, dengan lembaga penelitian itu sendiri.
Tetapi bagi rakyat (mungkin sebagian rakyat), ada beberapa hal penting yang selalu perlu untuk ditempatkan sebagai dasar pemilihan, misalnya soal kejujuran calon, kesederhanaan dalam kehidupan, kemampuan untuk membangun negara dengan lebih baik, kemampuan memberantas kemiskinan, kemampuan untuk memberantas KKN (terutama korupsi dan nepotisme), memiliki sikap membela negara yang tinggi, memiliki sikap independensi tetapi terbuka dan menjaga kebersamaan. Juga pemimpin perlu melakukan kerjasama, tidak sombong dan merasa hebat, tidak sering menyalahkan orang lain, juga tidak merasa tertindas, termasuk selama masa kampanye yang sekarang sedang berlangsung.
Ini adalah nilai-nilai yang selalu perlu melekat pada diri seorang calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang menjadi acuan banyak orang untuk memilih. Selama ini, sebagian sifat-sifat di atas ada dan dominan pada diri Jokowi - Jeka, juga ada dan dominan dimiliki Prabowo - Hatta. Hanya bagi kita, kita harus lebih aware dan waspada, apakah yang terlihat itu, benar apa adanya, ada cuma kamuflase sementara. Mari dipilih, tetapi tidak perlu harus aling mencela karena berbeda pendapat. Apakah saya memilih Prabowo-Hatta, tidak perlu saya harus benci kepada Jokowi-JK. Memilih adalah hak politik terhebat yang kita miliki. Kalaupun anda tidak menggunakannya, tidaklah mengapa, pasti alasan anda juga cukup kuat. Kalaupun anda mencla-mencle, tidak juga mengapa. Kita bebas untuk menyatakan sikap, juga untuk tidak bersikap, termasuk kalau harus mencla-mencle. Ini negara bebas, bukan tidak bertanggung jawab. Mungkin perhitungannya belum selesai dilakukan.
Subscribe to:
Posts (Atom)