Monday, 27 April 2015

Perang antara Kebenaran dengan Kebatilan in Avenger; the Age of Ultron

toto zurianto

Sejak minggu lalu, bioskop Indonesia kembali ramai dikunjungi, terutama anak remaja dan para penggila thema-thema pertempuran dan animasi modern. The Avenger seri terbaru kembali menghampiri Indonesia dan dunia. Film ini menjadi sesuatu yang harus ditonton. Sejak Jumat, Sabtu dan Minggu, saya lihat puluhan dan bahkan ratusan orang berbaris seperti semut mengantri untuk mendapatkan tiket. Para orangtua bersama keluarga, terutama anak-anaknya, semua mau menonton pertempuran antara para pembela kebenaran yang antara lain terdiri dari Iron Man, Captain America, Thor, The Incredible Hulk, Black Widow, dan Hawkeye dan banyak lagi. Kali ini mereka mencoba melindungi bumi dari serangan Ultron yang mengancam kehidupan.

Sebenarnya para penghancur dunia (pasukan  Robot Ultron) sendiri awalnya diciptakan untuk tujuan baik. Tapi, karena kehebatannya, robot-robot inipun berubah, berpikir sendiri, dan menjadi sangat ganas.
Dunia memang selalu berisi peperangan, antara kelompok yang menyatakan dirinya "baik" dengan lawannya yang disebut "penjahat". Dan ini, seperti film-film Holywood yang lain, berhasil menyihir dunia, menyihir kita, terutama anak-anak kita untuk menyambut Film heboh ini. Sementara itu, Film-film nasional yang juga bagus, seperti Filosopi Kopi, Guru Bangsa Tjojroaminoto, atau Turis Romantis, menyingkir, mungkin hanya ditonton oleh orang tua dan hanya segelintir. Ya kini Ultron sedang menghancurkan kita, Film-film nasional kita. Kenapa ya menjadi seperti ini? Perlu ada strategi dan cara untuk mengatasi hal ini. Nonton Ultron jelas tidak dilarang, tapi nonton Filosopi Kopi dan Film Indonesia lain, mungkin harus kita galakkan juga.

Tuesday, 7 April 2015

Aparat Pajak Boleh Bergaji Besar

toto zurianto

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Yuddy Chrisnandi seperti terpesona dengan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Sehingga menurut Yuddy, pegawai dimaksud sangat layak dan pantas diberikan gaji yang tinggi. Pekerjaan aparat pajak sangat berat karena diwajibkan untuk mengumpulkan sejumlah uang yang nilainya sangat besar yang mencapai lebih Rp1.200 triliun pada tahun 2015 ini.

Bahkan menurut Yuddy, dirinya sendiri tidak akan sanggup bila dibebani tugas seperti itu (sebagai Dirjen Pajak dan pegawai perpajakan) meskipun digaji besar. Jadi, Kementerian PAN RB setuju saja kalau pejabat dan aparat perpajakan diberikan penghasilan yang tinggi. Khusus pejabat struktural eselon 1 (peringkat jabatan 27) akan mendapatkan tunjangan mencapai Rp117 juta per bulan.

Banyak pendapat mengenai kebijakan Presiden menyangkut pemberian gaji yang relatif sangat besar ini. Ada yang suka ada juga yang menantang. Bahkan Presidenpun pada saat yang bersamaan telah membatalkan keputusan uang muka pembelian mobil pejabat negara yang jumlahnya hanya Rp210 juta per orang. Alasan yang berbeda untuk kegiatan yang relatif sama. Artinya, para pejabat negara telah dinilai "tidak layak" mendapatkan tunjangan uang muka sebesar Rp210 juta untuk pembelian mobil yang akan digunakan selama 5 tahun. Sementara aparat negara yang lain, kebetulan sebagai pejabat struktural eselon 1 direktorat jenderal pajak (yang secara) hirarki kenegaraan berada di bawah seorang Menteri Negara atau pejabat tinggi negara yang lain, telah diberikan tunjangan mencapai Rp117 juta sebulan.
Entah mana yang keliru, tetapi alangkah anehnya pemikiran kita, seolah-olah kita berasumsi bahwa jabatan menteri itu relatif lebih rendah nilainya dibandingkan dengan jabatan dirjen pajak atau pejabat eselon 1 perpajakan. Kita suka memberikan argumen tanpa didukung oleh suatu alasan atau dasar yang lebih tepat, misalnya dalam kasus ini, kita tidak menggunakan atau mempertimbangkan ilmu mengenai jabatan (job grading). Sangat aneh untuk diterima oleh akal sehingga menyebutkan jabatan dirjen pajak adalah jabatan dengan tingkat kesulitan yang sangat tinggi. Dalam konteks pemerintahan, meskipun nilai jabatan seorang dirjen bisa berbeda dengan dirjen lain dalam suatu kementerian, atau pada kementerian yang berbeda,  namun secara relatif seharusnya nilai jabatan seorang dirjen di pemerintahan tidaklah terlalu jauh beda nilainya.Tidak boleh ada asumsi, misalnya nilai jabatan Dirjen X lebih tinggi dengan nilai jabatan Menteri Y.

Memang semuanya menghendaki pengukuran yang lebih ilmiah. Tidak hanya di kalangan pemerintahan, juga bagaimana nilai relatif jabatan di luar pemerintahan, misalnya Anggota DPR, atau pejabat non pemerintahan yang lain. Saya tidak membantah bahwa mencari uang (pajak) itu tidaklah mudah. Tapi orang juga bisa mengatakan, pekerjaan seorang programmer juga tidak sederhana, tidak semua orang bisa melakukannya.
Tujuan kita adalah bagaimana kita bisa menerima suatu perbedaan, tetapi karena adanya suatu perhitungan yang bisa diterima (akal sehat). Bukan sekedar mengatakan sesuatu itu lebih sulit dibandingkan dengan sesuatu yang lain.