Saturday, 3 June 2017

Politik Indonesia di Bulan Ramadhan

toto zurianto

Sebenarnya bulan Ramadhan tahun ini (2017), biasa saja, sejuk dan damai. Awal mulanya juga relatif baik, hampir tidak ada perbedaan di dalam penetapan tanggal awal menjalani puasa. Hanya saja, selama menjelang dan seminggu puasa, terlalu banyak masalah-masalah kemasyarakatan yang membuat kita tidak terlalu nyaman menjalankan ibadah suci ini. Mulai dari peristiwa kampung Melayu yang mengejutkan, setelah sebelumnya peristiwa Bom Manchester yang berjarak ribuan Kilometer dari negeri kita. Apalagi, di sebelah utara kita, di Filipina Selatan, situasinya terus bergejolak dan mencekam. Itu juga melibatkan sebagian kecil orang Indonesia yang sudah sangat go international.
Lalu, beberapa hari yang lalu, pemerintah Presiden Jokowi, menetapkan dan menginstruksikan, untuk merayakan Hari Ulang Tahun "kelahiran" Pancasila pada tanggal 1 Juni. kantor-kantor pemerintah, sekolah/perguruan tinggi dan TNI/POLRI, wajib menyelenggarakan acara peringatan ulang tahun Pancasila. Tidak hanya itu, karena ini zaman medsoc dan viral, maka Presiden juga menyampaikan pandangan dan keyakinannya melalui Jampi-Jampi "Saya Pancasila".
Mungkin sudah ribuan atau jutaan orang yang "ikut Presiden" mendengungkan kalimat, "Saya (Pejabat, Artis, Politisi, Tentara, atau orang biasa), Saya Indonesia, Saya Pancasila". Tapi tentu saja, banyak juga yang tidak ambil pusing, dan mengkritik sikap Presiden itu. Seperti biasa, karena kita hidup di zaman viral dan medsoc, para pendukung, dipastikan membalas dengan sangat sengit.
Agaknya, kalau kita perhatikan, inilah masalah utama politik dan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini. Karena secara umum, masyarakat Indonesia terdiri dari, para pendukung Presiden yang jumlahnya setengah lebih, dan yang bukan pendukung Presiden yang jumlahnya setengah kurang, kita perlu belajar dan mencari alat yang lebih bagus untuk membangun bangsa. Perbedaan dan Pengkotakan masyarakat, sudah memasuki tahap yang serius. Memuji seseorang yang merupakan Hak Azasi seseorang, sama buruknya dengan Menjelekkan seseorang. Sering orang yang dipuji tidak mendapatkan apa-apa (tidak peduli), dan orang yang dijelekkan tidak merasa harus marah (atau tidak tahu), tetapi para pengikut keduanya bisa saling menyerang dan perang kata-kata.

Kini, kita harus belajar memilih kata-kata. Bukan untuk mempermanis ucapan, tetapi, bagaimana menghindari hal-hal yang bisa merusak kebersamaan. Inilah hal penting untuk mengurangi pertentangan antar anak bangsa. Tidak terlalu bagus, kalau kita selalu menggunaakan media hukum dan aparat hukum untuk mengatasi perbedaan diantara masyarakat kita. Kita masih belum mempunyai situasi yang saling mempercayai diantara masyarakat. Aspek DisTrust diantara masyarakat masih terlalu tinggi dan memerlukan perbaikan.


No comments: