Monday 18 October 2010

Eat Pray Love

toto zurianto


Kadang-kadang, ketika kita secara sungguh-sungguh mencoba mengejar cita-cita kita sendiri (to help yourself), tiba-tiba, akhir dari pengejaran itu, ternyata, banyak sekali yang memberikan manfaat bagi orang lain (............ it end up helping tutti, everyone).

Film, Novel, Cerita Perjalanan, juga Cerita-cerita orang tua, atau Kisah-kisah kenabian, Cerita Spritual, juga cerita Kuliner, tetapi terutama Cerita Cinta, sering berperan seperti candu yang memabukkan. Membuat pembacanya terpesona, ingin mengalami peristiwanya, ingin merasakan kehangatan dan pelukan kekasihnya seperti cerita itu!

Kita pernah terpesona dengan Harry Porter, kita mengikuti terus ceritanya Andrea Hirata. Atau bagi generasi Pak Haidar Bagir, atau generasi “saya”, kitapun pernah menjadi tidak sabar mengharapkan kedatangan Marga T yang piawai meracuni kita dengan Karmilanya, atau kisah percintaan seputar mahasiswa dan kampus. Bahkan, siapa diantara kita yang tidak kenal Eddy D. Iskandar yang melahirkan Gita Cinta Dari SMA dan Berlalu Dalam Sunyi yang menghanyutkan dan membuat kita menangis!

Sama seperti ketika kita membaca buku ini, ya Elizabeth Gilbert, dan kemudian ketika kita menonton filmnya yang manampilkan Julia Robert, juga artis pengalaman kita Christine Hakim dalam Eat Love and Pray, sungguh membuat kita menjadi terpesona.

Tentu saja, terutama bagian III buku ini yang dimulai dari Chapter 73 yang kesemuanya berkisah mengenai Indonesia, tentang Bali, dan terutama romantika pedesaan, persawahan dan pegunungan di Ubud.

Semua kita menjadi lebih egois, bahkan banyak diantara kita yang meninggalkan Bagian I, kisah-kisah Elizabeth Gilbert di Itali, yang selama 4 bulan dia mengembara, sambil berusaha mempelajari bahasa Itali yang telah diidam-idamkannya sejak kecil.

Bagi kita, Italia menjadi kurang menarik, sama seperti kita mengikuti Bab II yang mengambil kisah perjalanan yang lebih spritual di India. Kebanyakan kita, saya terlebih-lebih, menjadi tidak sabar dan ingin segera menikmati perjalanan Elizabeth di Ubud!

Saya tidak tahu, tetapi saya berusaha lebih objektif, memang terasa, bagian I dan bagian II cerita ini, tidak pernah melahirkan peristiwa-peristiwa yang mengejutkan bagi pengarangnya. Tidak ada hal yang kuat yang bisa menempatkan peristiwa belajar bahasa (Itali) sebagai sebagai kejadian yang akan membekas di sanubari pengarangnya. Mungkin peristiwa di India sedikit lebih menarik, terutama memperhatikan kisah dan pesta perkawinan yang mau tidak mau bersinggungan dengan peristiwa yang dialami oleh Elizabeth Gilbert yang mendorongnya untuk melakukan perjalanan di 3 negara.

Monday 4 October 2010

Menikmati Pekerjaan

toto zurianto


Bagaimana menikmati pekerjaan? Wah susah sekali. Tidak sama dengan yang berlaku di negara maju, dimana bekerja, selalu memiliki definisi yang berbeda. Di kita di Indonesia, bisa bekerja merupakan anugrah yang luar biasa. Kenapa? Karena masih banyak sahabat atau orang lain yang begitu sulit mendapatkan pekerjaan. Tidak peduli dia seorang Sarjana, apalagi kalau pendidikan lebih rendah, tentu bekerja adalah sesuatu yang mewah. Jadi bagaimana agar kita menikmati pekerjaan? Meskipun situasinya berbeda dengan di negara maju, tetap kita memiliki peluang untuk bisa menikmati pekerjaan kita. Setidaknya, bisa menumbuhkan semangat atau motivasi untuk lebih berprestasi pada pekerjaan kita yang menjadi satu-satunya pilihan terbaik sampai saat ini.

Menurut Jack Welch (in Jeffrey A Krames), ada 3 hal yang perlu kita perhatikan;

Pertama, jadikan perjalanan hidup dan pekerjaan kita menjadi sesuatu yang lebih informal. Kalau kita seorang atasan, kita mempunyai kesempatan untuk menerapkannya terlebih dahulu. Kadang-kadang dari cara berpakaian saja, bisa membuat orang (lain) menjadi lebih dekat dengan kita. Pakaian yang terlalu resmi sering membuat suasana menjadi lebih kaku. Please, "to loosen up dress down and make the workplace an "ideas of laboratory".

Kedua, Bagaimana menciptakan pekerjaan yang memberi tantangan! Biasanya berbagai pekerjaan, setelah beberapa waktu, cenderung menjadi biasa-biasa saja dan bersifat rutin. Inilah situasi yang membuat kita harus mampu melahirkan tantangan lain yang lebih berat dan lebih inspiratip.

Ketiga, "don't stay in the same job forever"! Kecuali terpaksa, kita perlu menghindar dari suasana yang membosankan. Selama suatu pekerjaan belum terwujudkan, memang masih ada peluang untuk stay. Tetapi akan menjadi sangat membosankan apabila pekerjaannya ternyata hanya itu-itu saja. Kita perlu mendapatkan atau mengejar peluang untuk melakukan hal-hal membuat kita "mempelajari sesuatu yang baru" dan memacu daya pikir atau pertumbuhan inteleltualitas kita. Jangan biarkan otak kita mati karena pekerjaannya cenderung monoton dan mengulang.

Inilah sedikit cara bagi kita untuk meningkatkan semangat dan motivasi dengan mencari peluang untuk menikmati pekerjaan.