toto zurianto
Pemimpin bangsa ini tetap harus bekerja keras. Presiden khususnya, tetap harus selalu dipertanyakan komitmennya untuk memberantas korupsi. Karena ternyata, orang yang korupsi masih belum berkurang. Kasus korupsi masih tetap hebat. Reformasi Birokrasi yang sudah dimulai sejak 5 tahun yang lalu, kini semakin terlihat dingin. Tak banyak pembaharuan yang telah dilakukan. Profesionalisme pegawai negeri sebagai pelayan pemerintah, mungkin banyak yang semakin membaik. Tetapi persoalan rekening gendut, ternyata tidak memperlihatkan kemajuan.
Lebih setahun yang lalu kita dikejutkan dengan kasus Gayus yang memiliki rekening gendut dan sangat gendut. Tapi sekarang tidak banyak beritanya yang bisa kita dengar. Banyak pula dugaan korupsi yang dialamatkan kepada pejabar negara, anggota Kepolisian dan TNI.
Sekali 3 Uang, selalu tidak ada beritanya.
Kini muncul pula rekening Gendut pegawai Dirjen Pajak yang lain, Dhana Widyatmika yang diduga memiliki harta/rekening tidak kurang dari Rp60 milyar. Hebat sekali!
Dari mana uang sebesar itu, mana mungkin penerimaan gaji atau karena melakukan perjalanan dinas. Ya inilah masalah kita yang belum terselesaikan. Korupsi masih menjadi momok yang tidak terjawab. Bagaimana Komitmen penyelenggara negara. Katanya ingin memberantas korupsi, tapi koq semakin banyak?
CHANGE and Leadership mengundang teman dan sahabat untuk sharing pengetahuan, informasi, atau hiburan dalam rangka memperluas wawasan dan persahabatan! CHANGE and Leadership tidak membatasi peminat pada suatu bidang keilmuan atau minat tertentu. CHANGE and Leadership adalah forum lintas pengetahuan, bisa digunakan untuk mengulas hal-hal yang berhubungan dengan praktek kepemimpinan, manajemen, SDM, sosial, ekonomi, dan politik, juga bagi penggemar sport, sastra, musik, kuliner, dan travel!
Tuesday, 28 February 2012
Tuesday, 21 February 2012
Japan Aftershock
toto zurianto
Sebuah buku, bukan novel, lebih tepat kisah nyata atau perjalanan penulisnya yang Indonesia asli dan saat ini bermukim di Jepang. Ini adalah cerita mengenai gempa bumi dan Tsunami di Jepang (11 Maret 2011) dan berbagai kejadian setelahnya yang "mengerikan" yaitu bencana reaktor nuklir di Fukushima.
Meskipun rakyat Jepang sudah sangat terbiasa dengan gempa, tetapi situasi yang satu ini benar benar sangat menguji nyali dan kesiapan yang sebenarnya sudah sangat teruji. Dari kakek nenek sampai anak-anak usia dini sebenarnya sudah sering menghadapi gempa dan melakukan simulasi gempa di sekolah sekolah, tetapi ketika situasinya berlangsung begitu hebat, apapun bisa berpengaruh kepada cara kita memberikan respon.
Tulisan Hani Yamashita, seorang ibu rumah tangga dan Junanto Herdiawan, ekonom Bank Indonesia yang bertugas di Tokyo sungguh menarik, memberikan pelajaran, dan membuat kita lebih dalam memahami kehidupan masyarakat Jepang. Ini pelajaran baik bagi siapa juga, terutama kita bangsa Indonesia yang cukup sering menghadapi bencana yang sangat luar biasa.
Sayang, kita tidak pernah ingin bersiap-siap ketika menjalani hidup normal tanpa bencana. Lalu menjadi sangat panik saat bencana tiba yang datangnya tidak bisa diperkirakan. Bahkan untuk bencana gunung berapipun yang sinyalnya sering sudah terlihat selama berminggu-minggu, semua sering kita anggap sebagai angin lalu. "Belanda belum datang", jangan khawatir.
Mudah-mudahan tulisan buku ini memberi pelajaran untuk menyiapkan berbagai kondisi disaster yang mungkin terjadi. Tidak saja karena bencana alam, tetapi juga akibat terorisme, politik, dan krisis lainnya.
Sebuah buku, bukan novel, lebih tepat kisah nyata atau perjalanan penulisnya yang Indonesia asli dan saat ini bermukim di Jepang. Ini adalah cerita mengenai gempa bumi dan Tsunami di Jepang (11 Maret 2011) dan berbagai kejadian setelahnya yang "mengerikan" yaitu bencana reaktor nuklir di Fukushima.
Meskipun rakyat Jepang sudah sangat terbiasa dengan gempa, tetapi situasi yang satu ini benar benar sangat menguji nyali dan kesiapan yang sebenarnya sudah sangat teruji. Dari kakek nenek sampai anak-anak usia dini sebenarnya sudah sering menghadapi gempa dan melakukan simulasi gempa di sekolah sekolah, tetapi ketika situasinya berlangsung begitu hebat, apapun bisa berpengaruh kepada cara kita memberikan respon.
Tulisan Hani Yamashita, seorang ibu rumah tangga dan Junanto Herdiawan, ekonom Bank Indonesia yang bertugas di Tokyo sungguh menarik, memberikan pelajaran, dan membuat kita lebih dalam memahami kehidupan masyarakat Jepang. Ini pelajaran baik bagi siapa juga, terutama kita bangsa Indonesia yang cukup sering menghadapi bencana yang sangat luar biasa.
Sayang, kita tidak pernah ingin bersiap-siap ketika menjalani hidup normal tanpa bencana. Lalu menjadi sangat panik saat bencana tiba yang datangnya tidak bisa diperkirakan. Bahkan untuk bencana gunung berapipun yang sinyalnya sering sudah terlihat selama berminggu-minggu, semua sering kita anggap sebagai angin lalu. "Belanda belum datang", jangan khawatir.
Mudah-mudahan tulisan buku ini memberi pelajaran untuk menyiapkan berbagai kondisi disaster yang mungkin terjadi. Tidak saja karena bencana alam, tetapi juga akibat terorisme, politik, dan krisis lainnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)