Monday, 27 January 2014

Jangan Cerai!

toto zurianto

Kita di Indonesia selalu disuguhi berita sensasional, tentunya mengenai artis atau selebritis. Detik hari ini memberitahukan bahwa Ayu Tingting, menggunakan 8 pengacara dari Kantor O.C. Kaligis untuk melakukan gugatan cerai (di pengadilan Agama Islam) dari suaminya Enji (Hendri Hendarso Baskoro) yang di sisi lain memanfaatkan pengacara yang juga sangat kondang, Hotman Paris.

Mungkin sudah semakin banyak masyarakat kita yang menganggap soal perceraian para selebritis, sudah normal untuk bertarung di pengadilan (dengan menggunakan pengacara). Tapi saya masih terheran-heran, kenapa ya, persoalan seperti ini semakin asyik diumbar dan dipertajam di media masa? Kenapa juga semakin banyak orang (terutama selebritis) yang berpikir, persoalan perceraian sama saja dengan persoalan perselisihan yang lain. Karena itu, memerlukan pengacara (yang hebat) yang biasanya tidak murah.

Tapi seperti kata OC Kaligis, tidak semua yang dibantu kantor pengacara memerlukan biaya besar. Banyak sekali yang diberikan secara cuma-cuma, gratis, alias bersifat "probono".
Entahlah, semoga kasus Ayu dan Enji berakhir dengan tidak semakin memperluas luka di hati masing-masing yang berperkara. Bagaimanapun, soal keputusan hakim adalah sesuatu yang akhirnya akan dilakukan. Tetapi hendaknya kita menyadari bahwa persoalan perceraian adalah sesuatu yang tidak mudah untuk diterima (kedua pihak, termasuk tetangga dan saudaranya). Semoga para pengacara lebih mengedepankan "masa depan" katimbang menang dan kalah  semata.


Monday, 20 January 2014

Banjir di Indonesia; Penanganan yang masih amateur!

toto zurianto

Sejak minggu lalu sampai dengan hari ini (Senin, 20 Januari 2014), suasana masih terus mendung dan hujan terus mewarnai sebagian besar kawsan di Indonesia, terlebih di kota Jakarta dan sekitarnya. Bahkan kota Manado Sulawesi Utara mengalami banjir bandang yang membawa korban luar biasa, termasuk korban jiwa hampir 40 orang.

Kota Jakarta yang banjirnya bukan bersifat banjir bandang (banjir tiba-tiba akibat air bah yang berlangsung cepat), juga belum mampu mengurangi terjadinya korban jiwa. Banjir di Jakarta sejak day-1 sangatlah terprediksi, karena hujan turun tidak tiba-tiba. Bahkan BMKG sudah melakukan  prediksi jauh sebelum banjir terjadi. Tapi soal penanganan dan respon kita terhadap banjir, sangatlah tidak terencana. Kecuali munculnya banyak selebritis Televisi yang berusaha memberikan jawaban yang sering terasa tidak tepat. Juga menjadi ajang para politisi dan partai politik, dan tentunya termasuk media Televisi (dan Surat Kabar) yang berusaha memanfaatkan moment banjir secara maksimal.

Di Jepang, persoalan bencana alam sangatlah berbeda penanganannya. Mungkin karena mereka sudah terbiasa menghadapi gempa bumi dan tsunami, jadi mereka sangatlah siap menghadapi bencana yang sangat luar biasa. Anak-anak sudah terlatih untuk melakukan sesuatu apabila terjadi bencana, padahal sering mereka hanya sendiri di rumah sementara orangtuanya berada di tempat kerja.
Pemerintah dan masyarakat Jepang sangatlah paham bahwa persoalan penanganan terhadap bencana, memerlukan perencanaan dan pelatihan secara terus menerus. Kapanpun bencana terjadi, sebuah sistem harus bisa bekerja secara otomatis tanpa memerlukan rapat dan instruksi berulang kali. Setiap kawanan sudah memiliki tata cara penanganan bencana, siapa yang menjadi Leader dan siapa pula wakilnya. Bahkan pada setiap kampung (kelurahan atau RT) yang hanya terdiri dari puluhan atau ratusan orang, semuanya mempunyai arah bergerak dan peralatan untuk melakukan penyelamatan secara cepat. Anak kecil, atau anak sekolah, tahu ke arah mana dia bergerak dan apa yang harus dibawanya ketika terjadi bencana.

Berbeda dengan kita yang selalu berpikir dan berpikir sebelum meninggalkan rumah kita sendiri. Ada saja yang kita takutkan (terutama dari para maling) yang membuat kita menunggu dan menunggu tanpa belakukan apa-apa. Lihat bagaimana susahnya melakukan penyelamatan di Jakarta. Semua orang menunggu sampai air sebatas leher, baru melakukan evakuasi. Tentu saja sangat menyulitkan dan berpotensi menimbulkan terjadinya korban jiwa.

Negara besar atau kota besar, sayang kalau kita tidak selalu belajar untuk bersiap-siap melakukan antisipasi atas terjadinya bencana. Peristiwa banjir dan gempa gunung api sering kita alami, tetapi anehnya, kita selalu sibuk dan sibuk yang membuat kita kesulitan untuk melakukan tindakan yang sebenarnya mungkin tidak terlalu kompleks.
Tidak tahu sampai kapan kita memulai untuk bersikap lebih profesional dalam menghadapi bencana seperti ini.