Friday, 25 February 2022

SEKOLAH SMP DI PADANG TAHUN 1975

toto zurianto

SEKOLAH DI KOTA PADANG TAHUN 1975
Tulisan ini kenangan indah sewaktu aku bersekolah di Kelas IIID SMP Negeri 4 Padang selama 1 tahun pada tahun 1975. Sudah lebih dari 45 tahun yang lalu, sering memory indah ini terbayang kembali, semoga tulisan di FB ini menjadi bacaan menarik bagi kawan dan sahabat yang sempat mampir di lapak ini.


PADANG KOTA TERCINTA
Pada bulan Desember 1974, menjelang akhir tahun, aku melakukan perjalan panjang dari Lampahan, Kabupaten Aceh Tengah menuju Medan, dan kemudian lanjut ke Kota Padang. Tujuannya adalah keinginan untuk bersekolah di Kota Padang.

Beberapa bulan sebelumnya, Bapak dan Ibu, kami menyebutnya Papa dan Mama menyampaikan usulan apakah aku, juga abangku, Mas Jonny, bersedia melanjutkan sekolah di Padang. Memang saat itu, Kota Padang sudah dikenal memiliki sistem pendidikan yang relatif sangat bagus. Tujuan lain adalah memberikan kesempatan bagi kami untuk mengenal Kampung Halaman secara lebih baik, sekaligus belajar untuk hidup lebih mandiri karena jauh dari rumah dan jauh dari orang tua.

Tentu saja, aku meyakini apa yang disampaikan Papa dan Mama, suatu usul yang sangat baik, meskipun pada saat itu, kami tidak mempunyai informasi yang banyak mengenai suasana kota Padang dan bagaimana nanti, bersekolah di sebuah tempat yang baru dan asing.

Singkat cerita, akhirnya, dengan diantar Mama, dengan menumpang Bus Antar Kota, Bus PT ACEH TENGAH, kami berangkat dari Lampahan (Aceh Tengah) menuju Medan, dan singgah beberapa hari di rumah kami di Medan. Kemudian kami berangkat menuju Padang naik Bus Firma ABS (Aek Batang Gadis Sejati) selama sekitar 24 jam, akhirnya kami sampai di Padang. Waktu itu kalau enggak salah, kami turun di Terminal Bis Lintas Andalas, lalu naik Bendi atau Dos (Kuda Andong) menuju Rumah keluarga kami di Jalan Ganting.
Setelah beberapa saat menikmati perjalanan naik Bendi, akhirnya sampailah kami di Rumah Gadang keluarga Mama yang berada di Jalan Ganting tidak jauh dari Mesjid Raya Ganting dan Lapangan Basket Kompleks Tentara (TNI) pas di pinggir Sungai Batang Arau.

Pada saat itu, awal Januari 1975, Rumah Gadang tersebut yang terdiri dari beberapa kamar didiami oleh beberapa keluarga keturunan Nenek kami, antara lain; keluarga mak Etek Tipah, bersama Pak Etek dan 3 anaknya, masing-masing Tek Net (Tante Net), Dasril dan Jon. Kemudian ada Om In (Asrien Nurdin) anak dari Mak One Teta. Om In waktu itu, masih kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, kalau tidak salah Om In menamatkan pendidikannya sebagai Drs Ekonomi di tahun 1975 dan sempat merayakan perkawinannya di Rumah Gadang tersebut.

Selanjutnya ada lagi keluarga Tante Ida (Zuraidah) yang menempati sebuah kamar bersama suaminya Om Fadhil dan 2 anaknya, Wiwid (dulu Kelas 4 SD Yos Sudarso) dan Ison yang dulu belum sekolah.
Lalu, aku bersama Mas Jonny menempati sebuah kamar di depan yang sebelumnya kamar tersebut ditempati oleh Mak Gaek, nenek dari Mama yang waktu itu sudah berusia hampir 100 tahun, sehingga lebih disarankan untuk pindah dan tinggal bersama salah seorang anaknya, Mamak Ibu, adik Nenek kami Siti Zaenab yang rumahnya di Ganting Baruh masih di jalan Ganting di seberang Mesjid Raya Ganting. Sedang Nenek kami sendiri, Siti Zaenab, kadang-kadang di Jakarta, di tempat anaknya (Tante kami Zaijasni), biasanya sekitar 5-6 bulan, kemudian mampir ke Padang biasanya hanya sekitar 1 minggu, lalu ke Medan dan Aceh ke rumah kami selama sekitar 5-6 bulan. Begitulah selama bertahun-tahun perjalanan Nenek kami, apakah di Jakarta atau di Medan/Aceh, sambil tidak lupa mampir di kampungnya di Padang walau hanya sekitar 1-2 minggu saja.

Kehidupan di Padang sekitar tahun 70-an, masih seperti yang digambarkan pada novel-novel Pujangga baru, misalnya kalau malam hari, masih banyak penjual makanan yang mengitari rumah-rumah sambil membawa dagangannya yang dipanggul di atas kepalanya, sama seperti dalam cerita Siti Nurbaya. Meskipun di jalanan sudah cukup banyak kenderaan bermotor, tetapi kita masih sering mendengar bunyi sepatu kuda (Bendi/Dos) yang bergerak mengantarkan penumpangnya ke penjuru kota.

MANDI DI SUNGAI BATANG ARAU
Kami seperti umumnya masyarakat yang bermukim di sekitar Sungai Batang Arau, masih banyak yang memanfaatkan air sungai untuk mandi dan buang air (istilahnya Tacirik). Tentu saja mandi di sungai, mula-mula sangat sulit untuk dilakukan karena sudah sejak kecil kami terbiasa mandi dan buang air di Kamar Mandi. Akhirnya, aku berusaha untuk Mandi pagi sekali, mungkin sebelum jam 06.00 pagi saat hari masih gelap dan belum banyak orang yang mandi ke sungai.

Paling sulit tentu ketika harus Buang Air besar yang berbaur antara perasaan malu dengan keharusan untuk buang air karena rumah Gadang kami waktu itu, seperti rumah-rumah yang lain di pinggir sungai, belum mempunyai kamar Mandi. Tetapi lama-kelamaan, akhirnya mandi di sungai dan buang air menjadi kebiasaan, walaupun umumnya dilakukan pagi-pagi sekali, atau sore hari menjelang Maghrib. Tentu saja, kami akan kesulitan apabila hujan lebat dan banjir datang, yang membuat permukaan air naik, banyak sampah dan lumpur. Tetapi tetap saja kehidupan berlangsung, dalam kesulitan, selalu ada keindahan.

SEKOLAH DI SMP NEGERI 4 PADANG TAHUN 1975
Setelah berbagai urusan Administratif Pindah Sekolah selesai, akhirnya aku bisa bersekolah di SMP Negeri 4 Padang yang berada di Jalan Pulau Karam Nomor 82, di daerah Kampung Cino (kampung Cina), tidak jauh dari Jalan Pondok, dekat Pasar Tanah Kongsi (Pasar Kampung Cina). Alhamdulilah waktu itu, aku ditempatkan di Kelas IIID, di bawah Bimbingan wali Kelas Ibu Erma Tjupu BA yang juga sebagai Guru Pengajar Mata Pelajaran Ilmu Hajat (Biologi) yang dikenal sebagai Guru yang Tegas dan Suka menghukum murid-murid yang tidak disiplin. Hampir semua murid pernah kena hukum Ibu Erma Tjupu. Aku sendiri pernah dicubit di perut sambil diangkat ke atas sehingga terasa cukup sakit.
Beberapa nama Guru yang aku ingat waktu itu, antara lain, Kepala Sekolah SMP 4 Bapak Joenas dengan Wakilnya Pak Jamahar yang juga sebagai Guru Ilmu Aljabar. Guru-guru lain, di antaranya; 2 orang Guru yang bernama sama Bapak Hasan Basri, pertama Guru Bahasa Indonesia, kemudian Guru Ilmu Ukur. Dulu belum ada pelajaran Matematika, masih sistem lama, pelajaran Aljabar dan Ilmu Ukur. Guru yang lain, ada Ibu Jamilah, yang mengajar Ilmu Bumi, kalau enggak salah Ibu Jamilah bukan orang Minang (Padang), tetapi berasal dari Jawa Tengah yang suaminya sebagai Anggota TNI-AU yang bertugas di Kawasan Bandara Tabing. Salah satu Guru lain yang masih aku ingat adalah Guru Agama (Islam). Menurutku Ibu Guru Agama orangnya sangat baik, tapi pada triwulan pertama raport pelajaran Agamaku jelek sekali, kalau tidak salah Nilainya 5. Aku tidak tahu faktor penyebab kenapa aku mendapat nilai 5, tetapi akibatnya, aku selalu berusaha mengikuti pelajaran Agama secara lebih baik. Usaha yang tidak sia-sia yang membuat Nilai Pelajaran Agama pada Triwulan II menjadi sangat baik, kalau tidak salah nilainya 7. Sedihnya, kenapa aku tidak bisa mengingat nama Ibu Guru Agama Islam yang sangat baik itu, dan telah membantuku untuk belajar dengan lebih baik ketika itu. Maafkan aku Bu.

SMP 4 PADANG BEKAS SEKOLAH CINA
Sungguh menarik bersekolah di SMP 4 Padang yang waktu itu telah memiliki fasilitas pendidikan yang cukup memadai, antara lain memiliki Lapangan Basket di halaman depan sekolah yang dilengkapi dengan tribune kecil di sisi lapangan untuk penonton. Fasilitas Olah Raga yang lain, termasuk Lapangan Badminton di bagian dalam sekolah yang berada tepat di tengah-tengah di antara Kelas-kelas. Lapangan Badminton juga digunakan sebagai Tempat Upacara Bendera setiap hari Senin dan peringatan hari besar nasional yang lain. Lalu di bagian atas sebelah dalam, ada juga Aula untuk pertunjukan kesenian, peringatan Hari Besar dan Fasilitas Tennis Meja (Pingpong).

Lalu pada pelajaran Olah Raga, setiap kelas juga mengikuti Pelajaran Renang sekali setiap bulan yang waktu itu dilaksanakan di Kolam Renang Teratai Jalan Sudirman, atau di Kolam Renang Tirtanadi di dekat Muaro.
Pelajaran Olah Raga salah satu yang terbaik di SMP 4 saat itu, di mana pada Minggu pertama setiap bulan, diberikan materi Atletik seperti lari, Lompat Tinggi dan Lompat Galah, termasuk melempar Lembing. Selanjutnya pada Minggu Kedua, anak-anak mendapatkan pelajaran Bermain sesuai bakat dan pilihannya, apakah Basket, Badminton, atau tennis Meja (Pimpong). Sedangkan yang berminat pada permainan Sepak Bola, tempatnya di lapangan di luar sekolah, waktu itu, di lapangan Sepakbola dekat lokasi Padang Fair, tidak jauh dari Pantai Padang.

Selanjutnya pada Minggu ketiga diberikan materi Senam yang dilakukan di halaman sekolah. Kemudian paling menarik tentu saja di Minggu keempat, ketika kami diberikan pelajaran Renang yang setiap hari Rabu diberikan di Kolam Renang Teratai.

Tentu saja pelajaran yang lain, juga sangat menarik, terutama karena Guru-gurunya sangat menguasai bidangnya dan juga memberikan bantuan yang sangat baik kepada kami untuk memahami seluruh pelajaran yang diberikan.
KAWAN KAWANKU DI SMP 4 PADANG
Lalu siapa saja kawan-kawanku di SMP 4 Padang itu? Aku masih ingat beberapa kawan, terutama yang sekelas di Kelas IIID Tahun 1975, pertama Agus Sjarief yang duduk sebangku denganku. Agus waktu itu menjabat sebagai Ketua Kelas IIID, kalau tidak salah orangtuanya, anggota TNI-AU yang dinas di Tabing. Menyenangkan bermain dengan Agus yang banyak membantuku untuk menyesuaikan diri sebagai anak baru di Kelas IIID. Lalu ada Yance, anak perempuan paling pintar di Kelas IIID, juga sering mendapatkan ranking pertama di sekolah, sejak Kelas I sampai Kelas III. Aku sering juga menanyakan beberapa hal yang aku kurang paham kepada Yance yang juga suka membantu.

Tetapi teman aku belajar sehari-hari, juga teman bermain setiap sore setelah pelajaran sekolah ada 3 orang, yaitu; Ierjon Hendri yang rumahnya di Jalan Ganting dekat Jalan Kesatria tidak jauh dari rumah kami. Kemudian Helmi Riawadi dan Okky Octavius yang keduanya tingal di Sebrang Padang.
Aku, Ierjon dan Helmy sama-sama di Kelas IIID, sedangkan Okky Kelas IIIC. Meskipun Kelasnya berbeda dengan Okky, tetapi hampir setiap hari kami belajar bersama, dan biasanya setelah belajar, kami jalan-jalan keliling kota naik sepeda, mulai dari Seberang Padang, melewati Palinggam, Pasar Mudik, Muaro dan berhenti menikmati Pantai Padang sering sampai Matahari Terbenam, baru kemudian pulang ke rumah masing-masing.
Kadang-kadang kami mengunjungi Toko Buku, waktu itu hanya ada satu toko buku yang cukup lengkap di Padang, namanya Toko Buku Anggrek di Jalan Pasar Raya, di samping Bioskop Mulia yang dulu banyak memutar Film India (Hindustan).

MENDENGARKAN RADIO ARBES RASISONIA
Sering juga kami mengunjungi Radio Arbes di Jalan Pasar Raya Nomor 57 (Jalan Permindo), tidak jauh dari Toko Buku Anggrek. Dulu Radio Arbes menjadi pilihan anak muda dan terutama Pelajar dan Mahasiswa tempat kita meminta dan berkirim lagu dalam acara Pilihan Pendengar, tentunya sebagai kawan ketika kita belajar di malam hari. Kami membayangkan Radio Arbes Padang itu, kira-kira seperti Radio Prambors Jakarta, Radio Oz Bandung, atau Radio Bonsita di Medan. Tahun 70-an, mendengarkan Radio menjadi salah satu hiburan paling penting, di samping menonton Film.
Termasuk mendengarkan siaran langsung pertandingan Sepakbola atau pertandingan Bulutangkis Piala Thomas dan Piala Uber. Televisi belum ada, jadi media radio menjadi sangat penting. Aku ingat, bersama saudara-saudara, rame-rame kami mendengar siaran langsung Final Bulutangkis Uber Cup, bukan menonton, melalui RRI Jakarta yang di-relay RRI Padang untuk masyarakat Sumatera Barat. Waktu itu, Tim Uber Indonesia berhasil mengalahkan Tim Uber Jepang, Aku lupa berapa skor pertandingan waktu itu, tetapi aku ingat beberapa nama Pahlawan Uber kita, antara lain Minarni, Imelda Wiguna, Theresia Widiastuti, Taty Sumirah, Regina Masli, dan Utami Dewi. Utami Dewi sendiri adalah adik kandung Rudi Hartono, pemain Thomas Cup Indonesia, dan pernah 7 kali Juara Piala All England Tunggal Putra sebelum diteruskan Lim Swie King, kemudian Luis Pongoh, dan Taufik Hidayat. Oh ya, tahun 70-an juga ada Pemain Bulutangkis Putra terkenal asal Sumatera Barat, namanya Amril Nurman. Amril Nurman salah seorang pemain tunggal Tim Thomas tahun 1973 bersama Rudi Hartono dan Mulyadi.

PERNAH SIARAN LANGSUNG; NYANYI LIVE DI RRI PADANG.
Lalu siapa lagi kawan-kawanku di SMP 4, selain Agus, Yance, Ierjon, Helmiriawadi, dan Okky Octavius, aku maish ingat beberapa nama lagi, antara lain; Dodi Kelas IIID, tinggalnya di Purus, kalau tidak salah orangtuanya sebagai Pedagang Kain yang sukses di Pasar Betingkat/Pasar Raya. Lalu ada juga Belek “Black”, aku lupa namanya, tapi karena dia berkulit hitam, kawan-kawan memanggilnya Belek. Lalu ada juga Amrizal yang jago main Guitar, kebetulan kami sama-sama anggota Vocal Group SMP 4.
Amrizal tinggal di Alang Lawas, tidak begitu jauh dari Mesjid Nurul Iman. Kawan-kawan lain yang masih aku ingat, antara lain Irwan Kelas IIID yang rumahnya di Indarung, lalu ada Sofinta juga Kelas IIID dari Jl. Padang Baru. Ada juga Emilia yang tinggal di dekat Rumah Sakit Tentara Ganting, lalu yang paling kuingat, Syafni di kelas IIIC, rumahnya di Jalan Sawahan. Aku sering jumpa Syafni yang sehari-harinya dipanggil Upik, biasanya pagi-pagi di Kantin Sekolah sambil Sarapan Ketupat Sayur Padang yang enak.

Lalu sebagai anggota Vocal Group, antara lain Aku, Amrizal, Desril (Kelas IIIC) yang tinggal di Jalan Terandam II, juga Yance dan Emilia, dan beberapa nama lain yang aku lupa namanya. Kami sering latihan sore hari setelah pulang sekolah. Yang paling menyenangkan, dengan usaha Guru Kesenian, pada akhirnya kami mendapatkan kesempatan untuk melakukan performance dalam siaran langsung Live di Radio Republik Indonesia (RRI) Studio Padang. Jelas menjadi sebuah kebanggaan. Aku ingat, waktu itu kami membawakan sebuah lagu ciptaan Koes Bersaudara, berjudul Pagi Yang Indah dan sebuah lagu Minangkabau. Yang menyedihkan, kenapa aku tidak bisa mengingat nama guru Kesenian kami dahulu.
Banyak sekali kegiatan yang menyenangkan selama sekolah di SMP 4 Padang yang sering masih kuingat sampai sekarang, meskipun sudah lebih 45 tahun berlalu. Kami sering melakukan perjalanan bersama, terutama pada akhir Kwartal setelah pembagian Raport, antara lain Jalan Pagi Bersama dari sekolah ke Batu Malim Kundang melewati Muara dan menyusuri pinggir laut, lalu pulangnya dari Pelabuhan Teluk Bayur dengan menumpang Bis Charteran City Express kembali ke sekolah di Jalan Pulau Karam 82. Kegiatan lain, ke Pantai Nirwana dan Pantai Carolina di daerah Bungus pada akhir sekolah setelah ujian akhir Kelas III.

NONTON BIOSKOP DAN NONTON BAND LIME STONE
Soal hiburan tahun 70-an memang sangat terbatas. Jangankan youtube atau internet yang mungkin waktu itu, belum pernah dibayangkan dan belum dipikirkan. Bahkan Televisi saja masih belum ada, baru ada di Jakarta, itupun masih sangat terbatas dan sederhana.

Tetapi, tetap saja, kita anak muda, selalu mempunyai cara untuk mencari hiburan di samping kegiatan sekolah sehari-hari. Disamping berkelana naik sepeda, berenang, dan belajar bersama, kami juga sering menonton Film. Waktu itu di Padang, ada beberapa Bioskop bagus yang sudah dilengkapi dengan pendingin Air Condition (AC), antara lain Bioskop New Rex di kawasan Pondok, Jalan Niaga, China Town nya Padang. New Rex bioskop terbaik di Padang yang banyak memutar Film-film Amerika dan Eropah, termasuk James Bond yang waktu itu, aku ingat bintangnya Roger Moore Film Live and Let Die.

Kalau kita ingin menonton Film Indonesia, biasanya kami pergi ke Bioskop Raya yang berlokasi di sebelah belakang SMA Negeri 1 Padang, pas di depan/seberang Sekolah terkenal Perguruan Adabiah. Menyenangkan bisa menonton di Bioskop Raya, karena setelah Film selesai, kami bisa melanjutkannya untuk jajan, Mie Sop Raya (Bakso) di halaman Bioskop Raya bersebelahan dengan dinding sekolah SMA Negeri 1. Dulu Mie Sop Raya termasuk kuliner paling enak se kota Padang.
Beberapa Bioskop lain di tahun 1975, antara lain, Bioskop Karia dekat Bank BNI dan SMP Negeri 2, Bioskop Purnama berdampingan dengan Bioskop New Rex, lalu ada Bioskop Satria di dekat Kinol, dan Bioskop Mulia yang special memutar Film Hindustan (India).
Pada awal tahun 1975, berdiri Bioskop baru di Padang di Lantai 2 Pasar Bertingkat, dekat Sekolah Adabiah dan Bioskop Raya, namanya Padang Theatre yang banyak memutar Film Indonesia, salah satunya, kami sempat menonton Film yang dibintangi Drg Fadly dan Tanty Josepha, kalau tidak salah Judulnya Setulus Hatimu. Meskipun saat itu aku belum berusia 17 tahun, rasanya indah banget bisa menonton Film Roman seperti Setulus Hatimu.
Tapi kalau sedang tidak punya uang, kami sering juga menonton di Taman Hiburan Imam Bonjol, Stadion Sepak Bola Imam Bonjol yang kalau malam hari, digunakan sebagai Bioskop dengan tarif yang lebih murah. Waktu itu, aku sering nonton Film Kungfu di Imam Bonjol, antara lain film film yang dibintangi Bruce Lee, dan Wang-yu. Sampai-sampai kami, anak-anak ketika itu, banyak yang memakai sepatu ala Bruce Lee atau sepatu Wang-Yu.

Selanjutnya ada juga Bioskop Rakyat di sebuah Gudang Milik Tentara, Kodam III Tujuh Belas Agustus, yang difungsikan sebagai Bioskop di daerah Terandam, dekat Rel Keretaapi. Aku sering juga nonton Film di sini, kebetulan lokasinya dekat dengan rumah kami di Jalan Ganting. Jadi cukup berjalan kaki saja. Tidak lupa sebelum menonton, membeli Godok-godok dan Goreng Pisang di depan bioskop yang rasanya sangat enak. Maklumlah, tahun 70-an belum ada Pop Corn dan Coca Cola.

NONTON BAND LIME STONE
Kemudian, biasanya menjelang hari kemerdekaan, banyak sekali pertunjukan Band di seluruh penjuru kota. Waktu itu band paling terkenal band Lime Stone yang dimiliki oleh PT Semen Padang di Indarung. Band Lime Stone yang banyak membawakan lagu Gamad Modern, sangat terkenal terutama lagunya Usah Dikana Juo, Bunga Tanjung, Elo Pukek, dan Tak Tontong Galamai Jaguang yang dibawakan oleh penyanyinya Sofjan Junaid yang juga sebagai pemain Drum. Aku lupa siapa lagi pemain band Lime Stone, tapi yang kuingat Pemimpinnya Jimmy Poetiray, Nyong Ambon yang fasih berbahasa Minang dengan rambut Kribonya. Band lain yang juga terkenal adalah Band Mariani’s yang dimiliki oleh Hotel Mariani. Band Marianis saat itu dipimpin oleh salah seorang anak pemilik Hotel Mariani yang juga sebagai Mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Aku lupa namanya, tapi beberapa tahun kemudian, mungkin sekitar tahun 1977, aku sempat menyaksikan kembali performance Band Marianis di Medan. Tepatnya di Aula Gedung Keuangan Medan, saat itu berlangsung Malam Keakraban Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang yang mengadakan kunjungan Muhibah ke Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

NONTON TURNAME SEPAKBOLA
Selama bermukim setahun di Padang pada tahun 1975, aku juga pernah beberapa kali bisa menonton pertandingan Sepak Bola yang diadakan di Stadion Imam Bonjol, yang berada di tengah Kota Padang, dekat Kantor Walikota dan Pasar Kampuang Jawo. Seingatku, aku pernah menyaksikan pertandingan antara PSP Padang melawan Klub Jayakarta dari Jakarta. Saat itu PSP Padang diperkuat antara lain oleh striker hebat Irawadi Uska yang lebih dikenal dengan nama Codot. Sedangkan Klub Jayakarta diperkuat oleh Legendanya Iswadi Idris, juga Kiper Sudarno, Sutan Harhara, dan Andi Lala.
Aku juga sempat menyaksikan turnamen Sepak Bola Piala Bukit Barisan yang waktu itu pembukaannya dilakukan oleh Gubernur Sumatera Barat Harun Zain yang dihadiri oleh Gubernur Sumatera Utara Marah Halim Harahap. Turnamen Bukit Barisan waktu itu, berusaha mencontoh Turnamen Sepak Bola Marah Halim Cup di Stadion Teladan Medan yang sudah berlangsung selama beberapa tahun sejak tahun 1972.
TAMAT SMP KEMBALI KE MEDAN
Pada bulan Desember 1975, aku menyelesaikan sekolah, Lulus dari SMP Negeri 4 Padang dengan nilai lumayan bagus. Setelah selama 1 tahun berada di Kota Padang, aku pulang liburan ke Medan dan Aceh, kangen-kangenan bersama Papa, Mama dan Saudara-saudara di Lampahan Aceh Tengah dan Medan.

Ketika akan kembali, aku tertarik untuk bersekolah di Medan, akhirnya aku enggak kembali ke Padang, tetapi melanjutkan sekolah di Medan di sebuah Sekolah Tehnik Menengah STM dengan harapan, apabila tidak bisa melanjutkan pendidikan di Universitas, aku bisa lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan.

Selamat Tinggal Kota Padang tercinta, Selamat Tinggal SMP Negeri 4 Padang, juga kawan-kawanku dan Guru-guruku di SMP 4 yang sejak tahun 1975, sampai sekarang (tahun 2022), aku belum pernah bisa berjumpa lagi. Beberapa tahun yang lalu, bahkan tahun 2015-2017, aku sempat beberapa kali berkunjung ke Kota Padang, dan sempat mengunjungi sekolahku SMP Negeri 4 di Jalan Pulo Karam 82. Waktu itu kondisi sekolah masih porak poranda akibat gempa di Padang yang belum direnovasi. Kadang-kadang aku sampai meneteskan air mata ketika merenung dan mengenang kembali masa lalu, masa indah ketika aku tinggal di Kota Padang dan bersekolah di SMP Negeri 4 Padang tahun 1975. Semoga Guru-guruku, juga teman-temanku yang masih ada, Insya Allah bisa berjumpa lagi suatu saat nanti. Kepada Guru-guruku tercinta dan juga sahabatku terbaik di SMP Negeri 4 Padang yang sudah menghadap yang maha Kuasa, Insya Allah Husnul Khotimah dan mendapatkan yang terbaik disisiNya, Amin YRA.

No comments: