Selama sekitar sebulan ini, masyarakat Indonesia "terpaksa" harus mengkonsumsi berita tentang "Sambo" dan kepolisian yang membuat kita sampai kepada, apakah kita ingin berbenah atau diam saja? Berita awalnya, ada pengaduan seorang Jenderal Polisi (polisi berpangkat tinggi) kepada Kantor Polisi mengenai adanya "korban tewas" yang juga seorang polisi berpangkat Brigadir (termasuk polisi berpangkat rendah/tamtama), katanya ada tembak-tembakan sesama polisi di rumah dinas polisi.
Lalu singkat cerita, situasinya ternyata lebih parah dari itu, diduga terdapat rencana pembunuhan yang akhirnya membuat Kepolisian menetapkan beberapa anggota polisi menjadi "tersangka" termasuk Jenderal Polisi tersebut, juga istrinya.
Cerita ini meluas dan menyeret banyak orang, mulai dari Pejabat Polres Jakarta Selatan, Polda Metro, dan orang-orang yang ada di Barerskrim Polri. Masalahnya meluas yang membuat institusi kepolisian kini dianggap sebagai institusi yang membuat masyarakat menjadi tidak nyaman, takut menjadi korban.
Cerita lain yang menarik perhatian masyarakat mengenai kesimpang-siuran pemerintah untuk menaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak). Soal kenaikan harga BBM pasti menarik karena BBM termasuk sebagai kebutuhan pokok di masyarakat yang mempunyai dampak luas terhadap harga barang-barang lain yang menjadi kebutuhan masyarakat, tentu saja terutama kebutuhan pokok. Lalu, dalam perkembangannya, pemerintah mengatakan telah menyiapkan Anggaran untuk Subsidi BBM sebesar Rp502 Trilyun. Banyak pemerhati yang mencoba melihat rancang APBN tahun 2022, ternyata tidak tercantum, atau kebetulan jumlah yang tercantum di APBN hanya sebesar Rp14 Trilyun. Lalu akhirnya pemerintah memutuskan untuk tetap menaikkan harga BBM dalam negeri, BBM Pertalite yang selama ini berada pada harga Rp6.750 per liter, kini menjadi Rp10.000 seliter. BBM Pertamax juga naek dari Rp12.500 seliter menjadi Rp14.500 satu liter. Masyarakat marah kemudian melakukan protes yang memicu demonstrasi yang terjadi hampir setiap hari.
No comments:
Post a Comment