toto zurianto
Mata uang Amerika terus menguat, mata uang Rupiah melemah, Senin ini mencapai puncak. Anda memerlukan Rp13.500 untuk mendapatkan satu Dollar uang Amerika (US$). Apakah ini masalah atau biasa saja? Terserah kita untuk memberikan pendapat. Bagi pemerintah, termasuk bank sentral, biasanya selalu akan melihat kondisi internal ekonomi kita, apakah cukup kuat dan memiliki potensi kuat, atau sedang mengalami tekanan. Tidak bisa dilihat hanya melalui satu sisi. Argumen yang seing muncul tentu saja, kondisi ekonomi kawasan, apakah perekonomian dunia juga mengalami situasi yang relatif sama. Apakah mata uang negara lain, khususnya negara-negara di kawasan dan memiliki banyak kaitan dengan Indonesia, juga sedang mengalami tekanan atau justru relatif stabil.
Melemahnya suatu mata uang, sering dihubungkan dengan kondisi mata uang lain. Sekarangpun situasinya sama. Pemerintah, juga bank sentral akan melihat seberapa besar tekanan yang dialami Rupiah, dibandingkan tekanan yang juga dialami mata uang tetangga. Lalu seberapa lama situasi ini akan berlangsung terus. Apakah akan mengganggu pembayaran luar negeri Indonesia yang menyebabkan neraca pembayaran tergerus? Ini adalah indikator yang menjadi pusat perhatian kita. Neraca Pembayaran sama saja dengan situasi kantong kita, atau personal account. Apakah akan menyebabkan semakin kering, yang memaksa tabungan terkuras, membuat kita terpaksa harus berhutang lagi dan berhutang lagi? Ini adalah bagian yang harus kita persoalkan secara lengkap. Jangan sampai kita menjadi semakin miskin, semakin terkuras, dan semakin tergantung kepada orang lain.
Persoalan tekanan terhadap mata uang Rupiah, jangan pula dilihat sepotong-sepotong saja. pemerintah sering melihat dan membesarkan diri sendiri. Sering soal untung sedikit karena melemahnya nilai Rupiah, dijadikan sebagai faktor lain yang juga akan memberi keuntungan. Faktor tekanan terhadap Rupiah memang akan memberikan manfaat bagi sekelompok masyarakat tertentu. Ketika kita memiliki faktor produksi yang lebih banyak diekspor ke luar negeri, tentu kita bisa merasa mendapatkan windfall. Tapi pasti hanya sedikit diantara kita yang tergolong seperti itu. Struktur Perekonomian yang lebih banyak defisit, lebih banyak membayar impor, lebih banyak membayar hutang luar negeri, adalah sesuatu yang membuat kita perlu merasa khawatir dan was-was. Sekarang sudah Rp13.500 Mister. Ini angka tertinggi sejak krisis 1998. Tapi kayaknya kita masih adem-adem saja.
2 comments:
Semoga harga Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ke posisi yang lebih pas untuk Indonesia.
Ekonomi Indonesia memiliki potensi luar biasa dengan sumber daya alam yang sangat melimpah. Indonesia memerlukan cara pengelolaan yang lebih baik, profesional dan visioner. Agar, pengaruh (ekonomi) eksternal seharusnya tidak terlalu membuat sulit.
Post a Comment