Tuesday 3 September 2019

Perjalanan dari Medan ke Bali; Dulu dan Sekarang

toto zurianto

Dulu, sebelum kuliah aku sempat berkunjung ke Bali, kalau  tidak salah pada tahun 1978. Pada perjalanan panjang dari Medan ke Jakarta, seperti kebanyakan anak Medan yang lain, aku menumpang Kapal Tampomas (KM Tampomas 1). Tentu saja kelas Ekonomi yang paling murah. Tetapi tetap dapat kami nikmati meskipun kamar mandi dan WC-nya sangat terbatas dan jelek.
Kalau tidak keliru, tujuan perjalanan ke Jakarta adalah untuk mengikuti Test SKALU di Universitas Indonesia yang pelaksanaannya diadakan di Stadion Utama Senayan. SKALU adalah Sistem Penerimaan Mahasiswa baru kerjasama 5 Perguruan Tinggi terkemuka tanah air, impian anak muda di seluruh Indonesia.  Aku juga bermimpi untuk bisa kuliah, apakah di Universitas Indonesia, IPB Bogor, ITB Bandung, UGM Jogjakarta, atau di Universitas Airlangga. SKALU sendiri artinya Sekretariat Kerjasama Antara Lima Universitas. SKALU sangat populer sebelum beberapa tahun kemudian menjelma menjadi Perintis I.
Segera setelah mengikuti Test Calon Mahasiswa di UI, aku melanjutkan perjalanan sendiri ke Surabaya menumpang Kereta Api Ekonomi Gaya Baru Malam. Dengan harga tiket murah cocok untuk mahasiswa, aku berangkat sore hari dari Stasiun Pasar Senen. Menempuh ratusan Kilometer, sampai di Surabaya sekitar jam 4 sore keesokan harinya. jadi sekitar 24 jam. Tentu saja situasi kereta ekonomi tahun segitu, pasti sangat sederhana. Pasti tanpa AC, toilet bau, dan kereta berhenti dimana saja terserah Masinisnya.
Di Surabaya kebetulan ada keluarga (Kakak Sepupu) yang sedang melanjutkan pendidikan Dokter Spesialis di Universitas Airlangga. Lumayan, bisa numpang beberapa hari sambil keliling kota Surabaya.
Beberapa hari kemudian melanjutkan perjalanan menumpang Bus Antar Kota. Aku lupa nama perusahaan Busnya, apakah AKAS atau yang lain. Bus berangkat sore dari Terminal Purbaya melewati Pantai Pasir Putih, Banyuwangi. Lalu  dari Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, dilanjutkan naik Ferry menuju Pelabuhan Gilimanuk di Pulau Bali. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan kembali dengan Bus, dan tiba di Terminal Ubung Denpasar sekitar jam 5 pagi.

Apa yang masih kuingat situasi Bali, terutama Kota Denpasar sekitar tahun 1978, tentu saja kotanya masih lebih sepi dari sekarang. Sarana transportasi terutama menumpang Bemo (Bemo, kenderaaan roda 3 buatan Daihatsu) dengan beberapa route di perkotaan. Bahkan ketika itu, untuk pergi ke arah Pantai Kuta yang belum ramai seperti sekarang, hanya tersedia sarana angkutan umum menggunakan Angkot Isuzu. Sangat sederhana, belum tersedia Bus Kota atau Taksi.
Lalu kenapa aku bisa ke Bali yang sangat jauh dari Medan dan tentunya biaya perjalanannya sangat mahal? Salah satu alasan adalah karena aku tidak perlu mengeluarkan uang untuk biaya akomodasi dan makan. Bahkan ada juga mendapat tambahan uang jajan dari keluarga (om) yang kebetulan bekerja dan tinggal di Bali. Jadilah aku tinggal di Bali selama sekitar seminggu.
Sesuai dengan saran dari Om, salah satu cara mengenal Bali dalam waktu dekat adalah dengan mengikuti Tour, atau One Day Tour. Ketika itu, aku mengikuti tour 1 hari mengunjungi beberapa tempat, antara lain sampai ke Kota Kintamani dekat Gunung Batur dan Danau Batur. Karena keterbatasan waktu dan biaya, tentu saja aku tidak bisa mengunjungi Desa Terunyan dan Pemakaman Desa Terunyan yang sangat terkenal. Tetapi itupun sangatlah luar biasa bisa mengunjungi dataran tinggi Kintamani, Pura Besakih di kaki Gunung Agung yang indah dan sejuk.
Kemudian setelah itu, bertahun-tahun kemudian, cukup banyak kesempatan an agenda kunjungan ke Bali. Baik karena menghadiri acara kantor, seminar, rapat, atau  conference, biasanya International Conference, ataupun karena pergi sendiri atau bersama keluarga. Tetapi entah kenapa, kita selalu hanya berpikir untuk mengunjungi "tempat-tempat biasa". Kita tidak pernah berpikir untuk melakukan eksploring seluas mungkin pada tempat-tempat yang berbeda. Bali terutama hanya sekitar Pantai Kuta, Seminyak, Jimbaran, ataupun Nusadua. Tidak pernah lagi untuk berpikir melihat sesuatu yang tidak pernah kita lihat. Kita tidak pernah berusaha untuk, misalnya ke Singaraja, Tanah Lot, Bali Utara, Kintamani dan Danau Batur, atau ke Bali Timur. Paling-paling kita hanya ke Ubud, menikmati persawahan, lukisan atau minum-minum kopi Bali Kintamani di Tegal Alang-alang.
Sampai akhir pada Minggu lalu, kami memutuskan untuk mengunjungi Kintamani yang sejuk dan indah. Menikmati pemandangan Gunung Batur dari sebuah Cafe, Danau Batur di kejauhan. Lalu tanpa berpikir panjang, langsung memutuskan untuk mengunjungi Desa Terunyan di tepi Danau Batur.


Penjelasan Perkuburan Desa Terunyan dengan adanya Pohon Menyan
yang membuat Bau Busuk Mayat menjadi tidak lagi berbau lagi.

Ada 11 tempat mayat yang terbuat dari Bambu. Mayat hanya diletakan di tanah
ditutup kain, dan tentunya didampingi dengan barang-barang yang menjadi
kesukaan yang bersangkutan ketika masih hidup.
Kuburan Desa Trunyan
Kunjungan ke Desa Trunyan, memerlukan sebuah keputusan. Apalagi Driver kami yang bukan orang Bali, seumur-umur belum pernah ke Trunyan. Di samping sering ke tempat yang "itu-itu" saja, memang Pak Driver kami sudah beberapa kali mengantar Tamu ke Kintamani, Pura Besakih, atau ke Istana Presiden di Tampak Siring. Tetapi, dari perbukitan di Lake View di Kintamani, dia sama sekali belum pernah berpikir untuk ke Desa Trunyan. Jaraknya cukup dekat, hanya sekitar 14 Kilometer dengan kondisi jalan yang baik. Jarak tempuh dengan mobil menurut Google sekitar 33 menit.
Segera setelah lunch di Restaurant Lake View yang memiliki pemandangan bagus ke Danau Batur dan Gunung Batur, kami langsung ke Desa Trunyan. Mula-mula jalannya bagus, aspal mulus menurun sampai mendekati tepi Danau Batur. Tetapi setelah 5 kilometer, jalan semakin sempit, pas di tepi Danau dan hampir tidak bisa berpapasan. Tanpa ada yang menyuruh, secara tidak sadar, ada seorang anak muda mengenderai Sepeda Motor yang "sepertinya" memandu mobil kita. Rupanya hal ini sudah seperti biasa. Seperti sudah ada pembahasan dan saling pengertian. Perjalanan menelusuri pinggir pantai memang mengasyikan dan sekaligus menegangkan. Belokan naik turun yang curam dan pas-pasan, memerlukan keahlian dari para Driver. sayang Driver kami agak terlihat "gugup", mungkin tidak biasa mengenderai mobil manual. Tetapi setelah setengah jam, kamipun tiba di Desa Trunyan. sampai di Desa Trunyan, perjalanan belum selesai. Kami harus menumpang Kapal Boat kecil dengan harga yang "cukup bersahabat".
Katanya memang seperti itulah keadaannya. Semuanya menjadi sebuah Paket Kunjungan, termasuk kehadiran "Bapak Penunjuk Jalan" yang juga sebagai "Guide" yang akan memberikan penjelasan kepada kita. Tentu saja kita "setuju". Hanya memang hal ini perlu diatur secara lebih baik agar masyarakat dan pengunjung bisa menikmati perjalanan ke Trunyan secara lebih nyaman. Di samping itu dapat memberikan atau membuka lapangan kerja bagi penduduk dan bisa memberikan pendapatan bagi pemerintah (Desa) Trunyan. Termasuk pembangunan sarana dan prasarana yang bagus.



Kuburan Tidak Berbau
Tujuan utama tentu saja ke Perkuburan tradisi Desa Trunyan. Dengan menumpang Boat kecil, hanya dalam waktu 6-7 menit akhirnya kami sampai di area Perkuburan Desa Trunyan. Yang akan kita kunjungi tentu saja area pemakaman yang maksimal hanya menempatkan 11 mayat, diletakkan di atas tanah pada tempat yang terbuat dari Bambu. Hanya mayat yang berasal dari "kematian wajar" yang boleh dimakamkan (diletakkan) disini di bawah kayu Pohon besar yang bernama  "Taru Menyan" atau Pohon Harum. Perkuburan ini disebut juga dengan "Sema Wayah". Kalau mayat akibat kematian tidak wajar, kecelakaan atau bunur diri, dimakamkan di perkuburan Sema Bantas. Sedangkan mayat anak-anak atau orang dewasa yang belum kawin, dikubur di tempat lain di perkuburan Sema Muda.
Perkuburan Sema Wayah, dengan Pohon Taru Menyan yang membuat mayat tidak berbau, secara tradisionil sudah digunakan masyakarat Terunyan sejak ratiusan tahun yang lalu. Meskipun keadaan  makam ini saat ini sudah lumayan teratur, tetapi untuk menjadi tempat kunjungan wisata yang bagus, banyak hal yang harus diperbaiki oleh masyarakat dan pemerintah (Desa) dan Kabupaten Bangli. Perkuburan Desa Terunyan sangat potensial menjadi tujuan wisata yang diminati banyak pendatang. Sayang semuanya terlihat belum baik, bahkan sedikit "jorok". Sebuah potensi yang sangat memungkinkan untuk diolah dan diperbaiki.



Penjelasan tentang Desa dan Perkuburan Desa Terunyan.


Photo Di bawah Pohon Terunyan

Meskipun jalan menuju Desa Terunyan sekarang bisa ditempuh dengan mobil
(kenderaan roda 4), kita tetap perlu menaiki Perahu/Boat selama sekitar 6-7 menit.





1 comment:

Marsya said...

AJO_QQ poker
kami dari agen poker terpercaya dan terbaik di tahun ini
Deposit dan Withdraw hanya 15.000 anda sudah dapat bermain
di sini kami menyediakan 9 permainan dalam 1 aplikasi
- play aduQ
- bandar poker
- play bandarQ
- capsa sunsun
- play domino
- play poker
- sakong
-bandar 66
-perang baccarat (new game )
Dapatkan Berbagai Bonus Menarik..!!
PROMO MENARIK
di sini tempat nya Player Vs Player ( 100% No Robot) Anda Menang berapapun Kami
Bayar tanpa Maksimal Withdraw dan Tidak ada batas maksimal
withdraw dalam 1 hari.Bisa bermain di Android dan IOS,Sistem pembagian Kartu
menggunakan teknologi yang mutakhir dengan sistem Random
Permanent (acak) |
Whatshapp : +855969190856