Monday, 4 January 2021

Perjalanan Medan ke Takengon Dulu dan Sekarang

toto zurianto

Saya penikmat perjalanan dari Medan ke Takengon dan sebaliknya pada tahun 70-an, tepatnya tahun 1971 sampai tahun 1978. Almarhum Bapak saya, Ratmono Ratio dulu bekerja di PN. Perkebunan I Perkebunan Lampahan - Takengon Kabupaten Aceh Tengah. Dulu hanya 1 Kabupaten, sekarang dimekarkan menjadi 3 kabupaten, Kabupaten Aceh Tengah dengan Ibukotanya di Takengon, Kabupaten Bener Meriah di Simpang Tiga Redelong di Pondok Baru, dan Kabupaten Gayo Lues di Blangkejeren. Kami tinggal di Kota Lampahan, Kota yang berkembang karena adanya Pabrik Damar dan Minyak Terpentine PNP 1 dan perumahan Karyawan di Ibukota kecamatan Timang Gajah. Kota kecil ini udaranya dingin sekali, di ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut. Saat itu saya bersekolah di SD Negeri Nomor 2 Lampahan dengan Kepala Sekolahnya Bapak Abdul Mutalib, Wakilnya Pak Kasman, dan beberapa guru yang saya ingat, antara lain Guru Kelas V Ibu Nursiah, dan Guru Kelas VI Ibu Siti Ali'ah. Guru lain yang sangat saya kenal Ibu Mariana, Kepala Sekolah SD 1. Kemudian setelah tamat SD, saya melanjutkan sekolah di SMP PNP 1 Lampahan pada tahun 1973-1974 dengan Kepala Sekolah Bapak Ara Djoeli yang sangat hebat mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia serta Kepramukaan. Guru-guru SMP lainnya, antara lain Bapak Teruna Jaya pengajar Sejarah, Ilmu Bumi dan Olah Raga, Bapak Kamaluddin BSc Guru Bahasa Inggris, Bapak Nurizal Anas Guru Aljabar, Bapak Abdul Kadir Guru Ilmu Ukur, Ibu Latifah pengajar Kesenian dan PKK, serta Tengku Junus Guru Agama Islam. 

Dulu, sesekali kami pergi ke Kota Medan, apakah karena mengikuti Orangtua dinas (turne) ke Medan dan Langsa, atau karena Cuti. Dalam perjalanan ke Medan, kadang-kadang menggunakan kendaraan dinas kantor berupa Jeep Wyllis tahun 1948. Tetapi kebanyakan kami menumpang Bus Umum, terutama Bus PT Aceh Tengah yang ketika itu sangatlah bagus.  Sesekali ada juga Bus PMG (Perusahaan Motor Gunung) dan Bus Liberty yang membuka trayek dari Medan ke Takengon. Bus-bus Umum lainnya yang ada di Takengon (menuju) Banda Aceh, Sigli dan Bireuen antara lain Bus KAT (Kesatuan Aceh Tengah) dan Bus Paham. Dulu chasis bus yang digunakan umumnya Merek Chevrolet, kalau tidak salah Tipe C-50 dengan jumlah bangku sebanyak 6 baris, masing-masing baris terdiri dari 6 tempat duduk penumpang. Pintu bus ada di depan, di tengah dan di belakang. Paling enak kalau dapat duduk di samping supir atau di belakang supir. Kalau penumpang membawa banyak barang, barangnya diletakkan di atas bus (atap bus).

Saat itu belum ada Bus Malam, jadi hanya Bus Siang yang berangkat dari Takengon jam 8 pagi dan tiba di Medan sekitar jam 11.00 malam. Kalau berangkat dari Medan jam 9.00, kami sampai di Lampahan, 25 Kilometer sebelum Kota Takengon sekitar Jam 11.00 malam dalam suasana gelap, dingin dan sepi. Dulu belum ada Lampu Listrik, sedangkan Listrik perkebunan hanya sampai jam 11.00 malam. Jadi suasana jalan memang sepi. Tetapi perjalanan Medan ke Takengon memang nikmat, melewati kota-kota Binjai, Stabat, Tanjung Pura, Pangkalan Brandan di Sumatera Utara. Kemudian memasuki Provinsi Aceh kita melewati Kota Kuala Simpang, Langsa (biasanya berhenti makan siang dan Sholat), Peureulak, Idi, Kuta Binje, Panton Labu, Lhoksukun, Lhokseumawe, Bireuen dan selanjutnya ke dataran tinggi Gayo melewati Tajuk Inang-inang, Reronga, Lampahan, Simpang Balek, Pante Raya, Tritit, Bebesan dan Takengon.  

Menikmati Tanah Gayo
Dulu sekitar tahun 1970-an, apa yang bisa disaksikan dan dinikmati di Takengon dan seputaran Tanah Gayo? Tentu saja pertama kita menikmati keindahan Danau Laut Tawar, atau Danau Lut Tawar yang indah dan danau alam yang paling luas di Aceh, satu-satunya di dataran tinggi, sekitar 1000 meter di atas permukaan laut. Berbeda dengan Danau Toba yang sudah banyak diisi oleh Villa dan Hotel. Hanya sedikit bangunan modern yang ada di sekitar Danau Laut Tawar, jadi benar-benar sangat alami. Tahun 2010 kami berkesempatan melihat kembali Kota Takengon Danau Laut Tawar setelah meninggalkannya sekitar 30 tahun, dan tetap masih belum berkembang. Ketika itu baru ada satu hotel bintang yang dibangun di zaman Orde baru. Hotel Renggali yang indah.

Di samping menikmati pemandangan dan keindahan Danau Laut Tawar, kita juga bisa menemukan makanan khas Ikan Danau, yaitu Ikan Depik yang lezat ketika digoreng kering. Ikan Depik sebagai ikah khusus yang hanya ada di Danau Laut Tawar, lebih besar sedikit dari Ikan teri, jadi seperti Ikan yang ditemukan di Danau Singkarak. Tentu saja yang paling khas dan spesial adalah Kopi Arabika Gayo yang paling terkenal dan di ekspor ke manca negara. Disinilah tempat kita menikmati aroma dan rasa Kopi paling enak se dunia. Tentu saja kopi yang diproses secara alami oleh masyarakat melalui pengeringan dan penggongsengan (roasted) serta menumbukkan (grind) secara alami dan diseduh secara Kopi Tubruk tanpa menggunakan mesin kopi modern. Mari ke tanah Gayo menikmati Kopi Asli Arabika paling terkenal.
Kemudian, kalau anda berkunjung ke Takengon di bulan Agustus, anda akan berkesempatan menyaksikan Festival Pacuan Kuda yang dulu digelar di Lapangan Pacu Kuda (lapangan Bola) Musara Alun di pusat Kota Takengon. Dulu, ini sebiuah pacuan kuda tradisionil dengan menggunakan Para Joki Remaja (anak-anak) yang memacu kudanya tanpa menggunakan Sepatu dan Duduk di atas kuda tanpa alas (tanpa kulit Pelana. Tetapi tentu saja tetap meriah disaksikan ratusan dan ribuan masyarakat, pemilik Kuda, dan Para Petaruh yang memasang taruhannya. Gelar Pacuan Kuda biasanya dilaksanakan selama sekitar 1 minggu sampai 10 hari setiap pagi sampai sore.

Lalu pada malam hari, selama sekitar 2 minggu di selenggarakan Festival Kesenian Trandisionil Tanah Gayo, yang dikenal dengan Festival Seni Didong. Seni Didong adalah seni pertunjukkan Puisi dan Nyanyian oleh 2 Kelompok (group) dimana masing-masing Group terdiri dari sekitar 10 orang di bawah seorang pemimpin yang disebut sebagai Ceh (pimpinan). Mereka semalaman bertanding dengan mengucapkan kata-kata puisi dan nyanyian untuk melawan musuhnya dengan diiringi alunan musik dari sebuah bantal yang dipukul (ditabuh) mengikuti irama yang indah. 

Sungguh nikmat kalau kita bepergian ke Takengon dan Tanah Gayo, disamping udaranya yang sejuk dingin, kita bisa menikmati keindahan Danau Laut Tawar, dan memakan Ikan Depik dari Danau Laut Tawar. Jika berkunjung di bulan Agustus, kita bisa menyaksikan Pacu Kuda Trtadisionil dan pertunjukan Didong yang indah semalaman. Banyak lagi yang bisa kita nikmati di tanah Gayo, termasuk tentunya Kopi Arabika yang terkenal.
Bagaimana sekarang? tentunya ada perubahan, mari kita mengunjungi Takengon. Bisa menggunakan kenderaan pribadi atau Bus Umum dari Medan melalui Langsa dan Lhokseumawe atau Bireuen. Tetapi bisa juga melalui Banda Aceh dengan pesawat terbang, kemudian ke Takengon dengan kenderaan pribadi atau Bus Umum. Jangan lupa, sejak beberapa tahun terakhir, kita bisa terbang langsung dari Bandara Kualanamu (KNO) Medan ke Bandara Rembele di Simpang Tiga Redelong dengan Wings Air setiap pagi hanya sekitar 45 menit. Lalu kembali dengan pesawat yang sama setelah istirahat sekitar 1/2 jam di sana. Gampang sekali, mari meramaikan parawisata di Tanah Gayo, baik di Kabupaten Aceh Tengah maupun ke Kabupaten Bener Meriah. 

No comments: