Tuesday 15 December 2009

Wewenang Penyadapan

toto zurianto

Sejak kasus Bibit-Chandra mengeruak, sampai dengan keduanya dibebaskan dari tuntutan, masalah kewenangan KPK terus digugat banyak pihak. Sampai-sampai pemerintah, melalui Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, menebar gagasan dan mulai menyusun Rancanagan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai Intersepsi (penyadapan). tentu saja gagasan RPP itu mendapat tudingan yang hebat dari masyarakat, khususnya pada pegiat gerakan anti korupsi. Peraturan yang rencananya akan mengatur proses pelaksanaan penyadapan dengan prosedur birokrasi yang berbelit-belit, diyakini akan menghambat KPK untuk mendapatkan bukti-bukti penting dalam rangka membuktikan seseorang yang diduga kuat telah melakukan perbuatan korupsi yang melanggar hukum. Ini juga dianggap sebagai bentuk dari menurunnya komitmen Presiden SBY pada gerakan untuk memberantas korupsi.

Sampai saat ini tampaknya Menkofin masih tetap asyik berusaha menyelesaikan RPP Intersep itu, meskipun mendapat tantangan hebat dari berbagai pihak. Termasuk dari Mahkamah Konstitusi yang mengatakan bahwa perbuatan penyusunan RPP itu inkonstitusionil tidak sesuai dengan Undang-undang. Hakim Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar mengatakan, agar penyusunan RPP itu dihentikan saja karena bertentangan dengan UUD 45 yang memberikan hak intersepsi kepada KPK (majalah Tempo, 15 desember 2009).

Bagaimana kelanjutan dari episoda ini? Kini sama-sama menunggu, hanya MK mengingatkan bahwa sudah ada 11 kali pengajuan uji materi Undang-undang KPK yang diajukan ke MK, 2 diantaranya menyangkut kewenangan melakukan intersep (penyadapan). Hasilnya, sidang MK tetap mengatakan bahwa soal penyadapan hanya bisa diatur melalui Undang-undang. Apa yang dimiliki KPK saat ini untuk melakukan penyadapan, sudah sah dan dilindungi Undang-undang.

No comments: