Tuesday 28 June 2011

Reformasi Birokrasi Memerlukan strong Leadership

toto zurianto


Meskipun belum ada evaluasi mengenai pelaksanaan reformasi birokrasi yang dilakukan pemerintah pada beberapa tahun terakhir, gagasan baru untuk meningkatkan efisiensi organisasi di Kementerian Keuangan, sangat penting dan menarik untuk dibahas.
Terakhir ada wacana melakukan program pensiun dini kepada pegawai negeri dalam rangka membangun organisasi yang lebih ramping, efisien, dan lincah atau responsif (detik.com, 24 Juni 2011).
Program pensiun dini bukan tujuan tetapi konsekuensi ketika kita ingin menciptakan suatu birokrasi “pemerintah” yang efisien dan efektif. Karena itu, semua elemen organisasi harus ditinjau ulang, atau direkayasa ulang untuk mendapatkan struktur organisasi yang paling pas sehingga lebih efektif untuk mewujudkan tujuannya.
Sederhananya, semua aktivitas yang diperlukan ada untuk menjalankan organisasi, harus tersedia dan berjalan sesuai kebutuhan. Karena itu, untuk aktivitas yang sekarang ada, tetapi ternyata tidak diperlukan untuk mencapai tujuan, atau tidak berhubungan dengan upaya mewujudkan tujuan, perlu segera dilenyapkan, dihilangkan karena tidak efisien.
Termasuk yang harus diselesaikan adalah aktivitas yang tumpang tindih atau duplikasi, misalnya ada aktivitas yang sama tetapi dilakukan di beberapa Departemen atau Bagian, atau Unit Kerja tertentu, ini perlu disatukan atau digabung.
Untuk tujuan seperti itu diperkirakan, akan banyak kegiatan besar yang perlu dilakukan yang nantinya akan membuat struktur organisasi menjadi lebih ramping dan sehat. Jadi organisasinya tidak lagi gemuk (obesitas organisasi) dan bergerak lamban atau kaku. Organisasi yang lamban membuat aktivitas menjadi terganggu dan tidak responsif. Beberapa pemikiran baru sering akhirnya menjadi sia-sia karena terlambat diselesaikan.

Tantangan Internal
Reformasi Birokrasi atau program perubahan (change management) dimanapun dijalankan, biasanya selalu mendapat tantangan hebat dari kalangan internal. Hal tersebut antara lain karena berusaha menghilangkan zona kenyamanan (comfort zone) dan adanya orang yang mendapatkan keuntungan padahal kurang berkontribusi, atau free rider.
Hal seperti itu ternyata tidak banyak terjadi pada saat reformasi birokrasi pemerintah yang sudah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu. Tidak mendapat tantangan karena program perubahan yang dijalankan lebih banyak berupa kenaikan gaji tanpa diikuti dengan penerapan organisasi dan SDM atas dasar kinerja (performance-based culture). Praktek sama-rata sama-rasa yang kurang menghargai pegawai yang lebih berprestasi, cenderung lebih dominan dibandingkan menjalankan praktek SDM atas dasar kontribusi atau diferensiasi.
Kini, seandainya pemerintah akan melakukan rekayasa ulang terhadap organisasi sehingga lebih efisien dan lebih efektif, dipastikan akan diikuti oleh semangat anti comfort zone dan anti free rider. Organisasi akan memberikan penghargaan yang lebih kepada pegawai yang lebih berprestasi dibandingkan dengan yang menjadi penumpang gelap. Organisasi dipastikan akan lebih serius menjalankan assessment kompetensi, potensi dan kinerja yang secara tegas akan mengklasifikasikan pegawai setidaknya yang sangat kontributif dan potensial (Top Performance), pegawai yang sedang (Middle Performance), dan pegawai yang dinilai kurang mnemenuhi harapan (Low Performance).
Karena selama bertahun-tahun dan puluhan tahun tidak pernah menjalankan kebijakan seperti ini, dapat dipastikan, kebijakan ini akan melahirkan tantangan internal yang sangat kuat. Sebagian pegawai akan merasa menjadi tidak penting, tidak terpakai, dan terpaksa harus bersaing untuk memperebutkan posisi yang lebih terbatas akibat efisiensi organisasi. Karena itu, sering kegiatan seperti ini akhirnya hanya melahirkan konsep yang tidak pernah diimplementasikan.

Perlu pemimpin yang kuat
Ada beberapa persyaratan umum yang selalu harus disiapkan sebelum melakukan perubahan (John  P. Kotter). Pertama, Tidak cukup menciptakan sense of urgency (not establishing a Great enough Sense of Urgency). Kesadaran untuk memahami bahwa kita sedang mengalami krisis yang apabila tidak di-address akan membuat kita semakin sulit, merupakan faktor utama untuk melakukan perubahan. Kalau kita tidak memiliki kesadaran bahwa usaha atau organisasi kita sedang sulit, langkah perubahan transformasi menjadi tidak relevan.
Kita perlu secara rasional memutuskan apakah kita sedang mempunyai masalah sehingga harus melakukan perubahan atau tidak sama sekali. Bisa saja pada saat sekarang kita belum berada dalam kategori sulit, tetapi kita sudah melihat kemungkinan datangnya masalah di waktu yang akan datang. Hanya atas dasar sense of urgency yang tinggi, kita memiliki dasar untuk menjalankan program perubahan.
Kedua, memiliki pemimpin yang mampu menjelaskan dan mengajak orang menjalankan program perubahan. Ketika proses komunikasi tidak berjalan baik, maka persoalannya menjadi sulit. Hal itu akan membuat proses perubahan menjadi tersendat karena tidak mendapatkan cukup banyak dukungan (not creating a powerful guiding coalition).
Ketiga, program perubahan harus dipimpin oleh orang-orang yang memiliki visi (have a vision). Ini jelas modal utama untuk menjalankan Transformasi. Bagaimana kita melakukan perubahan kalau Pimpinan perubahan tidak tahu harus mencapai sasaran apa.
Tidak boleh suatu proses transformasi, justru dikendalikan oleh orang-orang yang suka status quo.
Ada beberapa hal penting dari program reformasi birokrasi yang harus dilakukan, tetapi hal diatas, yaitu; menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan kritikal yang harus dilakukan dan menjadi urgent, melibatkan banyak pihak melalui komunikasi yang intens, serta adanya pemimpin yang visioner ke depan, menjadi faktor utama yang akan membawa keberhasilan atau sebaliknya akan gagal.
Inilah bagian penting yang mendesak perlu disiapkan yang biasanya hanya bisa dijalankan oleh pemimpin yang kuat, tidak hanya memiliki visi, tetapi sekaligus dengan karakter atau value yang stabil  dan berani (courage) menghadapi krikil tajam dari pihak-pihak yang berkepentingan. Melaksanakan reformasi birokrasi adalah salah satu jawaban untuk meningkatkan kompetitif bangsa sehingga mampu bersaing di pasar global untuk menunjang masa depan bangsa yang lebih kuat. 

No comments: