Thursday, 10 July 2014

Presiden Baru Indonesia

toto zurianto

Kemaren Rabu 9 Juli 2014, rakyat Indonesia sudah menyatakan pilihannya, siapa Presiden Indonesia 2014-2019. Ada 2 calon Presiden dan Wakil Presiden, pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajaza, atau Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Secara resmi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menyampaikan hasil perhitungannya tanggal 22 Juli 2014 nanti. Tetapi sebagaimana yang biasa terjadi dalam kegiatan pemilihan umum, apakah pemilihan Presiden atau pemilihan Anggota Legislatif (DPR, DPRD, DPD), maka aktivitas lembaga hitung cepat pemilu (quick count) telah dijadikan rujukan yang biasanya memiliki tingkat akurasi yang sangat terpercaya. Lembaga penghitung cepat sudah berkembang cukup pesat di Indonesia dalam beberapa tahun ini. Sebagian telah membuktikan profesionalitasnya.

Merujuk hasil perhitungan cepat tersebut yang biasanya mengambil sampel dari sekitar 2000-3000 TPS sacara random sampling di seluruh TPS di Indonesia, sebagian lembaga survey telah mengunggulkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai pemenang pemilu presiden Indonesia 20014 dengan persentasi pemilihan sekitar 47-48 persen untuk pasangan Prabowo/Hatta dan 52-53 persen untuk pasangan Jokowi/JK. Antara lain lembaga survey tersebut adalah Lingkaran Survei Indonesia (LSI), IPI (Indikator Politik Indonesia), Poltracking Institute, Kompas, CSIS, RRI, SMRC (Saiful Mujani Research and Consultan), dan Populi Center.

Berdasarkan hasil survey tersebut, pimpinan partai politik yang tergabung dalam koalisi PDI-Perjuangan, Partai Nasdem, PKB, Partai Hanura dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) telah menggelar konperensi kemenangan (menyatakan kemenangan) berdasarkan perhitungan cepat. Tidak lama kemudian Joko Widodo juga menggelar rapat umum dan menyampaikan pidato kemenangan di hadapan pendukungnya di Tugu Proklamasi.

Sementara itu, hasil lembaga survey lain, antara lain Puskaptis, JSI (Jaringan Suara Indonesia), LSN (Lembaga Survei Nasional), dan IRC (Indonesia Research Center) mencatat hasil quick countnya dengan persentasi 50,56 persen - 52,05 persen untuk kemenangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Meskipun dengan selisih yang lebih kecil, partai Gerinda, dengan merespon pengumuman kemenangan oleh Megawati, juga menyatakan kemenangannya.  Pernyataan kemenangan Prabowo Hatta dilakukan oleh Mahfud MD, ketua pemenangan Prabowo-Hatta.

Pernyataan kemenangan memang tidak begitu lazim dalam penyelenggaraan pemilu di berbagai negara, khususnya di Amerika dan Eropah. Yang biasa terjadi adalah mengucapkan selamat kepada pihak yang dinilai sudah memenuhi persyaratan oleh pihak yang kalah. Hanya untuk kasus Indonesia memang perlu dilakukan secara lebih hati-hati. Mungkin tidak tepat mengatakan hal tersebut (menyampaikan ucapan selamat oleh pihak yang kalah), tidak akan dilakukan. Tetapi ada beberapa perhitungan yang seharusnya diselesaikan terlebih dahulu. Pertama, jumlah sampling yang digunakan mungkin perlu untuk lebih besar dari yang saat ini dipakai. Dengan jumlah TPS sekitar 544 ribu, sampling TPS sebanyak 2000 - 4000, memiliki potensi untuk bergerak. Tidak heran kalau pihak Prabowo menuntut untuk hanya menggunakan hasil KPU tanggal 22 Juli mendatang. Secara moral, pendukung Prabowo Hatta tentu merasa sangat kecewa dan belum bisa menerima pernyataan kepemenangan yang mereka nilai masih prematur.
Di samping soal jumlah sampling, alasan kedua yang muncul dan menjadi tugas kita bersama menyangkut kredibilitas lembaga survei. Soal independensi lembaga survei menjadi prioritas dan perlu dijaga sehingga bisa diterima masyarakat. Beberapa lembaga survei yang ada disinyalir pada saat yang sama juga berfungsi sebagai konsultan atau pembantu  calon presiden dan tim sukses calon presiden. Bahkan Capres Prabowo menyampaikan informasi bagaimana sebuah lembaga hitung cepat terkemuka, pernah menyampaikan proposal dan menawarkan  untuk menjadi konsultan pemilihan Presiden. Ini menarik untuk dipahami supaya hasil pemilihan Presiden lebih bisa diterima, tidak saja oleh rakyat Indonesia, tetapi terutama oleh calon yang "dinyatakan" kalah dan oleh elit partai politik yang juga dinilai kalah.

Kelemahan proses quick count perlu mendapatkan perhatian, termasuk oleh lembaga atau komisi pemilihan umum sendiri. Lalu salah satu penyebab kekisruhan biasanya terpulang kepada kandidat yang menyatakan menang. Setiap pihak yang meyakini dirinya "sudah menang" perlu selalu rendah hati dan menerapkan prinsip menang ngasorake! Filsafat Sugih tanpa Bandha, Digdaya tanpa Aji, Nglurug tanpa Bala, Menang tanpa Ngasorake, perlu menjadi perhatian kita kembali. Filsafat menang tanpa merendahkan yang kalah atau menghina, adalah sesuatu yang bernilai luhur yang membuat semua orang menjadi hormat. Pidato kemenangan yang seharusnya menyejukkan, munculnya sering terasa menyakitkan. Bagi pendukung Prabowo-Hatta, kata-kata, "bapak berdua adalah patriot, pejuang, dan negarawan" terasa kurang tulus dan belum saatnya, mengingat pada saat yang sama, tim pendukung pasangan Prabowo-Hatta, masih belum menerima kekalahan dan meminta semua pihak untuk menunggu hasil final KPU 22 Juli 2014 mendatang. Statement kemenangan dan ucapan terimakasih tersebut terlihat "agak lebai" dan kurang pas. KIta perlu menang tanpa ngasorake sampai yang kalah akhirnya menelephone pemenang setelah semuanya menjadi jelas. 

Mungkin kita menunggu dulu, hanya sampai 22 Juli 2014 untuk meyakini dan selesainya pertandingan. Ibarat permainan bola, kita baru selesai 120 menit, belum ada tendangan pinalti 12 pas. Jadi siapa presiden baru kita?

No comments: