Friday, 21 October 2016

Jambi

toto zurianto

Setelah menunggu puluhan tahun, akhirnya, kemaren (20 Oktober 2016), aku mendarat di Kota Jambi. Ini impian lama yang baru kesampaian. Meskipun hampir seluruh daerah di Sumatera sudah dikunjungi, tapi kota ini baru baru sekarang bisa jadi menyataan. Mungkin Jambi biasa aja. Tetapi sebenarnya aku ingin mengeksplor lebih jauh dari kota ini. Tepatnya, aku berkeinginan untuk mengunjungi Kota Sungai Penuh di Kabupaten Kerinci. Lebih pas lagi, wilayah perkebunan Teh Kayu Aro, di kecamatan Kayu Aru Kabupaten Kerinci. Cuma jaraknya cukup jauh, lebih 500 kilometer. Butuh waktu 8-10 jam melalui jalan darat. Mungkin lebih dekat kalau melalui kota Padang, cuma sekitar 250 kilometer, atau sekitar 5-6 jam.

Kenapa Kayuaro? Karena disitulah aku dilahirkan lebih setengah abad yang lalu. Orangtuaku, tepatnya Bapak, bekerja di sebuah perkebunan milik Belanda, HVA yang sejak tahun 1925 mendapatkan mandat untuk mengelola Perkebunan Teh yang memiliki kualitas terbaik. Teh Kayuaro terkenal dan sejak puluhan tahun lalu, telah dieskpor ke Eropah, terutama ke negeri Belanda. Teh Kayu Aro yang sangat khas disukai bangsawan Eropa, terutama menjadi bagian dari upacara minum teh Ratu Belanda. Teh Hitam dari salah satu perkebunan terbesar di dunia yang berada di dataran cukup tinggi (sekitar 1500-1800 meter di atas permukaan laut), memiliki cita rasa tinggi dan enak.
Kini perkebunan Teh Kayu Aro berada di bawah PT Perkebunan Nusantara VI. Sejak dinasionalisasi pemerintah Indonesia tahun 60-an, PT Perkebunan Negara diberikan kewenangan mengelola perkebunan Kayu Aro.
Karena waktu kunjungan ke Jambi yang sangat singkat, aku belum sempat berkunjung ke Kayu Aro dan Kota Sungai Penuh. Mungkin suatu saat, aku berharap dapat segera pergi ke Kayu Aro yang hawanya sejuk itu.

Kuliner Jambi
Mungkin tidak terlalu berbeda dengan daerah sekitar Jambi, seperti Sumatera Selatan (Palembang), Sumatera Barat (Padang), atau Riau (Pekan Baru). Di Jambi, kulinernya masih mirip-mirip. Tetapi dengan rasa dan kenikmatan yang berbeda. Sensasinya sungguh menggugah selera. Jangan lupa menikmati Pempek Jambi, atau Es Kacang Merahnya yang lezat. Juga perlu dirasakan, Ikan Patin Pindang Khas Jambi yang berbeda.
Pempek Model, Segar dan Hangat!

Pempek Jambi (Resto Semangat), lebih halus dan lembut.

Es Kacang (Merah) di Resto Semangat, Top; segar dan legit


Kepiting Saos Padang dari Restaurant Pondok Kelapo, Luar Biasa!

Udang dan Patai, jangan dilewatkan. 

Pindang Patin Kuah Bening, Sedap tidak terlalu keras!




Tuesday, 11 October 2016

Nobel Prize Ekonomi 2016

toto zurianto

Oliver Hart (68 tahun), ekonom Inggris yang mengajar di Harvard dan Bengt Holmstrom (67 tahun), Profesor di MIT Boston diumumkan sebagai pemenang hadiah nobel bidang ekonomi tahun 2016 oleh Royal Academy of Sciences di Stockholm Swedia kemaren.
Tidak seperti biasa, untuk hadiah nobel bidang ekonomi kali ini, isu yang diangkat kedua ekonom hebat ini, tidak terlalu berhubungan dengan pendekatan ekonomi makro. Keduanya memenangkan penghargaan prestise ini, melalui kebijakan atau peran kontrak pada masayarakat modern. Kontrak dinilai sebagai bagian penting yang membantu masyarakat modern untuk menghilangkan perbedaan pandangan atas berbagai transaksi ekonomi diantara masyarakat.

Oliver dan Bengt dinilai memberikan kontribusi besar bagi penyempurnaan teori dan berbagai model di bidang perjanjian ekonomi yang membuat hubungan-hubungan sektor ekonomi menjadi lebih tajam yang memperbaiki transaksi bisnis, keuangan, dan kebijakan publik. Menurut Bengt, yang melakukan penelitian berjenis-jenis kontrak, baik menyangkut kontrak dengan pegawai perusahaan atau kontrak antara CEO (manajemen perusahaan) dengan para stakeholders, "dalam perekonomian, meskipun peran bonus sangat besar, tetapi kontrak mempunyai arti yang lebih dalam". Kontrak dan Transparansi perjanjian mempunyai peran yang sangat besar, terutama pada bidang pekerjaan yang menyangkut keperluan publik, seperti sekolah, universitas, rumah sakit. Karena itu, semua aspek yang berhubungan dengan kepentingan publik perlu di-privatisasi, dibuka ke publik, dipahami hubungannya (kontraknya).



Cukup menarik untuk memahami lebih dalam bagaimana studi yang dilakukan Oliver Hart dan Bengs Holmstrom mengenai kontrak. Bukan saja karena tidak terlalu biasa. Kedua peneliti inipun tidak banyak terdengar di kalangan dunia ekonomi biasa. Beberapa pemenang hadiah Nobel bidang ekonomi sebelumnya terkenal karena studi mereka pada teori atau pendekatan ekonomi yang umum bagi masyarakat, antara lain Robert Shiller (2013) yang banyak melakukan studi mengenai bubble di industri keuangan dan transaksi real estate. Juga High Profile Winner 2008 Paul Krugman yang banyak menulis di New York Times mengenai Trade Pattern and Location of Economic Activity. Juga Profesor Angus Deaton dari Princeton University, pemenang Nobel Ekonomi 2015 yang membahas mengenai Poverty (kemiskinan). Termasuk juga Profesor Joseph Stiglitz yang memenangkan hadiah Nobel dan banyak menulis tentang ketidakseimbangan pasar, kemiskinan, dan climate change.







Saturday, 8 October 2016

The Future Leaders and Emotional Aspect

toto zurianto

Banyak perubahan di bidang pengetahuan dan teknologi yang memberikan pengaruh atas gambaran masa depan yang kita jalani. Termasuk berbagai temuan dan penelitian (research) yang membuat kita, harus atau terpaksa menjalani sebuah episode kehidupan apakah ke kanan atau ke kiri. Kadang bisa memudahkan, atau bisa juga membuat kita menjadi semakin sulit.
Pemimpin yang biasanya bergerak (mengambil keputusan) melalui rangkaian data dan analisis, proses bisnis, gerakan kompetitor yang terlihat maju mendahului kita, ataupun pandangan/keputusan pemerintah (Negara), investor, dan regulator, dan banyak ukuran-ukuran lainnya. Tetapi, menurut Patrick Dixon, dalam bukunya The Future of (almost) Everything; The Global Changes That Will Affect every business and All Our Lives (Profile Book, 2015), kita perlu melihat bagaimana perasaan orang-orang (People’s Feel), atau bagaimana mereka Berpikir (Think), Dengan sebuah kata, bagaimana Emosi Masyarakat (People’s Emotion) bisa melahirkan warna dan keputusan yang lebih siknifikan dibandingkan dengan tindakan yang sebenarnya yang dilakukan. Karena itu, tidak heran ketika semua aspek Kepemimpinan, selalu berhubungan dengan Emosi. Inilah yang membedakan Manusia dengan Robot. Robot, meskipun hebat dan canggih, tetapi akhirnya tetap harus dikendalikan manusia (yang mempunyai emosi). Hanya manusia yang bisa memimpin. Robot harus dikendalikan dan dipimpin (manusia).

Karena itu, pada tatanan keilmuan dan implementasi sebuah ide atau visi, kita memerlukan pendekatan emosional untuk memberikan keseimbangan dan warna. Agar, apa yang dilakukan, memiliki warna, keseimbangan, atau batasan. Tidak ada sesuatu yang bergerak tanpa batas. Kita memerlukan kombinasi antara akal (sehat) dan pikiran (sehat) yang diwarnai oleh emosi (yang stabil). Tujuannya agar perspektif masa depan yang kita tuju, tidak bergerak bebas semuanya sesuai pemikiran kita. Semua hal memerlukan keseimbangan, antara gerakan yang cepat dan emosi yang terkendalikan. 

  



Monday, 3 October 2016

Memahami Kebijakan sebuah Bank Sentral

toto zurianto

Buku-buku tentang Bank Sentral dalam bahasa Indonesia, tidak banyak kita temui. Apalagi kalau itu menyangkut kajian teori dan bagaimana praktiknya dalam sebuah perekonomian negara. Karena itu, tulisan Dr. Perry Warjiyo dan Dr. Solikin M. Juhro dengan judul "Kebijakan Bank Sentral; Teori dan Praktik" terbitan RajaGragindo Persada (2016) menarik untuk dibahas. Sayangnya, atau mungkin hebatnya, buku ini terlihat sangatlah lengkap, dengan tebal 776 halaman termasuk indeks. Jadi memerlukan waktu untuk membaca dan memahaminya. Apalagi banyak teori dan model yang harus diulas secara lengkap. Jadi memang buku ini bukan untuk kebanyakan orang seperti kata penulisnya. Buku ini lebih sesuai untuk kalangan akademisi dan para dosen (pengajar) ilmu ekonomi di level lanjutan S2 dan S3.


Buku Kebijakan Bank Sentral; Teori dan Praktek dibagi dalam 5 bagian, bagian pertama meliputi sejarah dan evolusi bank sentral sejak zaman bank sentral pertama, Swedish Riksbank yang mulai berdiri pada tahun 1668. Pada Bagian Kedua, diuraikan mengenai perkembangan kebijakan moneter dan perekonomian. Termasuk mengenai peran uang, teori nilai tukar, dan mekanisme kebijakan moneter. Bagian Ketiga membahas kerangka kebijakan moneter, termasuk mengenai model dan teori moneter, kerangka operasionalnya, serta implementasinya di beberapa negara. Banyak diulas sejarah dan perkembangan rezim kebijakan moneter di Indonesia, operasi moneter, konsep dan penerapan Inflation Targetting Framework dan hubungannya dengan krisis keuangan global. Bagian Keempat meliputi aspek kelembagaan Bank Sentral. Bagian ini banyak membahas aspek independensi bank sentral dan akuntabilitasnya.  Termasuk mengenai aspek transparency dan startegi komunikais sebuah bank sentral.  Lalu pada bagian terakhir, Bagian Kelima, penulis membahas mengenai paradigma (baru) kebijakan bank sentral. Bagian kelima perlu mendapatkan perhatian kita karena menyangkut sebuah perubahan paradigma agar sebuah bank sentral tetap relevan untuk menjawab tantangan pada zaman yang berbeda. Bagian ini juga membahas Kebijakan Makroprudensial dan Stabilitas Sistem Keuangan, serta Bauran Kebijakan bank sentral. Tentunya dalam hal ini secara spesifik, bagaimana bank sentral Indonesia, Bank Indonesia dalam memainkan perannya.
Secara umum, peran yang diinginkan masyarakat atas keberadaan sebuah bank sentral, adalah bagaimana bank sentral mampu menjaga stabilitas makro, menjaga stabilitas harga atau inflasi agar bisa memberikan stimulasi bagi tumbuhnya aktivitas perekonomian. Menjaga harga barang dan jasa, atau mengendalikan inflasi agar tetap stabil yang membuat aktivitas ekonomi menggeliat dan tumbuh. Lalu pada zaman modern dan global, bank sentral juga, searah dengan menjaga harga barang (dan uang), memimpin untuk  mengantisipasi krisis keuangan global. Faktor ini, kemudian, ketika bank sentral Indonesia, “Bank Indonesia” tidak lagi melakukan tugas mengawasi bank-bank, memunculkan istilah sasaran kebijakan makroprudensial. Sasaran dan Kebijakan Makroprudensial yang dilakukan Bank Indonesia bertujuan untuk menjaga keseimbangan makrofinansial dan risiko sistemik dari stabilitas sistem keuangan. Upaya ini dilakukan melalui kebijakan makroprudensial dalam bentuk pengawasan dan pengaturan  (lihat uraian pada halaman 593 sampai 606). Pada dimensi yang lain, implementasinya pasti akan berhubungan dengan kebijakan dan pengawasan sektor keuangan yang menjadi domain otoritas lain, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 
Sayang uraian mengenai hubungan-hubungan kelembagaan dengan otoritas lain ini, khususnya di Indonesia, seperti hubungannya dengan Otoritas Pengawasan Lembaga Keuangan (OJK) dan Otoritas Fiskal (Kementerian Keuangan) masih belum banyak diuraikan pada buku ini. Pada sebuah manajemen negara yang saling berhubungan dan berketergantungan,  sangat perlu untuk memperjelas hubungan ini dalam rangka  membangun sinergi yang lebih kuat. Pemisahan tugas pengawasan bank dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, perlu melahirkan paradigma (baru) bank sentral yang lebih fokus tetapi tetap memiliki peran sentral. Bank Sentral ke depan (harus) memungkinkan untuk memiliki banyak pilihan dan perspektif alternatif  yang membuat bank sentral eksis dan relevan sesuai zamannya.
Kita masih menunggu uraian lain yang lebih implementatif tetapi dengan uraian-uraian pada level praktek. Apa yang disampaikan Dr. Perry Warjiyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia dan Dr. Solikin M. Juhro, Direktur Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia, dalam buku ini, telah membuka khasanah kita untuk memahami perjalanan sebuah bank sentral. Buku ini juga akan menambah khasanah pengetahuan dan akademik bangsa yang luar biasa.
Sebagaimana kata Prof. Boediono, begawan Ekonomi Indonesia yang pernah menjabat Wakil Presiden dan Gubernur Bank Indonesia, buku ini sangatlah lengkap, sebuah Survei komplit dasar-dasar teori dan empiris kebijakan moneter serta prinsip-prinsip dan praktik kebijakan bank sentral. Buku ini juga telah memaparkan secara lugas bagaimana integrasi teori ekonomi, bukti empiris, dan praktik kebijakan kebanksentralan berkembang menjadi suatu disiplin ilmu baru yang patut dipelajari kata Dr. Insukindro.