Laporan The
Global Competitiveness Report 2016-2017 yang diterbitkan World Economic Forum Switzerland (Tabel 1) menempatkan
Indonesia pada peringkat 41 diantara 138 negara yang disurvei. Posisi kita
bukan bergerak maju dan membaik, tetapi justru turun dibandingkan tahun
sebelumnya (2015-2016) yang berada pada posisi 37. Pada laporan sebelum itu,
2014-2015, Indonesia juga berada di posisi 37. Padahal sebelumnya, pada laporan
tahun 2013-2014, Indonesia pernah mencapai posisi ke 34.
Tabel 1
Peringkat
Daya Saing Beberapa Negara (Kebutuhan Dasar, Efisiensi dan Inovasi)
Negara
|
Peringkat Daya Kompetitif
|
Kebutuhan Dasar (Basic
Requirement)
|
Efisiensi (SDM, Pasar,
Teknologi)
|
Inovasi
(Bisnis dan Research)
|
Switzerland
|
1
|
2
|
3
|
1
|
Singapore
|
2
|
1
|
2
|
12
|
United States
|
3
|
27
|
1
|
2
|
Netherlands
|
4
|
4
|
9
|
6
|
Germany
|
5
|
10
|
7
|
3
|
Sweden
|
6
|
7
|
12
|
5
|
UK
|
7
|
23
|
5
|
9
|
Japan
|
8
|
22
|
10
|
4
|
Hong Kong
|
9
|
3
|
4
|
23
|
Finland
|
10
|
12
|
14
|
7
|
Malaysia
|
25
|
26
|
24
|
20
|
Korea
|
26
|
19
|
26
|
22
|
Cina
|
28
|
30
|
30
|
29
|
Thailand
|
34
|
44
|
37
|
47
|
Indonesia
|
41
|
52
|
49
|
32
|
Sumber : World Economic Forum 2016,
dimodifikasi dan diolah.
Lalu, apakah berada di posisi 41 itu terlalu jelek?
Tidak bagus kalau dibandingkan keadaan tahun lalu. Tetapi, lihat Filipina yang
berada pada peringkat 57, anjlok 10 peringkat setelah tahun sebelumnya
(2015-2016) pada posisi 47. Vietnam juga turun dari posisi 56 tahun
2015-2016 menjadi peringkat 60 tahun ini. Tetapi tidak semua seperti itu. India
misalnya, ternyata mampu menunjukkan prestasi yang luar biasa. Tahun 2016-2017,
India berhasil menduduki peringkat 39, lebih baik dari posisi Indonesia. Tahun
lalu India berada di peringkat 55. Kini melonjak jauh sebanyak 16 posisi. Ini
sangat menarik dan perlu mendapat perhatian kita. Bagaimana mereka bisa
mencapai prestasi tinggi, padahal perekonomian dunia masih sangat rentan. Cina
masih tetap sama, daya kompetitifnya tetap berada di peringkat 28 seperti tahun
lalu. Demikian juga dengan Korea Selatan yang berada di posisi 26, baik menurut
laporan tahun 2015-2016 maupun tahun ini 2016-2017.
Negara ASEAN lain juga mengalami menurunan peringkat.
Thailand sedikit memburuk dari posisi 32 tahun 2015-2016 menjadi posisi 34 pada
tahun 2016-2017. Malaysia bahkan anjlok cukup parah sebanyak 7 posisi dari
peringkat 18 tahun 2015-2016 menjadi hanya pada peringkat 25 tahun 2016-2017.
Sedangkan Singapore relatif stabil pada peringkat 2 seperti tahun 2015-2016. Singapore
selama beberapa tahun menjadi negara yang paling kompetitif dan cukup stabil.
Meskipun transaksi ekonomi Indonesia
tercatat cukup besar dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lain, dengan
total GDP (nominal) sebesar $941 milyar pada tahun 2016, kita tetap masih kesulitan untuk bisa bersaing pada pasar yang semakin
kompetitif. Banyak hal yang harus mendapatkan perhatian apabila kita ingin
memperbaiki daya saing perekonomian. Baik menyangkut indeks persyaratan dasar (basic requirement), indeks efisiensi
ekonomi, dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kreativitas dan inovasi.
Untuk memperbaiki daya kompetitif pada indeks
kebutuhan dasar, dilakukan melalui 4 pilar utama; pembangunan kelembagaan
(institution), dukungan kecukupan infrastruktur, kebijakan ekonomi makro, serta
aspek pendidikan dan kesehatan masyarakat. Khusus pada sektor kelembagaan,
bagaimana membangun institusi (negara) yang baik, efisien dan profesional,
masih menjadi tugas besar pemerintah. Pada
bagian untuk meningkatkan indeks efisiensi, hal-hal yang dipertimbangkan
meliputi tingkat pendidikan (tinggi) dan kompetensi teknikal (skills), pasar
yang efisien, tenaga kerja yang terdidik dan efisien, pengembangan pasar
keuangan, kecukupan dan kesiapan teknologi, serta keluasan dan kedalaman pasar.
Lalu mengenai daya kreativitas, ini menyangkut aspek penelitian (research and
development) serta kegiatan yang berhubungan dengan kemampuan melakukan inovasi
d bidang bisnis dan usaha lain.
Khusus
Indonesia, bagian utama yang menjadi fokus perhatian adalah basic requirement
yang berada pada posisi 52, lebih rendah dari peringkat Indeks Efisiensi (49)
dan Inovasi (32). Arti dari angkat ini adalah, bahwa penyebab utama dari
anjloknya daya kompetisi Indonesia terutama terletak pada aspek kelembagaan
(institution), kecukupan infrastruktur, kebijakan makro, pendidikan dan
kesehatan masyarakat. Kelembagaan berarti berbicara mengenai birokrasi
(pemerintahan) dan praktek birokrasi yang secara umum dinilai belum efisien.
Termasuk hal-hal yang berhubungan dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Bagaimana meningkatkan Daya Saing
Sebuah pertanyaan penting yang perlu
mendapatkan jawaban. Bagaimana cara kita meningkatkan daya saing negara,
terutama di bidang perekonomian. Bagaimana agar Indonesia mampu bersaing dan
menjadi pilihan. Kita menginginkan ekspor kita bisa memberikan kontribusi
maksimal. Kita ingin industri dalam negeri berkembang. Sektor pertanian dan
kehutanan mampu menopang perekonomian. Kitapun menginginkan sektor pariwisata
memberikan kontribusi maksimal. Potensi alam dan Budaya yang beragam, harus
menjadi kekuatan. Tentunya dengan cara-cara kerja yang efisien, bersaing.
Potensi perkebunan yang hebat, perlu mendapatkan posisi yang lebih kuat.
Salah satu cara atau model yang banyak digunakan
untuk membangun tingkat daya saing pada sebuah negara adalah dengan menggunakan
Model the Global Competitiveness Index
yang dikembangkan Klaus Scshwab sejak tahun 2005. Sebuah level daya saing yang
dibangun yang menekankan kepada pengembangan set of institutions, policies, and factors that determines the level of
productivity in economy, which in turn sets the level of prosperity that the
country can achieve.
Tabel 2. Model Global Competitiveness Index
|
||||||
|
BASIC
REQUIREMENT
|
|
EFFICIENCY
ENHANCES
|
|
INNOVATION AND
SOPHISTICATION FACTORS
|
|
Pillar 1
Institutions
|
|
Pillar 5
Higher Education
and Training
|
|
Pillar 11
Business
Sophistication
|
||
Pillar 2
Infrastructure
|
|
Pillar 6
Goods and Market
Efficiency
|
|
Pillar 12
Innovation
|
||
Pillar 3
Macroeconomic Environment
|
|
Pillar 7
Labor Market
Efficiency
|
|
|
||
Pillar 4
Health and Primary Education
|
|
Pillar 8
Financial Market
Development
|
|
|
||
|
|
Pillar 9
Technological
Readiness
|
|
|
||
|
|
Pillar 10
Market Size
|
|
|
||
|
||||||
FACTOR
DRIVEN
|
|
EFFICIENCY
DRIVEN
|
|
INNOVATION DRIVEN
|
||
|
|
Terdapat 12 pilar yang perlu diperhatikan dalam
membangun level kompetitisi sebuah negara; pertama menyangkut basic requirement, yaitu kesiapan kelembagaan, dukungan
infrastruktur, stabilitas ekonomi makro, dan aspek kesehatan dan pendidikan.
Lalu, upaya membangun efisiensi ekonomi (efficiency driven), meliputi pilar
kesiapan SDM (tingkat pendidikan dan keterampilan), efisiensi barang dan jasa,
tenaga kerja, pembangunan sektor keuangan, teknologi dan kedalaman pasar.
Selanjutnya pada aspek inovasi meliputi 2 pilar, yaitu kegiatan inovasi dan
persaingan usaha (bisnis).
Dalam konteks Indonesia, upaya
meningkatkan daya saing perekonomian, tetap menjadi prioritas pemerintah.
Presiden Joko Widodo dalam sambutannya pada acara Pertemuan Tahunan Bank
Indonesia Tahun 2016 mengatakan 3 hal pokok yang menjadi fokus perhatian
pemerintah untuk meningkatkan daya saing ekonomi, yaitu; memberantas korupsi
dan pungutan liar, mengatasi inefisiensi birokrasi, dan mengatasi
ketertinggalan pembangunan infrastruktur. Sama seperti laporan Global Competitiveness Report tentang Indonesia yang
menempatkan aspek kelembagaan sebagai prerequistite yang mendesak untuk
dibenahi. Mungkin penyelesaiannya tidak selalu sederhana. Tetapi kita sudah
memahami faktor penyebabnya. Ini sebuah kemajuan. Tetapi bisa tidak bergerak
maju ketika kita belum memiliki kesamaan visi untuk menyelesaikannya.
No comments:
Post a Comment