toto zurianto
Sebuah buku kecil dan ringan, tetapi enak dibaca, tulisan Erwin Parengkuan, Understand-Inc People. Bagaimana cara berkomunikasi, biar efektif, mudah dipahami orang, dan tidak buang-buang waktu. Kali ini Erwin menulis melalui pendekatan kepribadian (personality). Jadi, untuk membangun komunikasi yang efektif, tidak selalu harus sama. Semua tergantung pada persoanlity masing-masing orang.
Pendekatan Personality, sebagaimana konsep @MBTI Myers Briggs Type Indicator yang menekankan pada personality seseorang, yaitu orang-orang dengan kecenderungan bersifat extrovert, introvert, feeling, dan thinking, digunakan pada buku ini melalui istilah Indonesia.
Erwin Parengkuan, penulis buku yang banyak berbicara tentang strategi komunikasi, menggunakan istilah si Gesit untuk orang-orang yang bersifat Aggressive-Leader, si Kuat untuk orang-orang yang cenderung Confident-Individual. lalu si Rinci untuk orang-orang yang bersifat Defensive Thinking, dan si Damai untuk yang suka Compromise Adaptive (halaman 35, 36 dan seterusnya).
Seperti konsep MBTI, buku ini menekankan pada seseorang untuk mengambil hal-hal positip dari situasi pribadi masing-masing sebagai kekuatan, bukan kelemahan. Tidak ada orang yang mempunyai kehebatan pada semua aspek. Justru bagaimana kita mampu memaksimalkan dari potensi dasar yang ada pada diri masing-masing menjadi sebuah kekuatan.
Pembaca juga bisa melakukan test-test sendiri untuk melihat bagaimana "diri kita sendiri" dan menyusun strategi yang paling pas bagi kita di dalam melakukan komunikasi. Kita tidak bisa melakukan tehnik komunikasi menurut keinginan kita sendiri. Kita, terlebih dahulu perlu memahami diri kita sendiri. Kemudian, setelah pemahaman ini, kita perlu memilih cara berkomunikasi yang paling efektif untuk kita.
CHANGE and Leadership mengundang teman dan sahabat untuk sharing pengetahuan, informasi, atau hiburan dalam rangka memperluas wawasan dan persahabatan! CHANGE and Leadership tidak membatasi peminat pada suatu bidang keilmuan atau minat tertentu. CHANGE and Leadership adalah forum lintas pengetahuan, bisa digunakan untuk mengulas hal-hal yang berhubungan dengan praktek kepemimpinan, manajemen, SDM, sosial, ekonomi, dan politik, juga bagi penggemar sport, sastra, musik, kuliner, dan travel!
Wednesday, 29 March 2017
Wednesday, 15 March 2017
Soto Rajawali Padang
toto zurianto
Berlokasi di kawasan Purus, Jalan Ir. H. Juanda 33, tempat ini, Restauran atau lebih dikenal dengan sebutan Bopet (restaurant yang menyajikan menu terbatas dan lebih ringan) Soto Rajawali sangat dikenal di Padang. Baik oleh orang dari kota Padang sendiri, ataupun oleh para pendatang. Restaurant yang sekarang sudah dikelola generasi ketiga, menyajikan Soto Padang, Gado-gado (juga sering disebut Pical, Sup Daging, dan beberapa makanan kecil dan minuman.
Soto Rajawali sudah mulai ramai sejak pagi, belum jam 7 orang-orang sudah berdatangan untuk menikmati semangkok Soto Padang dan sepiring nasi. Rasanya jelas tidak ada tandingannya, terutama daging potongan dadu yang digoreng kering dan sangat garing. Menurut pemiliknya, Bapak Ali Kan, seorang minang keturunan (asal) India, setiap hari Bopent Rajawali menghabiskan daging sapi sekitatar 50 kilogram. Tentu saja termasuk Paru,
Soto Padang, mungkin sangat biasa dan bisa didapatkan di tempat lain. Tetapi ketika pembuatannya dilakukan dengan sepenuh hati, bukan sekedar usaha atau bisnis, hasilnya menjadi berbeda. Dengan pilihan daging sapi yang berkualitas tinggi, bumbu-bumbu dan racikan yang luar biasa, ditambah upaya menjaga kebersihan dan pelayanan yang terbaik, Soto Rajawali, kini menjadi pilihan utama masyarakat Padang dan para pendatang. Jadi kalau ke Padang, nikmati dulu Soto Rajawali, baru memulai aktivitas.
Menikmati Sup Telor setengah Matang
Sup Telor setengah matang, seperti yang direkomendasi pemilik Restaurant, terbukti super nikmat. Ada 2 butir telor 1/2 matang yang disajikan dalam gelas kecil seperti Gelas Espresso bercampur kuah Soup dengan aroma rempah yang tajam dan khas.
Berlokasi di kawasan Purus, Jalan Ir. H. Juanda 33, tempat ini, Restauran atau lebih dikenal dengan sebutan Bopet (restaurant yang menyajikan menu terbatas dan lebih ringan) Soto Rajawali sangat dikenal di Padang. Baik oleh orang dari kota Padang sendiri, ataupun oleh para pendatang. Restaurant yang sekarang sudah dikelola generasi ketiga, menyajikan Soto Padang, Gado-gado (juga sering disebut Pical, Sup Daging, dan beberapa makanan kecil dan minuman.
Soto Rajawali sudah mulai ramai sejak pagi, belum jam 7 orang-orang sudah berdatangan untuk menikmati semangkok Soto Padang dan sepiring nasi. Rasanya jelas tidak ada tandingannya, terutama daging potongan dadu yang digoreng kering dan sangat garing. Menurut pemiliknya, Bapak Ali Kan, seorang minang keturunan (asal) India, setiap hari Bopent Rajawali menghabiskan daging sapi sekitatar 50 kilogram. Tentu saja termasuk Paru,
Soto Padang, mungkin sangat biasa dan bisa didapatkan di tempat lain. Tetapi ketika pembuatannya dilakukan dengan sepenuh hati, bukan sekedar usaha atau bisnis, hasilnya menjadi berbeda. Dengan pilihan daging sapi yang berkualitas tinggi, bumbu-bumbu dan racikan yang luar biasa, ditambah upaya menjaga kebersihan dan pelayanan yang terbaik, Soto Rajawali, kini menjadi pilihan utama masyarakat Padang dan para pendatang. Jadi kalau ke Padang, nikmati dulu Soto Rajawali, baru memulai aktivitas.
The Best Soto Padang in Town, Kelezatan Tiada Tara! |
Perkedelnya gurih, harum dan lezat! |
Ada juga Gado-gado Padang yang nikmat, dilengkapi Mie dan Selada. |
Menikmati Sup Telor setengah Matang
Sup Telor setengah matang, seperti yang direkomendasi pemilik Restaurant, terbukti super nikmat. Ada 2 butir telor 1/2 matang yang disajikan dalam gelas kecil seperti Gelas Espresso bercampur kuah Soup dengan aroma rempah yang tajam dan khas.
Sop Telor Setengah Matang, kini banyak diminati pengunjung. |
Photo bersama pemilik Restaurant Bapak Ali Khan. |
Fintech, sebuah Alternatif
toto zurianto
Kehadiran perusahaan yang berhubungan dengan Fintech, sungguh luar biasa. Berbentuk startup dengan modal yang tidak terlalu besar, dan sederhana. Kini, model usaha seperti, jumlahnya berlipat dan terus bertambah. Kini sudah mencapasi ratusan dan ribuan perusahaan baru yang muncul di pasaran melalui dunia maya. Terutama dilakukan oleh para entrepreneur muda, dengan modal idealisme yang tinggi.
Jelas ini sebuah alternatif laion yang bisa mengisi sekmen usaha dan pendanaan yang lebih praktis, cepat dan tidak komplikatet.
Kehadiran perusahaan yang berhubungan dengan Fintech, sungguh luar biasa. Berbentuk startup dengan modal yang tidak terlalu besar, dan sederhana. Kini, model usaha seperti, jumlahnya berlipat dan terus bertambah. Kini sudah mencapasi ratusan dan ribuan perusahaan baru yang muncul di pasaran melalui dunia maya. Terutama dilakukan oleh para entrepreneur muda, dengan modal idealisme yang tinggi.
Jelas ini sebuah alternatif laion yang bisa mengisi sekmen usaha dan pendanaan yang lebih praktis, cepat dan tidak komplikatet.
Tuesday, 14 March 2017
Memperkuat OJK; Menjaga Independensi Kelembagaan
toto zurianto
Sudah lebih sebulan, Panitia Seleksi Calon Anggota Dewan Komisioner OJK bekerja. Minggu ini, hasil kerja keras Pansel, diserahkan ke Presiden. Ada 21 nama yang dihasilkan Pansel, nanti Presiden menyingkirkan 7 nama, dan menyerahkan ke DPR 14 nama untuk mengikuti proses Fit and Proper Test. Hasil akhir adalah ditetapkannya 7 nama sebagai Anggota Dewan Komisioner OJK periode 2017-2022 menggantikan priode sekarang yang habis masa jabatannya pada bulan Juli 2017.
Selalu banyak kritikan yang dialamatkan masyarakat atas hasil seleksi pansel yang dinilai kurang mampu mendapatkan calon terbaik yang dapat memperkuat lembaga OJK sebagai pengawas sektor jasa keuangan Indonesia. Tantangan sektor keuangan yang semakin berat, sumbangannya terhadap pembangunan ekonomi nasional yang sangat diharapkan, serta perkembangan teknologi keuangan (Fintech) yang berlangsung cepat, adalah tuntutan bagi leadership OJK ke depan.
Tetapi yang setengah mengejutkan adalah tersingkirnya para pentahana OJK Periode Pertama 2012-2017. Kini hanya ada 1 pentahana yang diajukan ke Presiden, 6 yang lain gugur. Bahkan 5 pentahana sudah selesai di tahap awal melalui seleksi dokumen. Lalu 21 nama yang diajukan ke Presiden, beberapa nama dinilai sudah bisa mengendalikan OJK nantinya. Hanya, ada juga yang dianggap belum memiliki jam terbang yang cukup. Apalagi wawasan dan kapasitas leadershipnya. Tetapi karena OJK tidak bekerja secara individual, semua kelemahan sebenarnya bisa terselesaikan. 3 nama yang dinilai mampu menjadi Ketua Dewan Komisioner OJK, cukup memiliki pengalaman nasional dan bahkan internasional yang memadai, seperti Dr. Wimboh Santoso, Sigit Pramono, dan Zulfikli Zaini.
OJK sebuah lembaga Independen
Kegiatan seleksi pimpinan OJK yang dilakukan pansel, bisa melahirkan banyak debat. Salah satu kritik yang muncul adalah keterlibatan Menteri Keuangan, Menteri Kordinator Perekonomian, dan Gubernur Bank Indonesia, serta Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia sebagai Ketua dan Anggota Panitia Seleksi. Mungkin secara personal orang-orang yang dipilih adalah pribadi hebat dengan banyak pengalaman di bidang keuangan Indonesia. Tetapi esensi lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan pola seleksi yang diketuai oleh Menteri Keuangan, telah menunjukkan sebuah degradasi dan kemunduran lembaga ini. Pada periode pemilihan pertama ketika lembaga ini baru didirikan, penunjukan anggota dari unsur Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, sangat masuk akal dan bisa dipahami. Pada saat itu, OJK memang berasal dari 2 lembaga/instansi, yaitu Bapepam sebagai bagian atau unsur dari Kementerian Keuangan dan Pengawasan Perbankan dari Bank Indonesia.
Sangat disayangkan Undang-undang OJK tidak diperbaiki, disempurnakan, atau pada awalnya tidak menyebutkan pola seleksi anggota Dewan Komisioner OJK selanjutnya setelah periode kelahirannya yang pertama kali. Penetapan Panitia Seleksi Dewan Komisioner OJK oleh Presiden, mungkin cukup tepat dan bisa dimengerti. Tetapi sebenarnya, ketika ada unsur yang mewakili Kementerian Keuangan, Menko Perekonomian, dan Bank Indonesia sebagai Ketua dan Anggota, sangatlah debatable. Sangat jelas terlihat, di dalam beberapa kesempatan, muncul statemen-statemen yang menuntut Pimpinan OJK harus bisa bekerjasama dengan pihak-pihak lain. Muncul beberapa argumen atau alasan atas pertanyaan, kenapa Para Pentahana (lama) tidak lolos. Para Pansel seolah-olah mengatakan, karena alasan-alasan tersebut, beberapa calon dinilai kurang kapabel. Bahkan dengan mengandalkan informasi (alasan) yang diambil dari lembaga lain, misalnya KPK dan PPATK.
Independensi Pansel adalah sebuah tuntutan dan perlu dijaga. Termasuk independensi dan kapasitas masing-masing anggota Pansel yang tidak dilihat masyarakat. Masyarakat cuma mengetahui Menteri Keuangan saja. Seharusnya adalah personality dan kapabilitas Sri Mulayani, bukan sebagai Menteri Keuangan. Tentu juga termasuk personality dan kapabilitas Agus Martowardojo, bukan Gubernur Bank Indonesia. Masyarakat juga tidak pernah mendengar statemen apa-apa dari anggota Pansel yang lain yang dinilai benar-benar sebagai pelengkap Tim Seleksi saja.
Kadang-kadang kita mendengar statemen-statemen yang tidak perlu yang sangat mengganggu. Misalnya ketika ada anggota DPR atau Pimpinan Partai Politik yang melamar menjadi Komisioner OJK. Seharusnya bukan sebuah persoalan, dan tidak apa-apa. Semua mansyarakat Indonesia yang memenuhi kriteria, boleh melamar menjadi anggota Dewan Komisioner OJK. Tidak boleh ada pembatasan, apalagi memutuskan menggagalkan karena calon berasal atau unsur dari Partai Politik. Yang paling penting adalah ketika seorang ditetapkan dan dipilih menjadi Anggota Dewan Komisioner OJK, maka sejak saat itu mereka harus bebas dari intervensi partai politik, tidak dikendalikan oleh partai politik lagi, profesional, independen, dengan kapabilitas (competency) yang diandalkan.
Sudah lebih sebulan, Panitia Seleksi Calon Anggota Dewan Komisioner OJK bekerja. Minggu ini, hasil kerja keras Pansel, diserahkan ke Presiden. Ada 21 nama yang dihasilkan Pansel, nanti Presiden menyingkirkan 7 nama, dan menyerahkan ke DPR 14 nama untuk mengikuti proses Fit and Proper Test. Hasil akhir adalah ditetapkannya 7 nama sebagai Anggota Dewan Komisioner OJK periode 2017-2022 menggantikan priode sekarang yang habis masa jabatannya pada bulan Juli 2017.
Selalu banyak kritikan yang dialamatkan masyarakat atas hasil seleksi pansel yang dinilai kurang mampu mendapatkan calon terbaik yang dapat memperkuat lembaga OJK sebagai pengawas sektor jasa keuangan Indonesia. Tantangan sektor keuangan yang semakin berat, sumbangannya terhadap pembangunan ekonomi nasional yang sangat diharapkan, serta perkembangan teknologi keuangan (Fintech) yang berlangsung cepat, adalah tuntutan bagi leadership OJK ke depan.
Tetapi yang setengah mengejutkan adalah tersingkirnya para pentahana OJK Periode Pertama 2012-2017. Kini hanya ada 1 pentahana yang diajukan ke Presiden, 6 yang lain gugur. Bahkan 5 pentahana sudah selesai di tahap awal melalui seleksi dokumen. Lalu 21 nama yang diajukan ke Presiden, beberapa nama dinilai sudah bisa mengendalikan OJK nantinya. Hanya, ada juga yang dianggap belum memiliki jam terbang yang cukup. Apalagi wawasan dan kapasitas leadershipnya. Tetapi karena OJK tidak bekerja secara individual, semua kelemahan sebenarnya bisa terselesaikan. 3 nama yang dinilai mampu menjadi Ketua Dewan Komisioner OJK, cukup memiliki pengalaman nasional dan bahkan internasional yang memadai, seperti Dr. Wimboh Santoso, Sigit Pramono, dan Zulfikli Zaini.
OJK sebuah lembaga Independen
Kegiatan seleksi pimpinan OJK yang dilakukan pansel, bisa melahirkan banyak debat. Salah satu kritik yang muncul adalah keterlibatan Menteri Keuangan, Menteri Kordinator Perekonomian, dan Gubernur Bank Indonesia, serta Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia sebagai Ketua dan Anggota Panitia Seleksi. Mungkin secara personal orang-orang yang dipilih adalah pribadi hebat dengan banyak pengalaman di bidang keuangan Indonesia. Tetapi esensi lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan pola seleksi yang diketuai oleh Menteri Keuangan, telah menunjukkan sebuah degradasi dan kemunduran lembaga ini. Pada periode pemilihan pertama ketika lembaga ini baru didirikan, penunjukan anggota dari unsur Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, sangat masuk akal dan bisa dipahami. Pada saat itu, OJK memang berasal dari 2 lembaga/instansi, yaitu Bapepam sebagai bagian atau unsur dari Kementerian Keuangan dan Pengawasan Perbankan dari Bank Indonesia.
Sangat disayangkan Undang-undang OJK tidak diperbaiki, disempurnakan, atau pada awalnya tidak menyebutkan pola seleksi anggota Dewan Komisioner OJK selanjutnya setelah periode kelahirannya yang pertama kali. Penetapan Panitia Seleksi Dewan Komisioner OJK oleh Presiden, mungkin cukup tepat dan bisa dimengerti. Tetapi sebenarnya, ketika ada unsur yang mewakili Kementerian Keuangan, Menko Perekonomian, dan Bank Indonesia sebagai Ketua dan Anggota, sangatlah debatable. Sangat jelas terlihat, di dalam beberapa kesempatan, muncul statemen-statemen yang menuntut Pimpinan OJK harus bisa bekerjasama dengan pihak-pihak lain. Muncul beberapa argumen atau alasan atas pertanyaan, kenapa Para Pentahana (lama) tidak lolos. Para Pansel seolah-olah mengatakan, karena alasan-alasan tersebut, beberapa calon dinilai kurang kapabel. Bahkan dengan mengandalkan informasi (alasan) yang diambil dari lembaga lain, misalnya KPK dan PPATK.
Independensi Pansel adalah sebuah tuntutan dan perlu dijaga. Termasuk independensi dan kapasitas masing-masing anggota Pansel yang tidak dilihat masyarakat. Masyarakat cuma mengetahui Menteri Keuangan saja. Seharusnya adalah personality dan kapabilitas Sri Mulayani, bukan sebagai Menteri Keuangan. Tentu juga termasuk personality dan kapabilitas Agus Martowardojo, bukan Gubernur Bank Indonesia. Masyarakat juga tidak pernah mendengar statemen apa-apa dari anggota Pansel yang lain yang dinilai benar-benar sebagai pelengkap Tim Seleksi saja.
Kadang-kadang kita mendengar statemen-statemen yang tidak perlu yang sangat mengganggu. Misalnya ketika ada anggota DPR atau Pimpinan Partai Politik yang melamar menjadi Komisioner OJK. Seharusnya bukan sebuah persoalan, dan tidak apa-apa. Semua mansyarakat Indonesia yang memenuhi kriteria, boleh melamar menjadi anggota Dewan Komisioner OJK. Tidak boleh ada pembatasan, apalagi memutuskan menggagalkan karena calon berasal atau unsur dari Partai Politik. Yang paling penting adalah ketika seorang ditetapkan dan dipilih menjadi Anggota Dewan Komisioner OJK, maka sejak saat itu mereka harus bebas dari intervensi partai politik, tidak dikendalikan oleh partai politik lagi, profesional, independen, dengan kapabilitas (competency) yang diandalkan.
e-ktp Ramai-Ramai Korupsi; Lalu apa yang kita lakukan?
toto zurianto
Berita bulan ini diwarnai persoalan KTP Elektronik, atau e-KTP. Total jenderal biaya yang dikeluarkan lebih dari Rp5 triliun. Biayanya dinilai cukup Rp2,5 triliun, sisanya dianggap sebagai bancaan orang-orang yang terlibat pada proses pengadaan dan persetujuan.
Dua pejabat Kementerian Dalam Negeri, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Kependudukan Dirjen Dukcapil Sugiharto, sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan kasusnya sudah mulai disidang di KPK. Lalu atas dasar persidangan, muncul nama-nama pejabat negara dan terutama Anggota DPR sebagai orang yang disangkakan melakukan peran aktif, dan mendapatkan kucuran uang hasil e-KTP.
Kali ini cukup luar biasa. Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, melalui adiknya diduga telah menerima kucuran dana mencapai Rp43,65 milyar. Tokoh Partai Golkar yang juga Ketua DPR RI diduga mendapatkan bagian Rp574,2 milyar, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mendapatkan Rp574,2 milyar. Nama-nama lain yang disebut-sebut; Marzuki Alie (Rp20 milyar), Melchias Markus Mekeng (Partai Golkar, Rp13,58 Milyar), Olly Dondokambey (PDI-P, Rp11,64 milyar), Chairuman Harahap (Partai Golkar, Rp31,66 milyar), Ganjar Pranowo (PDI-P, Gubernur Jawa Tengah sekarang, Rp5,04 milyar), dan banyak lagi (lihat Tempo, 13-19 Maret 2017).
Penyebutan nama-nama tentu bukan vonis. Tetapi ini melahirkan banyak spekulasi dan dugaan yang lain. Sampai-sampai banyak masyarakat yang skeptis dan menganggap e-KTP bukan suatu hal penting. Bahkan statement Presiden, terlihat sangat skeptis atau mungkin karena merasa sangat kecewa. Biaya triliunan koq hanya menghasilkan Plastik kata Presiden.
Pantaslah kita kecewa. Kita berusaha membuat sebuah sistem informasi kependudukan yang modern, lengkap, canggih dan mudah diakses, ternyata hanya melahirkan sebuah keruwetan. Hampir setiap penyelenggaraan Pemilihan Kepada Daerah, atau Pemilu Legislatif, atau Pemilu Presiden, data kependudukan masing morat marit tidak bisa diandalkan. Sembari memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme, kita perbaiki data penduduk Indonesia. Kita buat prototipe kependudukan yang lengkap dan canggih di sebuah Propinsi, mungkin biayanya cukup Rp200 milyar. Lalu setelah jadi kita transfer ke seluruh Indonesia melalui sistem informasi yang sederhana dan murah. Jangan skeptis dan putus asa. Kita harus segera melakukan perbaikan.
Berita bulan ini diwarnai persoalan KTP Elektronik, atau e-KTP. Total jenderal biaya yang dikeluarkan lebih dari Rp5 triliun. Biayanya dinilai cukup Rp2,5 triliun, sisanya dianggap sebagai bancaan orang-orang yang terlibat pada proses pengadaan dan persetujuan.
Dua pejabat Kementerian Dalam Negeri, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Kependudukan Dirjen Dukcapil Sugiharto, sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan kasusnya sudah mulai disidang di KPK. Lalu atas dasar persidangan, muncul nama-nama pejabat negara dan terutama Anggota DPR sebagai orang yang disangkakan melakukan peran aktif, dan mendapatkan kucuran uang hasil e-KTP.
Kali ini cukup luar biasa. Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, melalui adiknya diduga telah menerima kucuran dana mencapai Rp43,65 milyar. Tokoh Partai Golkar yang juga Ketua DPR RI diduga mendapatkan bagian Rp574,2 milyar, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mendapatkan Rp574,2 milyar. Nama-nama lain yang disebut-sebut; Marzuki Alie (Rp20 milyar), Melchias Markus Mekeng (Partai Golkar, Rp13,58 Milyar), Olly Dondokambey (PDI-P, Rp11,64 milyar), Chairuman Harahap (Partai Golkar, Rp31,66 milyar), Ganjar Pranowo (PDI-P, Gubernur Jawa Tengah sekarang, Rp5,04 milyar), dan banyak lagi (lihat Tempo, 13-19 Maret 2017).
Penyebutan nama-nama tentu bukan vonis. Tetapi ini melahirkan banyak spekulasi dan dugaan yang lain. Sampai-sampai banyak masyarakat yang skeptis dan menganggap e-KTP bukan suatu hal penting. Bahkan statement Presiden, terlihat sangat skeptis atau mungkin karena merasa sangat kecewa. Biaya triliunan koq hanya menghasilkan Plastik kata Presiden.
Pantaslah kita kecewa. Kita berusaha membuat sebuah sistem informasi kependudukan yang modern, lengkap, canggih dan mudah diakses, ternyata hanya melahirkan sebuah keruwetan. Hampir setiap penyelenggaraan Pemilihan Kepada Daerah, atau Pemilu Legislatif, atau Pemilu Presiden, data kependudukan masing morat marit tidak bisa diandalkan. Sembari memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme, kita perbaiki data penduduk Indonesia. Kita buat prototipe kependudukan yang lengkap dan canggih di sebuah Propinsi, mungkin biayanya cukup Rp200 milyar. Lalu setelah jadi kita transfer ke seluruh Indonesia melalui sistem informasi yang sederhana dan murah. Jangan skeptis dan putus asa. Kita harus segera melakukan perbaikan.
Subscribe to:
Posts (Atom)