toto zurianto
Sudah lebih sebulan, Panitia Seleksi Calon Anggota Dewan Komisioner OJK bekerja. Minggu ini, hasil kerja keras Pansel, diserahkan ke Presiden. Ada 21 nama yang dihasilkan Pansel, nanti Presiden menyingkirkan 7 nama, dan menyerahkan ke DPR 14 nama untuk mengikuti proses Fit and Proper Test. Hasil akhir adalah ditetapkannya 7 nama sebagai Anggota Dewan Komisioner OJK periode 2017-2022 menggantikan priode sekarang yang habis masa jabatannya pada bulan Juli 2017.
Selalu banyak kritikan yang dialamatkan masyarakat atas hasil seleksi pansel yang dinilai kurang mampu mendapatkan calon terbaik yang dapat memperkuat lembaga OJK sebagai pengawas sektor jasa keuangan Indonesia. Tantangan sektor keuangan yang semakin berat, sumbangannya terhadap pembangunan ekonomi nasional yang sangat diharapkan, serta perkembangan teknologi keuangan (Fintech) yang berlangsung cepat, adalah tuntutan bagi leadership OJK ke depan.
Tetapi yang setengah mengejutkan adalah tersingkirnya para pentahana OJK Periode Pertama 2012-2017. Kini hanya ada 1 pentahana yang diajukan ke Presiden, 6 yang lain gugur. Bahkan 5 pentahana sudah selesai di tahap awal melalui seleksi dokumen. Lalu 21 nama yang diajukan ke Presiden, beberapa nama dinilai sudah bisa mengendalikan OJK nantinya. Hanya, ada juga yang dianggap belum memiliki jam terbang yang cukup. Apalagi wawasan dan kapasitas leadershipnya. Tetapi karena OJK tidak bekerja secara individual, semua kelemahan sebenarnya bisa terselesaikan. 3 nama yang dinilai mampu menjadi Ketua Dewan Komisioner OJK, cukup memiliki pengalaman nasional dan bahkan internasional yang memadai, seperti Dr. Wimboh Santoso, Sigit Pramono, dan Zulfikli Zaini.
OJK sebuah lembaga Independen
Kegiatan seleksi pimpinan OJK yang dilakukan pansel, bisa melahirkan banyak debat. Salah satu kritik yang muncul adalah keterlibatan Menteri Keuangan, Menteri Kordinator Perekonomian, dan Gubernur Bank Indonesia, serta Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia sebagai Ketua dan Anggota Panitia Seleksi. Mungkin secara personal orang-orang yang dipilih adalah pribadi hebat dengan banyak pengalaman di bidang keuangan Indonesia. Tetapi esensi lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan pola seleksi yang diketuai oleh Menteri Keuangan, telah menunjukkan sebuah degradasi dan kemunduran lembaga ini. Pada periode pemilihan pertama ketika lembaga ini baru didirikan, penunjukan anggota dari unsur Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, sangat masuk akal dan bisa dipahami. Pada saat itu, OJK memang berasal dari 2 lembaga/instansi, yaitu Bapepam sebagai bagian atau unsur dari Kementerian Keuangan dan Pengawasan Perbankan dari Bank Indonesia.
Sangat disayangkan Undang-undang OJK tidak diperbaiki, disempurnakan, atau pada awalnya tidak menyebutkan pola seleksi anggota Dewan Komisioner OJK selanjutnya setelah periode kelahirannya yang pertama kali. Penetapan Panitia Seleksi Dewan Komisioner OJK oleh Presiden, mungkin cukup tepat dan bisa dimengerti. Tetapi sebenarnya, ketika ada unsur yang mewakili Kementerian Keuangan, Menko Perekonomian, dan Bank Indonesia sebagai Ketua dan Anggota, sangatlah debatable. Sangat jelas terlihat, di dalam beberapa kesempatan, muncul statemen-statemen yang menuntut Pimpinan OJK harus bisa bekerjasama dengan pihak-pihak lain. Muncul beberapa argumen atau alasan atas pertanyaan, kenapa Para Pentahana (lama) tidak lolos. Para Pansel seolah-olah mengatakan, karena alasan-alasan tersebut, beberapa calon dinilai kurang kapabel. Bahkan dengan mengandalkan informasi (alasan) yang diambil dari lembaga lain, misalnya KPK dan PPATK.
Independensi Pansel adalah sebuah tuntutan dan perlu dijaga. Termasuk independensi dan kapasitas masing-masing anggota Pansel yang tidak dilihat masyarakat. Masyarakat cuma mengetahui Menteri Keuangan saja. Seharusnya adalah personality dan kapabilitas Sri Mulayani, bukan sebagai Menteri Keuangan. Tentu juga termasuk personality dan kapabilitas Agus Martowardojo, bukan Gubernur Bank Indonesia. Masyarakat juga tidak pernah mendengar statemen apa-apa dari anggota Pansel yang lain yang dinilai benar-benar sebagai pelengkap Tim Seleksi saja.
Kadang-kadang kita mendengar statemen-statemen yang tidak perlu yang sangat mengganggu. Misalnya ketika ada anggota DPR atau Pimpinan Partai Politik yang melamar menjadi Komisioner OJK. Seharusnya bukan sebuah persoalan, dan tidak apa-apa. Semua mansyarakat Indonesia yang memenuhi kriteria, boleh melamar menjadi anggota Dewan Komisioner OJK. Tidak boleh ada pembatasan, apalagi memutuskan menggagalkan karena calon berasal atau unsur dari Partai Politik. Yang paling penting adalah ketika seorang ditetapkan dan dipilih menjadi Anggota Dewan Komisioner OJK, maka sejak saat itu mereka harus bebas dari intervensi partai politik, tidak dikendalikan oleh partai politik lagi, profesional, independen, dengan kapabilitas (competency) yang diandalkan.
No comments:
Post a Comment