Tuesday 14 March 2017

e-ktp Ramai-Ramai Korupsi; Lalu apa yang kita lakukan?

toto zurianto

Berita bulan ini diwarnai persoalan KTP Elektronik, atau e-KTP. Total jenderal biaya yang dikeluarkan lebih dari Rp5 triliun. Biayanya dinilai cukup Rp2,5 triliun, sisanya dianggap sebagai bancaan orang-orang yang terlibat pada proses pengadaan dan persetujuan.
Dua pejabat Kementerian Dalam Negeri, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Kependudukan Dirjen Dukcapil Sugiharto, sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan kasusnya sudah mulai disidang di KPK. Lalu atas dasar persidangan, muncul nama-nama pejabat negara dan terutama Anggota DPR sebagai orang yang disangkakan melakukan peran aktif, dan mendapatkan kucuran uang hasil e-KTP.
Kali ini cukup luar biasa. Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, melalui adiknya diduga telah menerima kucuran dana mencapai Rp43,65 milyar. Tokoh Partai Golkar yang juga Ketua DPR RI diduga mendapatkan bagian Rp574,2 milyar, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mendapatkan Rp574,2 milyar. Nama-nama lain yang disebut-sebut; Marzuki Alie (Rp20 milyar), Melchias Markus Mekeng (Partai Golkar, Rp13,58 Milyar), Olly Dondokambey (PDI-P, Rp11,64 milyar), Chairuman Harahap (Partai Golkar, Rp31,66 milyar), Ganjar Pranowo (PDI-P, Gubernur Jawa Tengah sekarang, Rp5,04 milyar), dan banyak lagi (lihat Tempo, 13-19 Maret 2017).

Penyebutan nama-nama tentu bukan vonis. Tetapi ini melahirkan banyak spekulasi dan dugaan yang lain. Sampai-sampai banyak masyarakat yang skeptis dan menganggap e-KTP bukan suatu hal penting. Bahkan statement Presiden, terlihat sangat skeptis atau mungkin karena merasa sangat kecewa. Biaya triliunan koq hanya menghasilkan Plastik kata Presiden.
Pantaslah kita kecewa. Kita berusaha membuat sebuah sistem informasi kependudukan yang modern, lengkap, canggih dan mudah diakses, ternyata hanya melahirkan sebuah keruwetan. Hampir setiap penyelenggaraan Pemilihan Kepada Daerah, atau Pemilu Legislatif, atau Pemilu Presiden, data kependudukan masing morat marit tidak bisa diandalkan. Sembari memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme, kita perbaiki data penduduk Indonesia. Kita buat prototipe kependudukan yang lengkap dan canggih di sebuah Propinsi, mungkin biayanya cukup Rp200 milyar. Lalu setelah jadi kita transfer ke seluruh Indonesia melalui sistem informasi yang sederhana dan murah. Jangan skeptis dan putus asa. Kita harus segera melakukan perbaikan.



No comments: