Pertama, cerita ini membuat kita berhenti mengarungi
dunia sekarang yang bergerak cepat. Inilah cerita ketika orang-orang tidak
pernah membayangkan kehidupan di zaman teknologi sekarang ini, apalagi zaman
milenial. Ini cerita sederhana tetapi terasa sangat indah
untuk dinikmati. Tidak tahu, seberapa banyak orang di Indonesia ini yang
mengenal Bus Sibual-buali. Cerita
tentang Kenek Bus yang yang melakukan
perjalanan dari Medan, melalui Siantar, pinggiran Danau Toba, Sipirok, Padang
Sidempuan, sampai ke Bukittinggi.
Ini cerita tentang Tindonihuta, anak batak, cucunya Ompu Silangit, ulubalang tentara Si
Singamangaraja keduabelas yang turut serta memanggul senjata melawan Belanda
pada masa Perang Batak. Dia berasal dari
Kampung Pusuk Buhit dan bergabung di pusat kerajaan Si Singamangaraja di
Bakkara. Setelah Si Singamangaraja gugur, dia ditawan Belanda.
Ini sebenarnya Bus Tahun 70-an, ada barang di atas yang ditutup terpal. |
Ompu Silangit adalah penganut Agama Batak yang menyembah Debata Mulajadi Na Bolon. Agama purba yang menyembah alam dan roh-roh, Agama Parmalim, banyak dianut orang Batak sebelum agama Kristen dan Islam masuk ke daerah itu. Ini orang yang diagungkan dan dihormati Tindo, disamping Ibunya. Tetapi Tindo sangat marah dengan Ayahnya, yang menelantarkan kehidupan mereka, Ibu dan Anak, pergi ke Jakarta memulai hidupnya sendiri yang terpisah dari akar marga dan budaya batak.
Sebuah cerita panjang tentang masa lalu, sekitar 1958 sampai 1966, masa PRRI yang ditulis Ashadi Siregar ini, terlalu menarik untuk diikuti. Kita dibawa pada cerita keluarga, adat, peperangan, hubungan antar suku yang indah, hubungan antar pengikut agama berbeda tetapi saling membantu, dan tentunya cerita Cinta yang tetap menarik kita rasakan. Kita juga melewati sejarah-sejarah indah di masa PRRI dan pasukan Tentara Daerah di bawah
Kolonel Simbolon. Kalau membaca buku ini, kita akan terbawa perjalanan sejarah, melewati kawasan Tanah Batak, Danau Toba, Mandailing, Sipirok, juga cerita tentang Pematang Siantar, Medan, Aceh, Minangkabau, sampai ke Jakarta. Termasuk suasana menjelang Gestok (G30 S/PKI), Presiden Sukarno, Komunis (PKI) dan Tentara.