Monday 30 May 2011

Bagaimana menjadi yang terbaik

toto zurianto

Good is the enemy of Great! Demikian kata Jim Collins pada chapter pertama bukunya
Good to Great; why some comp[anies make the leap ..... and others don’t! Buku ini selalu menarik untuk dilihat kembali, selalu menjadi refferen bagi para leaders, terutama ketika dia berpikir untuk melakukan perubahan dan perbaikan pada organisasinya.

Good to Great menggambarkan suasana kritis yang selalu harus diambil para eksekutif, kecuali dia tidak peduli atas performance perusahaannya. Anggapan bahwa keadaan kita “sudah baik” adalah musuh utama yang akan menghancurkan perusahaan atau lembaga kita. Sama saja dengan ketika kita sedang melewati “comfort zone”, semuanya menjadi serba tidak terlihat. Kita menjadi tidak waspada karena sedang melewati masa indah dan masa nyaman.
Tidak jarang, banyak masyarakat kita yang berpikir seperti ini. Kenapa pula kita harus melakukan transformasi yang membuat kita menjadi “bersusah-susah”! Kenapa sistem organisasi dan kepegawaian kita harus kita ubah dari pendekatan tertentu yang sudah sangat baik menurut kita menjadi sistem lain yang membuat kita menjadi terkotak-kotak.
Ini adalah salah satu contoh ketika kita menjadi tidak peduli terhadap perubahan. Kita menjadi menikmati kondisi kekinian yang sebenarnya akan menimbulkan staknasi dan kesulitan bagi kita di masa mendatang.
Kita menganggap apa yang kita jalankan sekarang sudah sangat sempurna dan benar. Kita enggan sedikit bersusah untuk mendapatkan gain yang lebih baik setelah bekerja lebih berat.
Kalau demikian pemikiran kita, kapan pula kita bisa merasakan dan menikmati perjalanan organisasi yang paling hebat (the Great), ketika kita selalu merasa sudah sangat puas dengan situasi sekarang yang sebenarnya lama kelamaan akan menjadi tidak berarti apa-apa.
Orang selalu bergerak, perusahaan selalu menjadi lebih maju, dan permintaan stakeholders selalu bergerak ke arah yang lebih complicated, dan orang lain di luar kita, juga selalu berusaha untuk menjadi lebih baik dibandingkan situasi kemaren.
Karena itu, mentaliti untuk tidak mau berubah dan suka mempertahankan status quo, atau selalu merasa aneh dengan gerakan perubahan untuk menjadi lebih baik, adalah salah satu halangan yang akan membuat kita menjadi ketinggalan kereta.
Sangatlah berbahaya, karena suatu ketika kita menjadi berhenti, tidak bergerak sama sekali, sementara orang lain sudah melesat dua tiga langkah di depan. 
Apakah ini sekedar sebagai suatu kampanye  dari suatu gerakan perubahan? Mari kita lihat, you are the judge and jury. Let the evidence speak!

No comments: