Jargon paling banyak dipakai para
pemimpin adalah sebuah perubahan. Yang kita lakukan berbeda dengan pemimpin sebelumnya.
Mereka, para pemimpin sebelumnya, telah memberikan kontribusi baik bagi
perusahaan. Banyak yang sudah kita capai. Tetapi tantangan ke depan tidak
pernah ringan. Kita perlu melakukan hal-hal yang berbeda. Perlu sebuah
perubahan yang lebih substansial. Waktu untuk istrirahat sudah selesai. Kini
saatnya melakukan hal-hal yang besar. Banyak yang diinginkan stakeholders kita.
Paling sederhana, kalau anda pulang
pada jam biasa, itu sangatlah biasa. Kita harus bisa memberikan kontribusi
lebih. Tidak cukup kalau kita pulang sebelum jam 5 sore. Saatnya untuk bekerja
lebih lama. Mungkin sekitar jam 8 atau jam 9 malam. “saya bekerja sampai sekitar
jam 10 hampir setiap malam”, padahal “saya sudah di kantor sebelum jam 8 pagi”.
“sering juga saya bekerja pada hari Sabtu, bahkan sampai hari Munggu”. Inilah
ciri-ciri kekuatan Pemimpin.
Kita bukan berada pada “business as usual”. Mari bekerja lebih
giat. Banyak yang harus kita perbaiki. Kita perlu mencapai sesuatu yang
berbeda. Kalau anda biasa-biasa saja, maka anda akan mendapatkan hal yang
biasa-biasa aja.
Sebenarnya seperti apa pekerjaan yang
tidak biasa-biasa saja? Apakah ukuran jam kantor berupa kewajiban dating dan
pulang itu salah? Kenapa orang diharuskan bekerja lebih lama dari waktu kerja
yang sudah diatur? Apakah orang yang bekerja lebih lama itu akan memberikan
kontribusi yang lebih? Atau kalau harus bekerja dalam waktu yang lebih lama,
kenapa jam kerja tidak ditetapkan sejak jam 07.00 pagi dan berakhir pada jam 22.00
malam?
Saya sering berdebat untuk pendapat
seperti ini. Saya sering merasa bosan ketika memasuki waktu jam 5 sore. Saya merasa,
jam 5 sore sudah memasuki waktu hiburan. Inilah waktu untuk lebih santai,
waktu untuk mengaso. Saya sering bingung ketika para boss mengajak saya tetap untuk
mengikuti meeting, padahal sudah jam 5 sore. Padahal secara fisik, saya
melihat, hampir semua orang yang mengikuti rapat (meeting) sudah mulai merasa
lelah. Wajahnya mulai kusut dan tidak sedikit yang mengantuk.
Lebih hebat lagi, saya tidak melihat
munculnya ide-ide brilliant dari seluruh peserta rapat. Hampir semua yang hadir
karena ada keterpaksaan. Takut dianggap “pemalas”. tentu saja takut tidak diperhitungkan pada saat proses penilaian kinerja. Saya jadi teringat apa yang disampaikan Morten T. Hansen dalam bukunya Great At Work (2018). Morten menempatkan kata Value sebagai salah satu ukuran yang perlu diperhatikan. Jangan pernah bekerja, tetapi nilainya nihil. Value sering tidak didasarkan pada kuantitas waktu kerja. Tetapi sesuatu yang memberikan harga bagi perusahaan. Lama kerja, hasilnya bisa nihil. Jadi, carilah sesuatu yang mempunyai nilai. Lihat saja, kalau anda bekerja sampai malam, pasti badan anda menjadi letih. Pikiran anda juga bisa sangat letih. Kalau anda sudah berkeluarga, semua orang bisa anda salahkan. Termasuk bawahan anda, keluarga, dan siapa saja yang berhubungan dengan anda.
Karena itu sebuah proses perubahan, selalu harus diukur antara lain melalui value. Jangan sekedar bekerja melalui tenaga. Pikirkan sebuah pekerjaan yang memberikan manfaat, nilai dan biasanya tidak perlu dilakukan secara terlalu lama.
No comments:
Post a Comment