Monday, 25 March 2019

KPK dan Operasi Tangkap Tangan Rp100 Juta

toto zurianto

Kadang-kadang saya bertanya, kenapa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) semakin tidak selektif. bahkan hal-hal yang kecil, bisa dibesar-besarkan. Bagaimana mungkin sebuah lembaga ekstra konstitusional yang perannya sangat luar biasa, cuma memproses perkara-perkara yang kita kategorikan sebagai hal biasa. Istilahnya cuma menangkap Teri. Lalu Kakapnya kemana? Kan pertanyaan ini sangat patut untuk kita sampaikan.
Jumat minggu lalu (15 Maret 2019), Tim Sergap KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jawa Timur. Luar biasa karena yang ditangkap adalah salah seorang Ketua Partai Politik yang selama ini digadang-gadang sebagai orang dekat Presiden. Romy Romahurmuziy, Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ditangkap di Surabaya Jumat pagi atas dugaan menerima suap terkait pengisian jabatan di Kementerian Agama. Bersamaan dengan Romy, juga ditangkap Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin, dan Kepala Dinas Kementerian Agama Gresik Muafaq Wirahadi dan seorang dari sektor Swasta Agtaria Adriana. Uang yang disita ternyata cuma Rp 100 juta.
Memang yang ditangkap  orang besar, Ketua Partai besar dan Pejabat Kementerian Agama yang dinilai banyak orang sebagai salah satu tempat bekerja untuk menuju ke Sorga. Tetapi barang bukti yang disita cuma Rp100 juta, cuma Teri Kecil seperti Teri Medan yang sangat Teri. Lalu jauh di Jakarta, Kantor Kementerian Agama dan tentunya Ruang Kerja Menteri Agama juga digeledah, dan disita berbagai alat bukti (pendukung), termasuk uang yang jumlahnya beberapa ratus juta Rupiah dan uang dollar sebesar 30 ribu Dollar AS. Tetap itupun kategorinya masih Teri. Total tangkapan masih di bawah Rp 1 Milyar. Jelas kalau KPK hanya seperti ini, kita semakin tidak bisa berharap banyak atas kehadiran KPK. Pasti KPK akan kesulitan untuk mendapatkan dukungan masyarakat atas upaya untuk menghilangkan korupsi di Indonesia. Tidak heran akan semakin banyak orang yang marah, pesimis dan menarik dukungannya.
Teri Tapi Kakap
Tetapi khusus OTT terhadap Romy dan Pejabat Kementerian Agama ini, ada hal yang perlu kita catat dan dibahas bersama. Ini bisa membuat model kasus Romy menjadi tidak terlalu Teri. Bisa berubah menjadi kasus Kakap, atau setidaknya seperti kasus Ikan Kembung. Kenapa? Tidak lain, karena model temuan KPK ini mulai merambah pada strategi Human Capital dan Leadership bangsa. Kasus ini bisa berakibat luar biasa yang akan membuat bangsa menjadi tergadai. Ada kegiatan penempatan SDM yang akan terganggu dan berbahaya. Sangat mengkhawatirkan kalau bangsa kita nanti diisi oleh orang-orang yang kita ragukan kompetensi dan behaviournya. Karena proses penempatanmnya sudah terbeli, maka dapat dipastikan, orang-orang yang nantinya akan menduduki posisi strategis, bisa sama sekali tidak kapabel. Bahkan kalau dibiarkan, ini akan merembet, tidak hanya pada saat penempatan jabatan, juga akan menular pada proses promosi dan mutasi secara menyeluruh, kegiatan penilaian kinerja, dan pola reward dan punishment yang dijalankan. Kalau misalnya nanti hasil OTT ini bisa merambah pada banyak posisi yang strategis, dapat dipastikan seluruh pola penempatan pegawai di Kementerian Agama  akan bermasalah. Bagaimana pula kalau hal ini juga terjadi pada Kementerian lain, Kepolisian, dan seluruh Aparatur Sipil Negara yang lain?
Kolusi dan Nepotisme
Memang tepat adanya keberadaan institusi KPK, bukan hanya lembaga Pemberantasan Korupsi. Paling hebat sebenarnya ketika kita bisa membongkar aspek Kolusi dan Nepotisme. Sangat tidak mudah memberantas korupsi ketika kita tidak begitu aware terhadap Kolusi dan Nepotisme. Aliran uang hasil OTT sering sangat tidak siknifikan, misalnya hanya Rp100 juta atau di bawah nilai Rp 1 Milyar. Tetapi membiarkan orang melakukan kolusi karena kebijakan yang Nepotisme, pasti akan membuat Korupsi semakin tumbuh subur. Kalau kita punya strategi bagus di dalam memberantas Kolusi dan Nepotisme seperti menghancurkan Korupsi, dapat dipastikan nantinya korupsi menjadi semakin berkurang. Inilah yang harus mendapatkan perhatian di seluruh lembaga dan institusi negara. Memang tidak harus oleh KPK. Banyak lembaga dan institusi yang bisa melakukan upaya memberantas Kolusi dan Nepotisme. Ini yang menjadi tantangan besar.

Membangun SDM Profesional yang memiliki Integritas
Kalau kita ingin menetapkan SDM pada sebuah jabatan tertentu, maka minimal ada 2 hal yang selalu perlu kita perhatikan. Tidak boleh ada kompromi, Kata Warrent Buffet. Pertama, orang yang kita pilih haruslah orang yang kompeten, secara tehnis sangat kapabel dan profesional. Banyak cara yang bisa digunalkan untuk menetapkan seseorang itu kompeten. Baik pada aspek teknikalnya, maupun dalam hal behaviour, atau perilakunya. Perilaku bukan sesuatu yang bisa ditawar-tawar. Bahkan sering aspek Perilaku menjadi sesuatu yang A Must. Lalu yang Kedua, tentu saja, aspek Integritas. Banyak organisasi dan lembaga menempatkan Aspek Integritas sebagai Nilai-nilai organisasi yang harus ada yang keberadaannya tidak tergantikan. Kita tidak bisa kompromi pada orang yang tidak mengedepankan Intergitas. Bagaimana mungkin seorang pejabat negara yang penting pada Kementerian yang penting (Kementerian Agama) bisa dibeli dan membeli jabatan yang penting? Ketika sebuah jabatan bisa dibeli, maka tidak ada lagi peluang bagi kita untuk membangun sebuah organisasi yang dapat dipercaya. Sebuah organisasi yang bisa dipercaya (Trusted Organization) hanya dibangun melalui orang-orang yang Profesional dan memiliki Integritas. Jadi meskipun tangkapan OTTnya Teri, tetapi akibatnya bisa sangat Kakap dan Dahsyat. SDM Profesioanl hanya bisa dibangun melalui ketaatan kita pada aspek Profesionalisme dan Integrity. Ini menjadi fondasi bagi kita ketika kita ingin membangun sebuah negara yang baik, yang bisa bersaing dengan negara-negara lain. Jangan mimpi negara kita bisa competitive kalau orang-orangnya tidak profesional dan bisa dibeli. Kita juga tidak boleh membutakan mata kita untuk hanya memilih orang-orang atas aspek pertemanan, atau karena memberikan imbalan. Kita harus selalu jujur pada pendekatan Kapabilitas, Kompetensi dan Integritas atau Kejujuran. Kita harus mampu menjaga Integritas kita. Mari tetap kuat untuk membangun institusi dan lembaga yang jauh dari aspek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Semoga kita bisa melahirkan orang-orang terpilih karena memang memiliki Kompetensi terbaik, bukan karena pendekatan Pertemanan.

No comments: