Wednesday, 21 August 2019

Go-Jek; Perlu mengkritisi diri sendiri

toto zurianto

Fenomena Gojek, sebelumnya Go-Jek, memang sangat luar biasa. Bukan saja sebagai sebuah perusahaan, atau tempat bergabung banyak orang dalam menjalani usaha bersama. Paling penting, dengan berbagai pertimbangan, Gojek mampu memenangkan simpati banyak orang. Terutama masyarakat pengguna dan masyarakat yang ikut di dalam usaha GoJek.  Tentu saja tidak semua. Khusus untuk GoJek jasa transportasi on-line, atau ojek daring, atau ojek on-Line, banyak sekali masyarakat yang mendapatkan keuntungan. Dibandingkan menggunakan jasa transportasi Bis Kota atau Taksi, masyarakat pengguna, atau pelanggan merasa sangat berterima kasih atas kehadiran Gojek (ojek on line). Pelanggan sangat terbantu atas tawaran penjemputan dari pintu rumah, dan pengantaran sampai tempat yang dituju. Tidak perlu berjalan ke Terminal, atau ke Halte Bis, semua berbasis aplikasi mobile phone. Apalagi soal harga tanpa perlu ditawar, sudah fixed. Belum lagi adanya tawaran iming-iming tarif promosi.
Melalui kerja keras pemiliknya dan para anak muda pendukung usaha berbasis aplikasi ini, Gojek tercatat sebagai salah satu unicorn Indonesia dengan valuasi di atas US$1 milyar. Saat ini nilainya diperkirakan sudah mencapai US$1,3 milyar atau sekitar Rp17 Triliun. Lembaga Demografi FEB Universitas Indonesia menyebutkan besarnya kontribusi Gojek terhadap perekonomian Indonesia yang mencapai Rp8,2 triliun per tahun melalui penghasilan mitra pengemudi.
Gojek tidak pernah puas. Kini mereka merambat ke luar negeri. Mereka sudah hadir di Vietnam, Thailand, Singapore dan Filipina. Terutama dalam bentuk jasa transportasi motor secara daring.

Perlu Evaluasi sendiri
Gojek dan angkutan berbasis apliakasi yang lain, termasuk Grab, pernah menghadapi penolakan luar biasa di Indonesia, terutama di Jakarta. Bukan saja dari pengemudi ojek pangkalan, juga dari pengemudi taxi biasa.  Sistem ojek yang dinilai "tidak masuk akal" dan membebankan tarif angkutan yang terlalu murah, dinilai memunculkan persaingan yang tidak fair.  Apalagi pemerintah, dengan berbagai pertimbangan, dinilai memberikan back-up kuat atas kehadiran gojek. Gojek dinilai memberikan solusi transportasi perkotaan dan memberikan "lapangan kerja" bagi pengangguran. Kementerian Perhubungan pun pernah membekukan izin (beroperasi) ojek daring. Tetapi hanya dalam beberapa jam, penghentian operasi ini akhirnya dicabut.
Lalu, berita hari ini, ketika Gojek yang akan memperluas jangkauannya ke Malaysia, mendapatkan penolakan keras dari perusahaan taksi Malaysia Big Blue Taxi. Meskipun pemerintah Malaysia terlihat sangat mendukung kehadiran Gojek untuk mengatasi masalah pertaksian di Malaysia yang dinilai tidak profesional, mendapat penolakan. Banyak hal yang menjadi pertimbangan penolakan itu, antara lain; soal kultur, agama, dan penggunaan transportasi sepeda motor yang penuh risiko dan secara ekonomi terlihat set-back ke belakang. Pemerintah Malaysia dihimbau tidak memaksa anak muda mendapatkan pekerjaan untuk menjadi pengemudi sepeda motor daring.
Dengan alasan yang berbeda, karena masih banyak penolakan masyarakat atas kehadiran sistem transportasi roda dua (sepeda motor), Gojek perlu melakukan evaluasi terhadap model business utamanya sebagai penyedia jasa transportasi sepeda motor on line. Saat ini kita bisa melihat, puluhan atau ratusan pengemudi Gojek yang sangat tidak patuh terhadap aturan mengemudi dan sikapnya cenderung tidak tertib lalu lintas dan tidak penghargai para pengguna jalan raya yang lain. Pengemudi Gojek juga terlalu pongah untuk menguasa jalan raya dan tidak peduli kepada pengguna jalan yang lain. Puluhan dan Ratusan motor ojek on-line, setiap saat selalu memarkirkan kenderaannya di depan stasion, mal, kantor, sekolah, pasar secara semberono bukan di parkiran yang sudah disediakan.

Sepeda Motor bukan Jawaban
Pengembangan dan penggunaan Sepeda Motor sebagai sarana transportasi, tidak pernah menjadi hal yang secara resmi bisa dibenarkan. Tetapi faktanya, pemerintah, secara de facto, terlihat seperti mendukung pemanfaatan transportasi ojek untuk mengatasi kebutuhan alat angkut di masyarakat. Setidaknya membiarkan ojek menjadi pilihan utama. Bahkan membiarkan perusahaan, terutama Gojek dan Grab meneruskan operasionalnya tanpa melakukan pembinaan dan pelarangan. Paling hebat, sarana transportasi Ojek on Line juga terus dibiarkan melakukan pelanggaran terhadap peraturan kenderaan jalan raya. Terutama pelanggaran terhadap marka jalan, keharusan parkir pada tempat yang disediakan, dan penguasaan bagian dari jalan umum (jalan raya) untuk parkir (menunggu langganan) tanpa ada upaya pencegahan dan pembinaan. Lihat saja di simpang-simpang jalan dengan fasilitas Lampu Lalu Lintas (Lampu Merah), puluhan sepeda motor, terutama Gojek dan Grab dengan seenaknya berhenti sewenang-wenang di tengah jalan. Tentu saja ini bukan monopoli Gojek dan Grab. Tetapi termasuk juga kenderaan Sepeda Motor yang lain. Memang ada pemasukan uang bagi pemilik/pengemudi Gojek, tetapi hal yang kita inginkan, lebih dari sekedar bisa bekerja. Kita semua, perlu menjaga ketertiban berlalu lintas. Bukan melarang keberadaan usaha ojek yang menggunakan sepeda motor roda dua. Kita semua tidak menginginkan pembiaran pelanggaran-pelanggaran yang tidak diinginkan. Jadi para pemilik dan eksekutif Gojek, termasuk Grab dan sistem angkutan alternatif berbasis panggilan on-line, perlu menjaga semua pihak untuk tertib.

Harapan
Terakhir, harapan besar kita adalah bagaimana unicorn besar, terutama Gojek, bisa berbisnis dan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat bangsa. Tetapi sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat. Pengembangan model transportasi roda 2 bukan mode transportasi yang tepat, tidak ideal, juga mempunyai risiko yang tidak kecil. Apalagi memberikan pengaruh negatif bagi kita untuk menjaga ketertiban lalu lintas. Untuk kota seperti Jakarta, saya meyakini bagaimana Gojek sudah turut serta menciptakan lalu lintas yang semakin ruwet, macet, tidak tertib. Dalam hal menciptakan lapangan kerja, tentu itu sebuah cita-cita dan peran yang baik. Tetapi tentu saja, bukan sebagai pengemudi Sepeda Motor roda 2 yang rentan terhadap kecelakaan dan mengganggu tata tertib lalu lintas.





No comments: