toto zurianto
Membangun Legacy
Banyak sekali hal-hal yang harus diperhatikan oleh para calon pemimpin agar yang bersangkutan dapat dikenang sebagai pemimpin yang meninggalkan bekas positip atas kepemimpinannya terhadap organisasi yang ditinggalkannya nanti (Leader’s Legacy). Salah satu diantaranya adalah, dengan mengembangkan sikap ikhlas untuk dikritik.
Menjadi sasaran untuk dikritik, jelas sebagai sesuatu yang tidak menggembirakan. Kita sering gusar dan marah kepada orang yang memberikan kritikan atas inisiatip, pendapat, atau kebijakan kita. Banyak orang yang terlalu suka melakukan protes. Ada orang yang selalu mengangap pendapat orang lain salah dan tidak benar. Orang seperti ini selalu mati-matian untuk menyatakan ketidaksetujuannya terhadap sesuatu isu yang sedang didiskusikan. Kalau kita tidak sabar dan membalasnya dengan tensi yang tinggi, tujuan diskusi menjadi tidak tercapai, dan kita sering tidak bisa mengendalikan amarah. Tidak sabar, akhirnya kita membalasnya dengan kritikan yang tidak kalah tajamnya. Bahkan secara pribadi, hubungan kita menjadi terganggu.
Bagaimana cara kita menghadapi kerasnya perjuangan untuk menerapkan sesuatu yang lebih bermanfaat? Disamping kita selalu harus lebih kompeten (membangun skills dan memantapkan behavior), maka suatu kritik, bagaimanapun dahsyatnya, tetap harus kita jadikan sebagai sinyal untuk aware dan sebagai opportunity untuk menjadi lebih baik. Seseorang, apakah pemimpin atau calon pemimpin, harus mencintai kritik! Harus menganggap kritik sebagai kesempatan dan feedback. Dengan kritik, kita bisa menghindari potential problem yang bisa saja muncul di kemudian hari. Kita-pun bisa melakukan konsolidasi dan improvement karena banyak hal-hal yang selama ini kita anggap okay, sebenarnya sudah tidak okay!
Memang, banyak diantara kita yang memiliki ego sangat tinggi yang menganggap diri kita sudah sempurna. Kita sering takut apabila orang lain mengetahui bahwa sebenarnya kita mempunyai banyak kelemahan, atau orang bisa mengetahui bahwa kita tidak mengetahui segala hal, atau kita tidaklah sehebat yang didengung-dengungkan banyak orang di luar sana. Pilihannya akhirnya terpulang kepada kita sendiri, apakah kita merindukan dan memerlukan kritik yang sering menyakitkan tetapi memberikan kesempatan besar untuk melakukan improvement sekaligus mencegah kita untuk mengambil keputusan yang tidak menguntungkan, atau kita berusaha melupakannya dan hidup pada tatanan yang memang tidak keras meskipun berpotensi kolaps!
Jakarta, 24 Maret 2009
Toto Zurianto,
sedang berusaha untuk merindukan kritik! (he he he …………….)
No comments:
Post a Comment