Monday, 15 November 2010

Makassar; Bagaimana Menjaga Momentum Pembangunan

toto zurianto


Sudah beberapa kali aku mengunjungi Makassar. Kota terbesar di Kawasan Indonesia Timur, ibukota propinsi Sulawesi Selatan, kini terasa semakin berkembang. Jalan-jalannya semakin ramai, begitu juga bangunan dan pertokoannya yang lebih bagus. Terdapat beberapa hotel berbintang di kota itu, diantaranya Hotel Aryaduta dan Hotel Sahid. Kunjungan ke kota Anging Mamiri itu selalu meningkat setiap tahun. Bahkan pada akhir pekan, kita akan kesulitan untuk mendapatkan kamar hotel bintang, terutama sejak berdirinya Trans Studio, kawasan taman hiburan (theme park) dan pusat perbelanjaan terbesar di Indonesia sebelah timur yang pembangunannya dilakukan dengan melakukan penimbunan (reklamasi) terhadap lautan tidak jauh dari kawasan Pantai Losari.

Makassar yang terkenal sebagai pusat bisnis yang didatangi oleh para pedagang dari kawasan Indonesia bagian timur, sejak dulu juga telah menjadi pusat pendidikan yang didatangi oleh anak sekolah dan mahasiswa dari berbagai daerah. Karena itu perkembangannya terasa begitu dahsyat. Apalagi sejak beroperasinya Bandar Udara Sultan Hasanuddin yang baru yang luas dan modern.

Menurut saya, saat ini Bandar Udara Sultan Hasanuddin Makassar adalah salah satu bandar udara terbaik di Indonesia. Bangunannya yang modern seperti Bandar Udara Changi Singapore, menempatkan bandar udara ini sebagai pintu gerbang Indonesai bagian Timur yang patut dibanggakan.

Tetapi pada kunjungan saya yang terakhir disini, menurut saya, sudah sangat mendesak bagi pemerintah daerah dan manajemen bandar udara tersebut untuk memberikan perhatian ekstra agar kebanggaan tersebut tidak surut hanya dalam beberapa waktu.

Salah satu hal yang segera harus diperhatikan oleh Pemerintah Sulawesi Selatan dan pengelola Bandara Internasional Hasanuddin Makassar adalah untuk segera melakukan penertiban secara tegas, mulai dari perparkiran, para penghantar/penjemput dan calo kenderaan yang hilir mudik menawarkan jasa taxi gelap, kawasan dilarang merokok tetapi penuh dengan asap rokok yang sangat mengganggu, counter check-in pesawat yang masih banyak tidak tertib (antrian yang suka menyerobot), sampai ke suasana ruang tunggu yang mulai terasa kurang sejuk (mungkin AC-nya ngadat/mati sebagian).

Kita tidak boleh terpengaruh oleh ungkapan lama yang menyebutkan seolah-olah, bangsa kita tidak bisa menjaga dan merawat. Banyak orang yang menyebutkan bahwa bangsa kita adalah orang-orang yang cumanya hanya bisa membangun, tetapi tidak mampu merawatnya. Kita terlalu mudah dan suka memberikan toleransi dan fasilitas. Ini salah satu penyebab utama kegagalan kita untuk menjaga aset yang secara susah payah kita dapatkan. Pembangunan di Sulawesi Selatan, terutama menyangkut Bandar Udara Sultan Hasanuddin, jawabannya sangatlah jelas. Kita tidak boleh memberikan sedikitpun fasilitas atau toleransi.

Begitu kita mulai memberikan toleransi kepada mobil para menjemput yang kemungkinan terdiri dari para pejabat atau pengusaha yang mampu menberikan tips besar, maka sejak saat itu, kitapun tidak pernah lagi mampu untuk melakukan penertiban secara adil. Jangan sampai kita dipersalahkan anak cucu karena tidak mampu menjaga bangunan mahal yang dengan susah payah kita dirikan. Kita perlu konsisten dan tertib untuk menjaga bandar udara itu. Setidaknya, apa yang dilakukan Singapore, perlulah kita perhatikan dan dicontoh. Sekali kita bisa dibeli, maka hal itu akan membuat kita menjadi sulit untuk bisa tegas dan konsisten.

No comments: