Monday, 15 November 2010

Ompung Odong-odong; Tidak sekedar Lucu!

toto zurianto

Tertarik pula aku ingin membeli buku karangan Mula Harahap, apa pulak ini. Covernya terlihat lucu, ya gambar kartun si penulis, Mula Harahap yang sedang menaiki sebuah Odong-odong, berambut gondrong dan tertawa lepas. Aku tak kenal siapa Mula Harahap, tapi yang memberi pengantar Jansen Sinamo. Akupun belum pernah mengetahui Pak Jansen ini, tapi setahuku dia salah seorang motivator juga. Dia penulis buku 8 Etos kerja Profesional. Kurasa buku ini pastilah lucu.

Tapi nanti dulu. Kulihat cover belakangnya, semua yang memberikan ulasan, ternyata orang Batak. Ada Helen Sianipar, Suhunan Situmorang, juga Lina Nababan! Ah, jangan-jangan ini buku tentang adat Batak, atau kelucuan-kelucuan diantara orang Batak. Apa peduliku. Hampir 50 tahun kami sudah tinggal di Medan. Jadi udah sangat biasa bergaul dengan orang Batak, juga dengan Melayu Deli, atau suku Jawa yang sudah beranak pinak di Medan dan Sumatera Timur. Jadi, tanpa pikir panjang kubelilah buku itu, cuma sekitar Rp50.000 untuk buku saku sekitar 300 halaman. Setelah kubaca, belum selesai sampai sekarang. Ternyata, pengarangnya sudah meninggal, hanya 2 bulan yang lalu. tapi, inilah catatannya semasa hidup yang ditulisnya di dalam facebook (fb) dan blog. Teknologi memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk merekam banyak hal, dan kemudian bahkan setelah kematiannya, atas jasa beberapa teman setianya, termasuk keluarganya, maka kita bisa menikmati karyanya yang menurutku, sederhana, lucu abis, dan memiliki nilai historis yang mengasyikkan. Mungkin tidak semua orang bisa menikmati buku ini. Tapi bagiku, yang hampir seusia dengan penulisnya, aku jelas sangat bisa menikmatinya dan tentunya nostalgia masa-masa itu ketika aku kecil dan remaja.

Salah satu hal menarik adalah cerita nama orang tua si penulis, Aminuddin Harahap. Penulis buku ini, ketika kecil selalu terganggu dengan nama orangtuanya yang tidak lazim bagi seorang Batak yang beragama Kristen. banyak nama orang Batak yang mirip-mirip dengan nama orang barat, seperti Christopher, Washington, atau Yohanes. Koq nama orangtuanya (bapaknya) seperti nama orang beragama Islam, juga nama beberapa adik bapaknya, seperti; Arbian, Nurain, atau Hasnah. Ditengah gundah gulana sang penulis, suatu kali hal itu ditanyakannya kepada Kakeknya (ompungnya), orangtua ayahnya yang bernama Korek Harahap.

Disitulah awal ceritanya. Setelah mendapatkan penjelasan dari Ompungnya, baru dia mengerti. kenapa Ompung Korek Harahap memberikan nama-nama yang menurutnya sangat tidak lazim. Ternyata kisahnya berawal ketika sang Ompung semasa mudanya bermukim di pedalaman Aceh (sekarang NAD) untuk menjadi seorang Guru. Setiap sang istri melahirkan anak, ada saja kawannya sesama Guru yang berkeinginan untuk memberikan (menyumbangkan) nama kepada anak sang Ompung. Ini adalah pergaulan dan kehormatan bagi sang kakek yang sejak puluhan tahun yang lalu sudah menerapkan pola hidup bertetangga yang saling menghormati dan menghargai tanpa melihat adanya perbedaan agama diantara mereka.

Banyak cerita "lama" yang diungkapkan dalam cerita ini. Jadi pembaca, mari menikmati catatan si Ompung ini. Sederhana tetapi memberikan nilai yang baik untuk kita pelajari.

No comments: