Tuesday, 24 February 2009

GOOD IS THE ENEMY OF GREAT

GOOD IS THE ENEMY OF GREAT

Toto Zurianto

Dalam Good to Great; Why some companies make the leap .............. and others don't, Jim Collins membuka bukunya dengan kata-kata “Good is the Enemy of Great”.
Kita tidak mempunyai hasil yang lebih baik, karena kita sudah puas dengan hasil yang baik selama ini. Kita tidak mempunyai pemerintah yang hebat, karena para politisi dan birokrat, sudah senang dengan yang dicapainya sekarang. Kita tidak mempunyai policy yang cemerlang, karena kita masih terlalu sibuk mengotak-atik hal-hal yang tidak terlalu penting yang sudah kita lakukan bertahun-tahun. Sebagian besar dari kita tidak pernah menjadi cemerlang, karena kebanyakan kita sudah cukup baik (menurut kita)!

Inilah tantangan dari membangun Performance-Based Culture. Pencapaian prestasi selalu dibenchmark untuk mewujudkan target yang terlalu absolute. Padahal prestasi menjadi kurang berarti, kalau orang lain ternyata bergerak lebih cepat dari kita. Dengan kata lain, saya pikir maksud dari pernyataan Collins, antara lain; seandainya, hari ini atau tahun ini kita melakukan hal-hal yang tidak terlalu berbeda dengan yang kita lakukan tahun lalu, maka sebenarnya kita tidak melakukan apa-apa.

Orang yang cukup puas dengan hal-hal yang telah ada, telah kehilangan identitas dan eksistensinya. Bayangkan jika seorang Leaders yang taunya cuma mengulang-ulang program kerja tahun sebelumnya. Alangkah mudahnya melakukannya. Ini bukan tugas Leaders yang perlu inovatif dan mencari sesuatu yang baru yang dipentingkan organisasinya.

Oleh karena itu, sehari-hari kita memerlukan orang-orang yang mempunyai inisiatip, yang bisa membedakan antara yang rutin dan mengulang, dengan sesuatu yang baru, orisinil, dan bisa menyumbangkan manfaat bagi organisasi. Itu berlaku ketika kita memilih para pemimpin negara, para pemimpin perusahaan, atau bahkan para Ketua RT sekalipun.

No comments: