Tuesday, 30 November 2010

Sebuah Cerita Pendek; "Aku dan Otakku"

toto zurianto




“Selamat pagi Otakku”, sapaku pagi ini. Meskipun masih jam 04,00 pagi, belum Subuh, aku yang terjaga dari tidur pulasku, tak ragu untuk segera bangkit. “Selamat Pagi juga” kata Otakku sambil senyum-senyum. Rupanya Otakku sudah lebih dahulu bangun beberapa saat yang lalu, tampaknya ia cukup relax dan siap untuk bekerja pada hari ini.

Begitulah suasana pagi hari di rumahku. Aku dan Otakku sama-sama gembira menyambut hari, bahkan sejak pagi-pagi sebelum subuh. Oh yaa, sekedar untuk kawan-kawan ketahui, Otakku ini termasuk sebagai partnerku paling setia, sudah lebih setengah abad ia menemaniku untuk melakukan aktivitas apa saja.

Bahkan kadang-kadang, aku terlihat terlalu memanfaatkannya untuk kepentinganku sendiri. Tapi apa boleh buat, dia juga sering mengatakan kepadaku, “Gunakanlah aku sebaik-baiknya”. Seolah-olah aku ini tuannya dan dia hanya seorang hamba. Tapi, diapun, kadang-kadang tidak bisa menerima kelakuanku. Terutama kalau aku memperlakukannya secara salah.

Setelah mandi dan Sholat subuh, kuajak Otakku untuk mulai menelusuri kegiatan hari ini. Ia bahkan terlihat gembira ketika kuajak untuk pergi ke kantor dengan naik sepeda, hari ini dengan sepeda lipatku yang setia. Sekitar jam 05.00, masih gelap dan dingin, kami berdua meninggalkan Cinere, dengan sepeda menuju kantorku di Jalan Thamrin, yang jauhnya sekitar 22 Kilometer dari rumah. Sambil bersiul kecil, kugowes sepeda Putih itu menelusuri jalan Kompleks Puri Cinere yang berbukit-bukit dengan tanjakan kecilnya.

Setiap saat aku meninggalkan kompleks, biasanya nafasku terasa agak berat, terutama pada 500 meter melewati pos Satpam yang jalannya agak mendaki. Kulihat para Satpam masih tertidur nyenyak. “Kasihan pak Satpam, mereka kelihatan terlalu letih” kataku. Mereka terlihat pulas dan tidak mendengar kami membuka Pintu pos.

Tetapi Otakku kelihatannya tidak setuju dengan pendapatku. Dia diam saja, mungkin dia marah padaku. Sepertinya dia mau membangunkan para Satpam yang tidur nyenyak itu. Kurasa dia benar. Bagaimana mungkin para Satpam bisa tidur nyenyak pada jam-jam genting seperti itu, sementara mereka sendiri bekerja dan digaji memang untuk tidak tidur.

Aku ingat kembali kejadian beberapa tahun yang lalu. Ketika itu terjadi pencurian mobil salah seorang warga kompleks pada waktu pagi, sekitar jam 04.00 – 05.00. Tentu saja pencurinya merasa sangat berterimakasih kepada Satpam-satpam yang membiarkan pintu pos jaga terbuka lebar. Ya sudahlah, aku diam saja, kurasa Otakku benar mengenai hal ini. Karena penjagaan menggunakan sistem shift, seharusnya tidak ada Satpam yang tidur ketika sedang bertugas jaga.

Namun, terlepas dari berbagai perbedaan pendapat antara Aku dan Otakku, bagaimanapun Otakku adalah partner paling setia yang tidak pernah berhenti membangkitkan semangatku untuk melakukan apa saja, termasuk terus menggowes walau terasa semakin berat. Aku benar-benar bersyukur, Tuhan telah memberikanku partner yang baik yang selalu siap membangun semangatku untuk berangkat kepekerjaanku.

Soal gowes meng-gowes ke kantor, jelas semuanya terjadi karena Otakku yang tidak pernah bosan mengingatkanku. Tepatnya sekitar setahun yang lalu, aku bersama seorang sahabat, Ruli yang tinggalnya sekitar 1 kilometer dari rumahku, sudah beberapa kali berniat untuk ke kantor dengan menaiki sepeda. Tentu saja, awalnya sangatlah tidak mudah.

Meskipun sudah banyak kawn-kawan lain yang ke kantor naik sepeda, tetap saja, mengawalinya merupakan tantangan yang paling sulit untuk kami wujudkan. Waktu itu, ketika semua persiapan gowes sudah kami canangkan, tiba-tiba, sekitar jam 3.30 pagi, turun hujan yang cukup deras di sekitar rumah kami. Bagaimana lagi, mana mungkin meng-gowes ketikas hujan lebat. Situasi tidak mestakung, kata Ruli. Mungkin gowesnya harus kita tunda. Meskipun sedang semangat tinggi, tapi apa boleh buat, jangan sampai setelah menggowes kami harus dirawat karena sakit. Aku setuju sama Ruli, tetapi otakku berkata lain. Aku masih ingat Otakku nyelutuk, “ini sih hujan kecil”, “sebentar lagi juga berhenti”. “basah-basah dikit sih kagak ape-ape” kata Otakku. Sialan, kataku dalam hati. “sombong banget nih otak!”.

Tapi, agaknya dia benar. Tidak berapa lama, hujan pun berhenti. Tentu saja jalanan masih cukup basah, dan pasti akan ada genangan di beberapa tempat. Akhirnya dengan sedikit memompa semangat untuk segera gowes, ku-sms Ruli untuk tetap melanjutkan rencana gowes hari itu. Kurasa itu adalah peristiwa yang sangat berkesan bagi kami. Kami berdua, aku dan Ruli akhirnya bertekad untuk gowes ke kantor kami di kawasan Jalan Thamrin. Alhamdulilah, sekitar satu jam seperampat, dengan menempuh kegelapan pagi dan dinginnya udara pagi dan dengan sedikit hujan kecil, serta menempuh genangan yang cukup banyak, kami “berhasil memulai” gowes bike to work untuk yang pertama kali dan tetap tetap mempertahankannya hingga hari ini.

Kurasa, Otakku telah memberikan jasa yang besar untuk mempertahankan keinginan dan menghilangkan keengganan dan kemalasan. “terimakasih ya Otakku”. Sambutan sangat meriah dengan ucapan congratulation dari teman-teman Bike to Work yang telah lebih dahulu ada. Peristiwa itu sendiri, selanjutnya banyak diikuti kawan-kawan lain untuk bersama-sama Bike to Work setiap Selasa dan Jum’at.

Tapi hari ini, hanya aku dan Otakku yang bersepeda ke kantor. Beberapa kawan lain dan Otak-otaknya ada keperluan dan alasan lain untuk tidak Gowes. Rekanku yang lain, Windo izin tidak masuk kantor. Ia, atas saran Otaknya, perlu ke Laboratorium untuk periksa darah, katanya kholesterol-nya sedang meningkat cukup tinggi sehingga perlu dipantau secara serius. Windo bersyukur diberikan Otak yang sangat cerdas yang begitu concern memperhatikan kesehatan sahabatnya itu. Sedangkan Ruli, pagi itu harus mengantarkan anaknya ke sekolah, karena ada olah raga setiap Jum’at pagi. Luar biasa ada sekolah SMP yang meminta muridnya sudah hadir sebelum jam 05.30 pagi untuk berolah raga. Ini benar-benar contoh yang baik dan patut ditiru, tidak saja oleh sekolah yang lain, tetapi termasuk oleh kantor-kantor yang belum memperhatikan pentingnya berolah raga untuk menjaga kebugaran dan kesehatan, serta disiplin. Karena hanya berdua, Aku dan Otakku yang gowes, perjalanan terasa lebih sepi tanpa diikuti oleh obrolan ringan yang biasanya sangat menyenangkan. Apalagi kalau kami sudah berbicara mengenai sepeda dengan segala asessorinya.  Jalananpun masih terlihat sedikit lebih sepi dibandingkan dengan hari biasa. Juga hal yang menyenangkan ketika gowes adalah program kulinernya. Biasanya kami singgah sebentar di Jalan Casabalanca untuk menikmati sarapan Bubur Ayam.

Pagi ini kami langsung menuju kantor, dan Alhamdulilah, sekitar jam 6 lewat seperempat, sudah sampai di Kompleks Kantor kami di Jalan Thamrin. Wah Gedung-gedung ini memang hebat kata Otakku, senang melihatnya. Setiap pagi ketika kami melewati pos penjagaan Parkir/Satpam, selalu ia mengucapkan kekagumannya kepadaku. Lihat pegawainya pada hebat dan rajin. Mereka memang benar-benar disiplin untuk mulai bekerja pada pukul 07.10 setiap hari, kata Otakku. Aku tidak berkomentar apa-apa karena dia selalu berkata seperti itu setiap hari, seperti sudah diatur oleh mesin. Setelah memarkir sepeda di tempat yang disediakan. Oh ya, kantorku memang hebat, dan tidak ragu untuk menyediakan tempat parkir sepeda di beberapa lokasi.

Tidak lama kemudian, kami langsung berjalan menuju ruang kerjaku di lantai 20 di salah satu Gedung di kompleks perkantoran yang besar dan hebat. Tapi disinilah Otakku mulai uring-uringan. Sama seperti hari-hari biasa. Otakku selalu enggan kuajak naik ke kantorku. “Bosan” katanya. “Kenapa”” tanyaku, sama seperti pertanyaan kemaren-kemaren. “Ya, tahu sendiri, aku tidak suka nganggur” katanya. “Aku bosan kekantor” katanya lebih keras. Inilah dialog yang akhir-akhir ini selalu terjadi antara aku dengan Otakku. Kami selalu bertengkar ketika aku harus melangkahkan kaki menuju ruang kerjaku.

Otakku selalu protes. Tidak lain karena dia merasa, aku kurang menggunakan dirinya selama waktu bekerja. Dia merasa, selama jam kantor, aku terlalu sedikit menggunakan Otakku. Banyak hal-hal yang kulakukan, menurut Otakku tidak masuk akal. Apa boleh buat, untuk yang satu ini, aku belum bisa berkompromi. Selalu terjadi perbedaan pendapat antara aku dengan Otakku. Ya terpaksa aku melangkahkan kaki hanya sendiri tanpa ditemani Otakku.

Kami memang selalu berbeda pendapat. Dan aku tidak ingin dia menguasaiku sehingga cenderung melahirkan pendapat yang kontroversial. Tidak mungkin aku harus terus menerus bertengkar dengannya. Sering dia mengguman yang bisa membuat dadaku sesak dan mukaku memerah. “Bodoh” katanya. “Aku tidak bisa bersahabat dengan orang yang bodoh dan tidak tegas” katanya. Apa boleh buat kataku dalam hati. Mungkin dia benar, tetapi, mana bisa aku selalu harus berbeda dan kontroversial di mata orang lain. Kata bosku, “Dalam hidup ini, ada hal-hal yang kita inginkan, tetapi tidak bisa kita lakukan”. “Ada juga hal-hal yang harus kita lakukan, meskipun tidak sesuai dengan keinginan dan hati nurani kita”. “Kita harus selalu melihat hasil akhir dari cita-cita yang akan kita tuju. Kalau sesuatu itu belum bisa kita jalankan sekarang, kita harus mencari jalan lain, tidak perlu harus bertentangan. Mungkin belum saatnya dilakukan sekarang. Kalau kita terlalu kontradiktif, jangan-jangan kita tidak akan bisa melakukannya sampai kapanpun”. “kita memerlukan strategi dan leadership yang kuat untuk mewujudkan suatu visi” demikian bosku menambahkan.

 “Bagaimanapun, tujuan akhir dari misi ini adalah keberhasilan kita untuk mewujudkannya”. “Apa gunanya kemenangan pribadi, kalau kita tidak mampu mewujudkan sasaran yang lebih besar?” Kata bosku menambahkan lebih keras seperti orang menghardik. Ya dia perlu berkata seperti itu kepadaku, karena, sudah berulang kali dia berkhotbah seperti itu, tetapi, aku masih terlihat bengong, tidak mengerti, dan tidak percaya. Tapi dalam hati aku berkata, bosku memang benar.

 Tentu saja, keberadaan kita tidak lah semata untuk melakukan kewajiban pada pekerjaan kita, tetapi bagaimana agar pimpinan kita juga mampu menerima sikap kita secara baik. Alangkah bahagianya aku memiliki bos-bos yang sangat baik.

Mereka memang orang-orang yang hebat dan sukses. Masih muda tetapi memiliki prestasi gemilang dengan jabatan yang cukup tinggi. Mereka sekaligus sangat bijak dan terlatih membaca keinginan orang. Beberapa diantara mereka adalah kawan-kawan yang sebaya denganku, dan kami sebenarnya termasuk satu angkatan masuk. Bahkan ada yang lebih muda, tetapi sudah mendapatkan posisi yang hebat. Luar biasa, mereka memang hebat. Aku sering memandang diriku yang suka ceroboh. Aku sering terlihat seperti orang yang mau menang sendiri. Terlalu bangga dengan kemampuan sendiri sehingga tidak terlalu meng-apresiasi pandangan orang lain. Tapi, Otakku memiliki pandangan lain.

Menurut Otakku, bos-bosku kebanyakan adalah orang-orang yang hanya pandai menjilat, tidak pernah berusaha memberikan yang terbaik kepada lembaga tempatnya bekerja secara sungguh-sungguh. Mereka adalah orang-orang yang berusaha untuk tidak menyampaikan pandangan yang kritis karena khawatir hal itu dapat menyakitkan atau menyinggung atasannya.

Tidak banyak orang di kantor kami yang berusaha melahirkan semangat inovatif. Hanya sedikit yang berusaha memberikan kontribusi bagi kemajuan organisasi sehingga menjadi lebih baik. Ah Otakku memang aneh. Mau menang sendiri. Seperti pagi ini, dia membiarkan ku melangkah sendiri. Dia hanya duduk-duduk tenang memperhatikanku. Kadang-kadang sedikit mencibir dan mentertawakanku. Bagi Otakku, bekerja seperti yang kulakukan, sesungguhnya tidak memerlukan bantuan Otak. Aku hanya bisa menarik nafas panjang. Sok banget nih Otak!


Saturday, 20 November 2010

Kenapa Tidak Engaged? Tidak Greget?

toto zurianto




Kenapa banyak orang yang kurang mencurahkan seluruh potensinya pada perusahaan dimana dia bekerja?
Menurut Peter dan Jane, ketika kita menemukan kondisi seperti ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan;

Pertama, terdapat kemungkinan, organisasi gagal menerapkan sistem SDM yang bisa memberikan motivasi tinggi kepada pegawainya. Mungkin, sistem karir dan juga sistem reward yang dibangun kurang memberikan penghargaan kepada pegawai yang lebih berkontribusi. Bisa juga, karena manajemen belum menjalankan sistem karir yang baik.  Ada perlakuan yang salah yang dijalankan. Masih sering terlihat, ternyata orang yang lebih berprestasi, kurang mendapatkan penghargaan atau kesempatan dibandingkan orang yang kurang berprestasi.

Kedua, perusahaan belum memiliki sistem komunikasi yang memadai. Banyak pegawai yang kurang mendapatkan penjelasan yang benar dari manajemen. Hubungan dan pergerakan informasi berlangsung secara centang prenang. Hubungan antar orang dalam organisasi masih banyak yang diisi oleh pergosipan, isu, dan hal-hal yang tidak mengandung kebenaran. Banyak orang yang tidak suka dengan budaya seperti ini. Disamping menghabiskan waktu, juga dipenuhi oleh pernyataan yang diragukan kebenarannya.



Ketiga, pelaksanaan evaluasi kinerja pegawai tidak dilakukan secara baik sesuai yang diatur dalam ketentuan. Manajemen tidak berhasil menerapkan sistem apa adanya. Orang yang lebih berprestasi, dengan berbagai alasan, ternyata tidak mendapatkan nilai kinerja yang baik. Juga manajemen dinilai gagal memberikan masukan (feedback) atas evaluasi kinerja yang dilakukannya. Pegawai tidak mengetahui kelemahan atau kekurangannya. Pegawai yang prestasinya kurang bagus, tidak mengetahuinya, sehingga tidak tahu harus berbuat apa, atau menganggap dirinya baik-baik saja.

Keempat, atasan tidak memperlakukan bawahan secara wajar (disrespectfully) atau kurang menghormatinya sebagaimana seharusnya untuk saling menghormati.

Kelima, organisasi kurang memberikan guidance yang jelas kepada pegawainya, juga tidak mengetahui hal-hal yang menjadi prioritas dan hal-hal yang harus menjadi concern organisasi.

Keenam, pegawai merasa adanya ketidak jelasan mengenai jenjang karirnya, bagaimana pengembangannya dan bagaimana masa depannya. Banyak orang yang kurang berkontribusi tetapi mendapatkan penghargaan yang lebih. Pegawai merasa ragu akan sistem karir yang diterapkan perusahaan.

Ketujuh, adanya keinginan untuk mendapatkan pekerjaan atau posisi yang lebih menantang, atau adanya keinginan membuktikan pengalaman baru yang relatif lebih berat. Jadi kedua hal ini sama-sama harus diperhatikan. Bukan saja karena pegawai menginginkan tambahan penghasilan untuk pekerjaan yang lebih tinggi posisinya, tetapi sesuatu yang menantang yang kemungkinan sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.

Kedelapan, selalu harus memperhatikan sistem salary yang diterapkan, misalnya secara teratur melakukan survey salary dan remunerasi lain sehingga kompensasi atau benefit yang ada bisa tetap kompetitif dibandingkan perusahaan lain.  

Kebanyakan dari 8 isu ini berada dalam kendali para pimpinan, atau atasan. Ketika orang ingin pergi, ingin mendapatkan posisi lain di tempat berbeda, terutama bukan karena pertimbangan kompensasi atau fasilitas. Benar, biasanya mereka mendapatkan penghasilan yang lebih baik dibandingkan posisi sebelumnya, tetapi hal utama yang menjadi alasan lebih sering terjadi adalah ketika mereka tidak merasakan kehadirannya memberikan manfaat (lack of meaningful), terutama dimata atasannya.

Wednesday, 17 November 2010

Reptiles and Mammals Leadership

toto zurianto

According to B. Joseph White and Yaron Prywes (AMACOM), Leaders come in all shapes, sizes, and types. Some are the reptiles, the cold blooded, tough as nails decision makers with their eyes on the numbers and a focus on control.

Others are the mammals, the warm blooded, compassionate creatures who connect with those around them  and build success through mutual trust and open communication.

Dan yang terbaik as good leaders, tentu saja dengan mengambil hal-hal terbaik dari 2 jenis kepemimpinan itu. Good Leaders, atau Great Leaders adalah orang yang mampu membawa perubahan yang biasanya mencakup orang-orang yang kuat di dalam perhitungn dan pengamatan, tetapi sekaligus mengkomunikasikannya secara baik melalui keterbukaan dan tingkat kepercayaan yang tinggi.

My Stupid Boss

toto zurianto

My Stupid Boss, apakah dia adalah kita? Apakah buku ini layak untuk kubaca? Ini pertanyaan yang kemaren kulayangkan ke My Stupid Boss, apakah dia adalah kita? Apakah buku ini layak untuk kubaca? Ini pertanyaan yang kemaren kulayangkan ke diri sendiri ketika sedang di Toko Buku Gunung Agung di dekat Tugu Prapatan, Kramat. 


Sudah lama aku gak pernah ke toko ini, udah lebih 20 tahun. Tidak banyak perubahan pada toko ini. Pengunjungnya tidak terlalu banyak. Koleksinya seperti tidak terlalu lengkap. Ketika seorang teman menanyakan sebuah buku karangan (almarhum) Cak Nur terbaru, ternyata belum ada disana. Padahal resensinya sudah ada di Kompas beberapa waktu yang lalu. 


Tapi terlepas dari itu, apakah buku ini menarik? Judulnya lumayan, sangat provoking! My Stupid Boss, buah pena chaos@work. Aku mencoba mencari tahu siapa dia. Ternyata tidak banyak informasinya, bahkan nama itu hanyalah sebuah nama samaran yang berguna untuk menutupi kisah nyata yang dialaminya ketika dia bekerja pada seorang "boss" di Malaysia. Hanya saja dia seorang wanita.


Singkat cerita, akhirnya buku itu kubeli. Cuma ingin tahu, apakah judulnya sama dengan isinya? Apakah memang dia sedang bercerita tentang boss-bossnya yang stupid, atau sekedar bermanfaat sebagai sebuah hiburan yang lucu. Tapi setelah membacanya, ternyata buku ini benar-benar gokil! Lucu gak karuan! Ini cerita yang awalnya hanya ditulis pada facebook dan blog yang berisi uneg-uneg penulisnya menghadapi "boss"nya yang menjengkelkan dan stupid.


Buku pertamanya, dalam setahun sudah mengalami cetak ulang sebanyak 6 kali. Sekarangpun dia sudah menerbitkan My Stupid Boss 2! memang luar biasa. Sekedar catatan dan bahan becanda, ternyata bisa memberi penghasilan yang lumayan. Jadi, saya menyarankan, siapapun kita, mulailah menulis, merekam perjalanan misalnya. Atau pengalaman kita ketika bekerjapun bisa menarik, mana tahu suatu saat akan diperlukan. Banyak sekali penulis dan buku-buku yang muncul yang idenya lahir karena dunia fb dan blog. Siapa yang tidak kenal Andrea Hirata penulis Laskar Pelangi yang juga mengawali ceritanya ketika membaginya dalam blog yang dapat dibaca banyak orang. 


Jadi, terlepas, dari apakah memang ada boss yang benar-benar stupid seperti yang digambarkan penulis buku ini. Banyak kejadian yang bisa kita share ke khalayak. Siapa tahu, hal itu juga menarik bagi banyak orang. Dan syukur-syukur suatu saat bisa menjadi sebuah buku dan Best Seller! 


Tuesday, 16 November 2010

Kuliner Makassar

toto zurianto

Ini yang Top di Makassar!
 
    Sop Konro, juga tersedia Konro Bakar-nya!

    Pisang Epe, sederhana!

    Coto di RM Ranggong, Jl. Ranggong. Konon pernah didatangi SBY!

    Ikan Kudu-kudu yang Lezat! Kini bisa juga dinikmati di Jakarta (Restaurant LION, Jl RS Fatmawati)

    Jangan Lupa Es Pisang Ijo di Restaurant Muda-Mudi di Jl. Rusa!

    Ini spesifik Makassar, Mie Kering Titi! Lezat dan Segar!


Gayus Koq Kabur? Biasa aja!

toto zurianto


Koran Indonesia selama lebih seminggu dihebohkan oleh berita Gayus, tersangka mafia pajak yang sedang ditahan polisi di Markas Brimob Kelapa Dua Depok. Gayus, atau tepatnya photo seseorang yang "mirip Gayus", secara tidak sengaja (atau sengaja) tertangkap kamera, sedang berada di Bali untuk menyaksikan tournament Tennis International disana. tentu saja semua orang heboh. Bagaimana mungkin pihak kepolisian ternyata telah lalai, atau setengah sadar, dan membiarkan Gayus perli ke tempat yang juga cukup sulit untuk didatangi bahkan oleh orang yang tidak sedang dalam tahanan. Beberapa koran ternyata mencoba menyelediki lebih dalam. Apakah kasus seperti ini menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja bagi seorang tahanan yang kebetulan mampu membayar aparat kepolisian yang ada.

Menurut Koran Tempo (15 November 2010), selama 5 bulan dalam tahanan, yaitu sejak akhir bukan Juli 2010, ternyata Gayus sudah pernah meninggalkan tahanan selama 68 kali, Tentu saja, keluar dari tahanan tidak lah atas dasar "kemurahan hati" dan diberikan secara cuma-cuma. Gayus diduga menyisihkan uang tunai sebanyak Rp368 juta yang diberikan kepada Kepala Rumah Tahanan. Disamping itu, perlu pula disisihkan sebanyak Rp4,5 juta untuk pihak keamanan. Bagaimana kita menyikapi kejadian seperti ini? Menurut saya soal sogok menyogok ini sudah menjadi peristiwa yang tidak ada orang yang tidak mengetahuinya.

Akibatnya, upaya kita untuk melakukan penertiban dan perbaikan terhadap aparat penegak hukum menjadi sangat sulit dan tidak mampu dijalankan. Ketika Pimpinan kepolisian belum bisa (atau tidak bisa) menyadari bahwa kegiatan tersebut termasuk kategori sebagai peristiwa yang akan menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan yang berdampak sangat negartif, maka upaya pemberantasan korupsi menjadi sangat sulit untuk diatasi. Bagi masyarakat, kita sangat menginginkan, Kapolri atau Aparat Kepolisian, atau Para Penegak Hukum yang lain untuk menyatukan ide, menyamakan pendapat, atau memiliki nilai yang sama mengenai upaya memberantas korupsi. Ketika nilai-nilai yang kita anut memiliki terjemahan yang berbeda, maka tidak mungkin kita mampu menghilangkan korupsi dari bumi Indonesia ini. Bagaimana mungkin, ketika kita memahami bahwa pengusutan dan penahaman Gayus Tambunan oleh Kepolisian adalah dalam rangka penegakkan hukum tindak pidana korupsi, ternyata berbagai proses yang dilakukan selama penahanan itu, juga dilakukan dengan pemunculkan korupsi-korupsi lain yang tidak kalah menakutkannya.

Apakah kita menjadi tidak percaya terhadap aparat penegak hukum? Saya sangat pesimis menyaksikannya. Ketika kita ingin membangun suatu instisusi kepolisian (dan kejaksaan, dan kehakiman, dan KPK, dan pengadilan) yang mendukung upaya pemberantasan korupsi, tidak ada pilihan lain yang lebih pantas, kecuali untuk selalu bersikap tegas. Pembangunan instisusi kenegaraan yang bersih dan terhormat, tidak bisa kita lakukan, kalau kita masih selalu bertoleransi kepada para oknum yang bejat, memalukan, dan mudah dibeli. Kita sudah memasuki suasana darurat (urgent) yang hanya akan menjadi semakin menderita kalau kita selalu bersikap "pilih kasih" dan tidak punya harga diri.

Monday, 15 November 2010

Ompung Odong-odong; Tidak sekedar Lucu!

toto zurianto

Tertarik pula aku ingin membeli buku karangan Mula Harahap, apa pulak ini. Covernya terlihat lucu, ya gambar kartun si penulis, Mula Harahap yang sedang menaiki sebuah Odong-odong, berambut gondrong dan tertawa lepas. Aku tak kenal siapa Mula Harahap, tapi yang memberi pengantar Jansen Sinamo. Akupun belum pernah mengetahui Pak Jansen ini, tapi setahuku dia salah seorang motivator juga. Dia penulis buku 8 Etos kerja Profesional. Kurasa buku ini pastilah lucu.

Tapi nanti dulu. Kulihat cover belakangnya, semua yang memberikan ulasan, ternyata orang Batak. Ada Helen Sianipar, Suhunan Situmorang, juga Lina Nababan! Ah, jangan-jangan ini buku tentang adat Batak, atau kelucuan-kelucuan diantara orang Batak. Apa peduliku. Hampir 50 tahun kami sudah tinggal di Medan. Jadi udah sangat biasa bergaul dengan orang Batak, juga dengan Melayu Deli, atau suku Jawa yang sudah beranak pinak di Medan dan Sumatera Timur. Jadi, tanpa pikir panjang kubelilah buku itu, cuma sekitar Rp50.000 untuk buku saku sekitar 300 halaman. Setelah kubaca, belum selesai sampai sekarang. Ternyata, pengarangnya sudah meninggal, hanya 2 bulan yang lalu. tapi, inilah catatannya semasa hidup yang ditulisnya di dalam facebook (fb) dan blog. Teknologi memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk merekam banyak hal, dan kemudian bahkan setelah kematiannya, atas jasa beberapa teman setianya, termasuk keluarganya, maka kita bisa menikmati karyanya yang menurutku, sederhana, lucu abis, dan memiliki nilai historis yang mengasyikkan. Mungkin tidak semua orang bisa menikmati buku ini. Tapi bagiku, yang hampir seusia dengan penulisnya, aku jelas sangat bisa menikmatinya dan tentunya nostalgia masa-masa itu ketika aku kecil dan remaja.

Salah satu hal menarik adalah cerita nama orang tua si penulis, Aminuddin Harahap. Penulis buku ini, ketika kecil selalu terganggu dengan nama orangtuanya yang tidak lazim bagi seorang Batak yang beragama Kristen. banyak nama orang Batak yang mirip-mirip dengan nama orang barat, seperti Christopher, Washington, atau Yohanes. Koq nama orangtuanya (bapaknya) seperti nama orang beragama Islam, juga nama beberapa adik bapaknya, seperti; Arbian, Nurain, atau Hasnah. Ditengah gundah gulana sang penulis, suatu kali hal itu ditanyakannya kepada Kakeknya (ompungnya), orangtua ayahnya yang bernama Korek Harahap.

Disitulah awal ceritanya. Setelah mendapatkan penjelasan dari Ompungnya, baru dia mengerti. kenapa Ompung Korek Harahap memberikan nama-nama yang menurutnya sangat tidak lazim. Ternyata kisahnya berawal ketika sang Ompung semasa mudanya bermukim di pedalaman Aceh (sekarang NAD) untuk menjadi seorang Guru. Setiap sang istri melahirkan anak, ada saja kawannya sesama Guru yang berkeinginan untuk memberikan (menyumbangkan) nama kepada anak sang Ompung. Ini adalah pergaulan dan kehormatan bagi sang kakek yang sejak puluhan tahun yang lalu sudah menerapkan pola hidup bertetangga yang saling menghormati dan menghargai tanpa melihat adanya perbedaan agama diantara mereka.

Banyak cerita "lama" yang diungkapkan dalam cerita ini. Jadi pembaca, mari menikmati catatan si Ompung ini. Sederhana tetapi memberikan nilai yang baik untuk kita pelajari.

Makassar; Bagaimana Menjaga Momentum Pembangunan

toto zurianto


Sudah beberapa kali aku mengunjungi Makassar. Kota terbesar di Kawasan Indonesia Timur, ibukota propinsi Sulawesi Selatan, kini terasa semakin berkembang. Jalan-jalannya semakin ramai, begitu juga bangunan dan pertokoannya yang lebih bagus. Terdapat beberapa hotel berbintang di kota itu, diantaranya Hotel Aryaduta dan Hotel Sahid. Kunjungan ke kota Anging Mamiri itu selalu meningkat setiap tahun. Bahkan pada akhir pekan, kita akan kesulitan untuk mendapatkan kamar hotel bintang, terutama sejak berdirinya Trans Studio, kawasan taman hiburan (theme park) dan pusat perbelanjaan terbesar di Indonesia sebelah timur yang pembangunannya dilakukan dengan melakukan penimbunan (reklamasi) terhadap lautan tidak jauh dari kawasan Pantai Losari.

Makassar yang terkenal sebagai pusat bisnis yang didatangi oleh para pedagang dari kawasan Indonesia bagian timur, sejak dulu juga telah menjadi pusat pendidikan yang didatangi oleh anak sekolah dan mahasiswa dari berbagai daerah. Karena itu perkembangannya terasa begitu dahsyat. Apalagi sejak beroperasinya Bandar Udara Sultan Hasanuddin yang baru yang luas dan modern.

Menurut saya, saat ini Bandar Udara Sultan Hasanuddin Makassar adalah salah satu bandar udara terbaik di Indonesia. Bangunannya yang modern seperti Bandar Udara Changi Singapore, menempatkan bandar udara ini sebagai pintu gerbang Indonesai bagian Timur yang patut dibanggakan.

Tetapi pada kunjungan saya yang terakhir disini, menurut saya, sudah sangat mendesak bagi pemerintah daerah dan manajemen bandar udara tersebut untuk memberikan perhatian ekstra agar kebanggaan tersebut tidak surut hanya dalam beberapa waktu.

Salah satu hal yang segera harus diperhatikan oleh Pemerintah Sulawesi Selatan dan pengelola Bandara Internasional Hasanuddin Makassar adalah untuk segera melakukan penertiban secara tegas, mulai dari perparkiran, para penghantar/penjemput dan calo kenderaan yang hilir mudik menawarkan jasa taxi gelap, kawasan dilarang merokok tetapi penuh dengan asap rokok yang sangat mengganggu, counter check-in pesawat yang masih banyak tidak tertib (antrian yang suka menyerobot), sampai ke suasana ruang tunggu yang mulai terasa kurang sejuk (mungkin AC-nya ngadat/mati sebagian).

Kita tidak boleh terpengaruh oleh ungkapan lama yang menyebutkan seolah-olah, bangsa kita tidak bisa menjaga dan merawat. Banyak orang yang menyebutkan bahwa bangsa kita adalah orang-orang yang cumanya hanya bisa membangun, tetapi tidak mampu merawatnya. Kita terlalu mudah dan suka memberikan toleransi dan fasilitas. Ini salah satu penyebab utama kegagalan kita untuk menjaga aset yang secara susah payah kita dapatkan. Pembangunan di Sulawesi Selatan, terutama menyangkut Bandar Udara Sultan Hasanuddin, jawabannya sangatlah jelas. Kita tidak boleh memberikan sedikitpun fasilitas atau toleransi.

Begitu kita mulai memberikan toleransi kepada mobil para menjemput yang kemungkinan terdiri dari para pejabat atau pengusaha yang mampu menberikan tips besar, maka sejak saat itu, kitapun tidak pernah lagi mampu untuk melakukan penertiban secara adil. Jangan sampai kita dipersalahkan anak cucu karena tidak mampu menjaga bangunan mahal yang dengan susah payah kita dirikan. Kita perlu konsisten dan tertib untuk menjaga bandar udara itu. Setidaknya, apa yang dilakukan Singapore, perlulah kita perhatikan dan dicontoh. Sekali kita bisa dibeli, maka hal itu akan membuat kita menjadi sulit untuk bisa tegas dan konsisten.

Thursday, 4 November 2010

Menikmati Pekerjaan

toto zurianto

Bagaimana menikmati pekerjaan? Wah susah sekali. Tidak sama dengan yang berlaku di negara maju, dimana bekerja, selalu memiliki definisi yang berbeda. Di kita di Indonesia, bisa bekerja merupakan anugrah yang luar biasa. Kenapa? Karena masih banyak sahabat atau orang lain yang begitu sulit mendapatkan pekerjaan. Tidak peduli dia seorang Sarjana, apalagi kalau pendidikan lebih rendah, tentu bekerja adalah sesuatu yang mewah. Jadi bagaimana agar kita menikmati pekerjaan? Meskipun situasinya berbeda dengan di negara maju, tetap kita memiliki peluang untuk bisa menikmati pekerjaan kita. Setidaknya, bisa menumbuhkan semangat atau motivasi untuk lebih berprestasi pada pekerjaan kita yang menjadi satu-satunya pilihan terbaik sampai saat ini. Menurut Jack Welch (in Jeffrey A Krames), ada 3 hal yang perlu kita perhatikan; Pertama, jadikan perjalanan hidup dan pekerjaan kita menjadi sesuatu yang lebih informal. Kalau kita seorang atasan, kita mempunyai kesempatan untuk menerapkannya terlebih dahulu. Kadang-kadang dari cara berpakaian saja, bisa membuat orang (lain) menjadi lebih dekat dengan kita. Pakaian yang terlalu resmi sering membuat suasana menjadi lebih kaku. Please, "to loosen up dress dow"n and make the workplace an "ideas of laboratory". Kedua, Bagaimana menciptakan pekerjaan yang memberi tantangan! Biasanya berbagai pekerjaan, setelah beberapa waktu, cenderung menjadi biasa-biasa saja dan bersifat rutin. Inilah situasi yang membuat kita harus mampu melahirkan tantangan lain yang lebih berat dan lebih inspiratip. Ketiga, "don't stay in the same job forever"! Kecuali terpaksa, kita perlu menghindar dari suasana yang membosankan. Selama suatu pekerjaan belum terwujudkan, memang masih ada peluang untuk stay. Tetapi akan menjadi sangat membosankan apabila pekerjaannya ternyata hanya itu-itu saja. Kita perlu mendapatkan atau mengejar peluang untuk melakukan hal-hal membuat kita "mempelajari sesuatu yang baru" dan memacu daya pikir atau pertumbuhan inteleltualitas kita. Jangan biarkan otak kita mati karena pekerjaannya cenderung monoton dan mengulang. Inilah sedikit cara bagi kita untuk meningkatkan semangat dan motivasi dengan mencari peluang untuk menikmati pekerjaan.

Wednesday, 3 November 2010

Eat Pray Love

toto zurianto


Kadang-kadang, ketika kita secara sungguh-sungguh mencoba mengejar cita-cita kita sendiri (to help yourself), tiba-tiba, akhir dari pengejaran itu, ternyata, banyak sekali yang memberikan manfaat bagi orang lain
It ends up helping tutti, helping everyone.


Film, Novel, Balada atau Kisah-kisah Perjalanan, juga Cerita-cerita orang tua kita, atau Kisah-kisah Kenabian, Tuhan dan Cerita-cerita Spritual, bahkan hanya sekedar cerita tentang Kuliner, semuanya berperan membuat kita terpesona.

Tetapi terutama Cerita tentang Cinta, sering berperan seperti Candu yang memabukkan!
Kita pernah terpesona dengan Harry Porter, kita juga mengikuti cerita Andrea Hirata, atau bagi generasi Pak Haidar, atau “generasi saya”, kitapun pernah menjadi tidak sabar mengharapkan kedatangan Marga T yang piawai meracuni kita dengan Karmilanya.
Siapa diantara kitab Para Laskar Jadul yang tidak kenal dengan Eddy D. Iskandar yang melahirkan Gita Cinta Dari SMA dan Berlalu Dalam Sunyi yang menghanyutkan dan membuat kita menangis!

Membaca buku ini, Elizabeth Gilbert, dan kemudian Menonton Filmnya yang manampilkan Julia Robert, juga Christine Hakim dalam Eat Love and Pray, sungguh membuat kita menjadi terpesona. Terutama bagian III mulai Chapter 73 yang melahirkan perjalanan Elizabeth di Indonesia, terutama Bali, dan terutama Ubud!

Ya mau tak mau kita menjadi kurang objektif, dengan mengenyampingkan kisah-kisah Liz di Italy dan India. Kita akan jump langsung ke perjalanannya selama di Bali. Bukan saja karena ini kisah selama dia di Indonesia, tetapi, memang mengasyikan untuk mendengarkan cerita dan perjalanan cintanya selama di Ubud.

Bagi saya, nonton Filmnya sangatlah perlu, dengan gambar-gambar yang "kaya" dan "indah". Tetapi, saran saya, bacalah ceritanya, itu akan lebih asyik dan jelas!