Tuesday, 10 December 2019

SEBUAH MOMENT

toto zurianto

Ini cerita sekitar 32 tahun yang lalu. Ketika itu, seluruhnya ada 48 orang kami dari seluruh Indonesia diterima sebagai calon pegawai Bank Indonesia. Sebelum menjadi pegawai tetap, kami diwajibkan mengikuti pendidikan selama sekitar 1 tahun. Programnya dikenal dengan Pendidikan Calon Pegawai Muda (PCPM) Bank Indonesia Angkatan 12. Dimulai sejak akhir April 1987 dan berakhir pada bulan April 1988. Moment indah ketika berkesempatan bersalaman dengan Gubernur Bank Indonesia Bapak Adrianus Mooy pada Halal Bi Halal (apakah Idul Fitri 1987, atau Tahun baru 1988). Bangga rasanya bisa salaman dengan Bapak Gubernur. Di samping Pak Gubernur kalau tidak salah Pak T.M. Zahirsyah, Direktur paling Senior,  Anggota Direksi Bank Indonesia ketika itu.
Photo kedua adalah ketika kami sesama peserta PCPM-12 berphoto bersama Pak Adrianus Mooy. Tidak semua bisa ikut, tetapi ini sebuah unforgettable moment kami, berdiri Eko Yulianto, Abd Rahman Tamin, Mohamad Najib, Ananda Pulungan, Iskandar, Ani Farida Lubis, Marlina Erniwati, Marlina Efrida, Pak Mooy (di tengah), Damayanti, Nila Permata, Almarhumah Narni, Ahmat Mufit, Kahfi Zulkarnaen (Chepy), Iing M. Hasanuddin, dan aku (Toto Zurianto). Jongkok di depan, Almarhum Timurlan M. Guru, Puji Atmoko, Doddy Budi Waluyo (sekarang Deputi Gubernur Bank Indonesia), Hamid Ponco Wibowo, Amril, Ook (Soeprapto Soebijoso), dan Wahyudi Santoso.

Sebuah acara, apakah Halal Bi Halal Idul Fitri 1987 atau Tahun Baru 1988; 
Salaman dengan Gubernur Bank Indonesia Adrianus Mooy.

Setelah Halal Bi Halal, Kami mendaulat Gubernur Adrianus Mooy untuk photo
bersama dengan (sebagian) kawan-kawan se-angkatan (PCPM-12); Berdiri Eko 
Purwanto, Tamin, Najib, Ananda, Iskandar, Ani Farida Lubis, Marlina Erniwati,
Marlina Efrida, Pak Mooy, Damayanti, Nila Permata, Narni (almh), Linda, Mufit, 
Chepy, Iing M. Hasanuddin, dan aku (Toto Zurianto). Jongkok, Timurlan M. Guru
(alm), Bistok Simbolon, Puji, Dodi Budi Waluyo (sekarang Deputi Gubernur), Hamid Ponco, 
Amril, Ook (Soeprapto Soebijoso), dan Wahyudi.

Bersalaman dengan Gubernur Bank Indonesia Adrianus Mooy, ini photo tahun
1988. Saat itu sudah selesai pendidikan dan sudah diangkat menjadi pegawai 
(sudah pakai Dasi). Photo bersama Mas Abdul Choliq dari UPI.
Sudah banyak yang Pensiun
Kalau kami diangkat sebagai pegawai tetap pada 1 Juni 1988, sudah ada yang mengabdi selama  31 tahun. Kalau saat masuk kerja rata-rata berusia 26-28 tahun, karena ada yang pensiun di usia 56 dan ada juga yang pensiun di usia 58, atau 60 tahun, maka sejak 5 tahun terakhir ini sudah mulai ada kawan-kawan se angkatan yang pensiun. Bahkan ada 2 orang yang pensiun lebih dahulu karena mengikuti program pensiun dini, Mas Ook (Soeprapto Soebijoso) dan Marlina Erniwati (Lina). Beberapa kawan yang kini sudah pensiun, antara lain; Mbak Tuti (Sri Widyastuti), Kak Ani Farida Lubis, Mas Haiban, Mas Abdul Jamil, Bang Tamin, Yulis, Iing M Hasanuddin, Mohammad Kahfi (Chepy), Uda Amril, Bang Bistok Simbolon, Etika Rosanti, Eko Purwanto, Dwi Catur Sugiarto, Ari Rukmini, dan Herini.
Kawan-kawan yang pensiun di usia 58 tahun antara lain; Ananda Pulungan, Benny Siswanto, Linda Maulidina Hakim, Gantiah Wiryandani, Puji Atmoko, Wahyudi Santoso (berhenti atas permintaan sendiri sebelum usia 58). Mas Nadjib juga berhenti atas keinginan sendiri sebelum 56 tahun .
Beberapa pegawai yang masih aktif dan akan pensiun dalam waktu dekat; Damayanti, Hamid Ponco Wibowo, Eko Yulianto, Suhaedi. Ada 2 kawan se angkatan yang diangkatan menjadi Asisten Gubernur (G.IX), Iskandar yang juga menjalani penugasan sebagai Deputi Menko Perekonomian dan Dwi Pranoto yang juga sebagai Komisaris di PT. Peruri. Sebenarnya masih ada 1 orang lagi yang sebelumnya pernah menjadi Asisten Gubernur, yakni Dodi Budi Waluyo. Tapi Dodi selanjutnya dipercaya menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia.
Beberapa kawan kami yang telah pergi menghadap yang kuasa, antara lain; Timurlan M. Guru, Rusbandi Fikri, Narni, dan Budi Waluyo.

Berkarir di Luar Bank Indonesia
Sejak beberapa waktu yang lalu, ada beberapa kawan se angkatan yang berkarir di luar Bank Indonesia. Pertama di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni sejak Januari 2013, yaitu Widyo Gunadi dan aku (Toto Zurianto). Lalu sejak Januari 2014, Marlina Efrida (Uni Evi), Noviantini, dan Almarhum Budi Waluyo. Di OJK semuanya akan pensiun pada usia 60 tahun, nanti berturut-turut, aku (2020), kemudian Evi, Novi, dan Widyo pada tahun 2021-2022.
Kemudian ada juga yang dipercaya menjabat Wakil Ketua PPATK, Dian Erdiana RAE yang juga sudah pensiun dari Bank Indonesia. Tentu saja termasuk Iskandar yang menjabat Deputi Menko Perekonomian dan masih menjalani penugasan dari Bank Indonesia. Bang Iskandar juga telah mendapatkan promosi menjadi Asisten Gubernur (Golongan IX) sehingga bisa pensiun pada usia 60 tahun. Sama juga seperti Dwi Pranoto yang menjabat Asisten Gubernur dan baru pensiun di usia 60 tahun, yaitu tahun 2022. Posisi Dwi Pranoto di luar Bank Indonesia adalah sebagai Komisaris di PT. Peruri.





GARUDA MENCARI PEMIMPIN

toto zurianto

Setelah kasus usaha penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda lipat Brompton yang diduga dilakukan oleh Direktur Utama Garuda Ari Askhara, kemudian diikuti dengan pemecatan Ari dan beberapa anggota Direksi lain, kini muncul pertanyaan, siapa kandidat Direktur Utama BUMN tersebut. Beberapa nama lama yang sudah sering muncul, kini kembali muncul, antara lain, apakah Jonan, bekas Dirut PT Kereta Api Indonesia KAI dan Menteri, juga Susi Pujiastuti, juga bekas Menteri dan pemilik Sussi Air.
Secara track record dan kompetensi, 2 nama ini sangat dijagokan. Seperti tidak ada lawan sama sekali. Keduanya dianggap jago bisnis, ahli manajemen perubahan, dan juga memahami konsep perusahaan milik pemerintah. Sudah makan asam garam mengajak orang yang biasa lambat, menjadi cepat dan hebat. Sayang sampai saat ini kita belum mengetahui, bagaimana strategi Menteri BUMN Erick Thohir di dalam mengelola BUMN yang baru. Termasuk strategi di bidang Human Capital, Leadership dan konsep Talent Management-nya.

Garuda Airbus A330-900 NEO yang baru, memerlukan Manajemen terbaik untuk
mampu bersaing dan memenangkan pasar yang semakin ketat.

Garuda perlu memenangkan persaingan di pasar internasional, tidak hanya
jago kandang di pasar domestik. Masalah kursi kosong harus segera diatasi.
Tantangan Garuda ke Depan
Bisnis Airline ke depan pasti akan semakin tidak mudah. Garuda, selama ini memang sudah memperlihatkan prestasi-prestasi yang cukup baik. Tetapi masih terlalu sulit untuk memenangkan persaingan. Di kawasan Asia Pasifik, bagaimanapun dominasi Singapore Airline dan Cathay Pacific masih tetap sebagai perusahaan penerbangan paling besar dan paling bersaing. Lebih luas lagi, kitapun akan sangat sulit untuk bisa bersaing dengan 3 besar airline dari negara Arab (Teluk) yang luar biasa ekspansinya, seperti Emirates, Etihad dan Qatar Airways.
Tetapi Garuda tetap harus terbang dan bergerak lincah. Tidak hanya mempertahankan pasar domestik yang luar biasa sengit persaingannya. Juga bagaimana pasar internasional, terutama pada lintasan Asia Pasifik dari Jepang sampai Australia.
Karena itu, masalah kepemimpinan adalah suatu yang paling krusial. Kita tidak boleh bermain-main di dalam menetapkan siapa pemimpin Garuda yang paling tepat.
Mendesak untuk belajar dari kasus-kasus internal yang dialami Garuda sekarang. Kini kita memerlukan Pemimpin yang bukan saja flamboyant yang suka membangga-banggakan diri sendiri di muka anak buah sendiri. Garuda perlu pemimpin yang bisa melibatkan potensi-potensi besar yang ada di Garuda untuk bekerja bersama dan berkontribusi secara maksimal.  Dalam kondisi persaingan airlines yang ketat seperti saat ini, Garuda memerlukan pomimpin seperti yang pernah dimiliki di masa lalu. Kita merindukan Leaders seperti Abdul Gani, Robby Djohan, atau seperti Wiweko yang tercatat sejarah melalui terobosan dan kreativitasnya yang luar biasa.



Friday, 6 December 2019

INDONESIA, HARLEY, DAN BROMPTON

toto zurianto

Menteri BUMN Indonesia (yang baru) Erick Thohir, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Dirjen Bea Cukai, heboh menangkap penyelundup barang mewah yang masuk ke pabeanan Indonesia tanpa membayar bea masuk. Ada 2 sepeda mahal dan 1 Harley Davidson bekas yang dimasukan ke wilayah Indonesia secara ilegal. Penyeludupnya diduga Direktur Utama Garuda Indonesia, flight carrier kebanggaan Indonesia. Ceritanya, Pimpinan Garuda bersama rombongan kecil sedang membawa pesawat baru Airbus A-330 900 NEO dari Pabriknya di Toulouse Prancis ke Jakarta. Sampai di Jakarta, mungkin karena sudah ada informasi dari orang dalam, pesawat yang seharusnya melakukan upacara "tepung tawar" untuk di-do'akan, langsung digelandang petugas Bea Cukai Jakarta. Tentu saja, dengan sangat mudah, barang ilegal yang dimuat dalam beberapa kardus itu, langsung ditemukan. Isinya uraian sebuah sepeda motor bekas Merek Harley Davidson dan 2 Sepeda (baru) Merek Brompton. Kedua Merek ini termasuk salah satu Sepeda Motor dan Sepeda paling terkenal di dunia dan masuk kategori baang mewah. Pokoknya alat penyaluran hobby orang-orang kaya.




Tetapi, menurut berita, besar biaya (cukai) yang harus dibayar pembawa barang ini apabila hendak dimasukkan ke Indonesia, sebenarnya tidak terlalu besar. Secara total hanya sekitar Rp150 juta. Tetapi situasinya sangatlah heboh. Dua orang Menteri terpaksa mondar mandir ke Bandara dan menggelar konperensi Pers besar-besaran. Dengan alasan, saat ini kita sedang berusaha untuk memberantas korupsi dan meningkatkan Good Corporate Governance, Menteri BUMN Erick Thohir langsung tancap gas. "saya segera memecat Direktur Utama Garuda" katanya.
Memang Garuda, mungkin Direktur Utamanya agak kebangetan, atau hanya sial saja. Dia sudah membeli Harley (bekas) sejak beberapa waktu yang lalu. Belum sempat dibawa, atau kekurangan uang untuk membawanya. Mumpung ada pesawat kosong, gratis lagi (ongkosnya). Memang secara aturan, mungkin bisa gratis, karena bisa dibawa atas nama beberapa penumpang VIP. Tapi sayang, mungkin dia lupa, atau ada pihak lain yang meyakinkannya, kalau bawa sendiri (dengan pesawat sendiri), enggak perlu lewat pintu Duane (Bea Cukai). Jadi tidak perlu bayar, apalagi cuma barang bekas.
Sayang, mungkin sudah diincar,atau jangan-jangan ada yang berkhianat (siapa tahu).
Yah gak terlalu penting. Akhirnya, lumayan ada panggung bagi Erick Thohir Menteri BUMN dan Menteri Keuangan, juga Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi untuk membuktikan, masih banyak aparat yang tidak baik dan tidak govern. Mungkin yang penting, khususnya bagi Bea Cukai, silahkan menertibkan aparatnya yang ada di Tanjung Priok, Cengkareng dan di pelabuhan besar lain di seluurh Indonesia. Panggung memang sering kejam. Termasuk bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani yang ikut-ikutan naek panggung sambil bertanya, "apa ya rasanya naek sepeda Rp50 Juta". Padahal, sebelumnya dia pernah juga terlihat sedang mengenderai Sepeda Brompton yang harganya mahal.

Wednesday, 27 November 2019

KEKUATAN TEKNOLOGI

toto zurianto


Dalam buku Thank You for Being Late, Thomas L. Friedman, pengarang buku
tersebut menceritakan tentang pembicaraannya dengan Wujec, yang pernah menjabat Direktur Kreatif Royal Ontario Museum di Kanada.
Wujec bercerita tentang pengalamannya sekitar tahun 1995. Saat itu, Wujec dan anggota tim nya melaksanakan sebuah project, bagaimana menciptakan salah satu prototype Dinosaurus yang disebut Maiasaura yang bisa bergerak seperti Dinosaurus hidup. Proyek yang berawal dari pemindahan kayu keras seberat 2 ton dari kawasan hutan ke museum tersebut, melibatkan ratusan orang ahli dari berbagai disiplin. Menghabiskan biaya sekitar ½ juta dollar Amerika dalam waktu sekitar 2 tahun, mereka berhasil menciptakan Maiasaura yang sangat mirip dengan gambaran aslinya, bisa bergerak, berjalan, berkedip, atau tidur. Dengan menekan tombol-tombol tertentu, pengunjung museum bisa menggerakkan Maiasaura, apakah duduk, berjalan, berdiri, makan atau menggerakan mulut/bibir seolah- olah sedang berbicara.
Lalu 25 tahun setelah itu, suatu saat Wujec kembali mengunjungi Museum yang sama. Dia masih menemukan Dinosaurus Maiasaura di tempat itu. Sambil memegang segelas cocktail, Wujec mengambil beberapa photo Maiasaura dengan menggunakan smartphone, lebih dari 20 photo selama sekitar 90 detik. Lalu mengupload photo tersebut pada aplikasi cloud yang disebut 123D Catch. Photo-photo dalam berbagai model kegiatan tersebut dikonversi dalam bentuk 3D model digital. Lalu 4 menit kemudian, hasil photo tersebut bisa menghasilkan photo realistic model 3 Dimensi Maiasaura yang sangat akurat, hebat dan gerakan animasi yang luar biasa. Apa-apa yang dulu, 25 tahun yang lalu dihasilkan dengan dukungan software dan hardware seharga ½ juta dollar yang melibatkan banyak orang selama berbulan-bulan, sekarang bisa dihasilkan dalam waktu hanya beberapa menit melalui smartphone biasa yang dikerjakan sambil menikmati kopi atau cocktail di sebuah cafĂ©. Hal itu dilakukan tanpa biaya apa apa, alias free. Model Digital dari Prototipe Dinosaurus Maiasaura, atau Mother Lizard, bukan saja tanpa biaya, tetapi hasilnya sangat bagus.

Monday, 18 November 2019

Negara Suka Rame

toto zurianto

Tiba-tiba Presiden Jokowi mengusulkan temannya yang suka berbuat gaduh, suka rame, suka mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor, menjadi calon petinggi salah sebuah BUMN besar Indonesia. Menteri BUMN Erick Thohir yang disebut-sebut salah satu ahli Business terkemuka Indonesia, sudah memanggil Ahok dan menawarkan posisi tinggi yang belum kita ketahui. Ahok juga sudah memberikan pernyataan, akan menerima tawaran jabatan tersebut. Kalau istilah kerennya, "Apapun saya berikan untuk negara", kata Ahok. Sepertinya semua orang Indonesia., kalau diberikan tawaran enak, apakah jadi Menteri, Kepala badan Khusus, jabatan di lembaga Yudikatif ataupun di kepolisian dan Militer, termasuk sebagai petinggi di perusahaan BUMN, tentu jawabannya klasik, semuanya seolah-olah "bersedia menderita bersedia berjuang" untuk bangsa dan negara.
Bagi pendukung Ahok, inilah hal yang ditunggu-tunggu. Muncul kembali berbagai dukungan terhadap Ahok yang dikesankan sebagai orang yang pernah menderita tanpa alasan yang jelas. Termasuk dukungan dari sebagian orang-orang yang dinilai intelektual. Tetapi tidak bagi sebagian yang lain. Pencalonan Ahok dinilai hanya membuat kegaduhan. Beberapa hal yang disebut sebagai faktor negatip, antara lain menyangkut pengalaman dan kompetensi yang lemah, adanya ketidak sesuaian dari Kementerian BUMN yang katanya akan membangun profesionalisme, tetapi justru mengusulkan orang-orang yang bukan Profesional tetapi Politisi. Di samping itu, Ahok juga dinilai sebagai pribadi yang suka membuat gaduh. Perbuatan Gaduh biasanya membuat berbagai rencana, menjadi sulit dikendalikan. Lalu yang perlu diperjelas, apakah soal mantan narapidana saat ini sudah cukup clear menjadi sebuah isu yang tidak perlu dipertimbangkan. Termasuk bebeapa kasus yang belum clear, apakah dinilai tidak ada kasus, seperti soal Rumah Sakit Sumber Waras. Apakah hasil pemeriksaan BPK dan atau KPK, telah memberikan kejelasan. Ini juga penting agar semua isu, pada akhirnya menjadi sesuatu yang tidak mendasar untuk dipermasalahkan dan bisa berlaku pada semua orang.
Pada saat ini ada beberapa pengamat dan ahli Bisnis BUMN dan politisi, termasuk Serikat Pekerja Pertamina, yang memberikan reaksi keras. Bagi Menteri BUMN beberapa tahun yang lalu, Dahkan Iskan, ada 2 isu yang harus didalami sebelum mengangkat Ahok atau siapa saja untuk menjadi orang penting di BUMN. Pertama soal Kompetensi dan Profesionalisme. Ini mendasar dan, menurut Dahlan, Ahok sama sekali tidak punya experience dan track record dalam mengenalikan sebuab business, apalagi perusahaan besar. Kompetensinya dalam hal ini, belum bisa dibuktikan. Tidak sesuai dengan arah Kementerian BUMN untuk menempatkan orang-orang yang dinilai Profesional. Lalu yang  penting adalah, soal hobby Gaduh. Ini sangat tidak sesuai untuk menjalankan atau terlibat pada BUMN besar yang harus dikelola secara hati-hati. Rizal Ramli, juga pernah sebagai Menteri BUMN mengkritik aspek yang sama, aspek Profesionalisme, aspek Politik, dan Aspek Hukum yang dinilainya masih harus diselesaikan oleh Ahok. Bagi Rizal Ramli, Ahok dinilainya terbukti tidak kompeten. Tidak pernah sama sekali mengendalikan sebuah Korporasi, apalagi Korporasi besar milik pemerintah.
Negara Suka Gaduh
Pada akhirnya semua terpulang pada Presiden Jokowi. Apakah Presiden masih tetap suka menjalankan roda pemerintahan secara Gaduh? Apakah masyrakat kita terus menerus harus dikondisikan untuk saling rusuh, saling bertempur dan saling membenci?  Pasti kita bisa mendapatkan para profesional di negara kita yang luas ini. Kenapa harus yang ini, yang selalu sukja untuk berbuat Gaduh? Lalu bagaimana para Menteri kita, termasuk Menteri BUMN, apakah selalu menjadi "yes man saja? Kenapa Erick Thohir merasa nyaman harus menerima pencalonan Ahok yang sebenarnya tidak mempunyai pengalaman Business dan Korporasi?
Semua terserah sama Presiden, apakah tetap akan selalu Gaduh, atau mulai menjaga keseimbangan secara lebih baik?

Wednesday, 6 November 2019

Negara Tanpa Oposisi

toto zurianto

Setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi dan Ma'ruf Amin untuk periode 2019-2024, tugas Presiden terpilih adalah memilih dan menetapkan para menteri untuk membantu kerja presiden. Menarik ketika Presiden Jokowi antra lain memanggil Prabowo Subianto yang sebelumnya rival Jokowi pada pemilihan Calon Presiden.
Prabowo Subianto sebagai pemimpin Partai Gerindra ditunjuk menjadi salah seorang Menteri pemerintahan Jokowi Maruf Amin. Besar kemungkinan akan menjabat portofolio Menteri Pertahanan (Menhan), atau Menteri Koordinasi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam). Sampai saat ini (Selasa, 22 Oktober 2019), belum ada yang tahu secara pasti jabatan yang sudah dibicarakan Presiden. Tetapi yang menarik adalah munculnya dugaan-dugaan kita yang belum tentu benar. Apakah Indonesia akhirnya akan menjalankan pemerintahan tunggal tanpa suara atau kekuatan oposisi? Apakah dengan demikian, Partai Gerindra, akan menjadi partai pendukung pemerintah? Lalu, bagaimana dengan Partai Keadilan Sosial (PKS), apakah tetap menghadirkan suara oposisi satu-satunya? Atau jangan-jangan akan ada partai lain yang selama ini menjadi kekuatan partai koalisi pemerintah (Jokowi) yang keluar dan menjadi oposisi. Kemudian dengan demikian, Indonesia ke depan ternyata (memang) tidak lagi memerlukan kekuatan  oposisi, tidak perlu ada melakukan koreksi atau kritikan.

Belajar Demokrasi
Memang sebuah proses untuk menjadi sebuah negara yang demokratis, memerlukan pembelajaran yang kadang-kadang bisa berbeda dengan teori demokrasi sendiri. Banyak orang percaya, sebuah kekuasaan tidak boleh dibiarkan tanpa ada batasan. Kekuasaan tidak boleh absolut dan terpusat pada satu kutub saja. Karena tidak ada orang yang cukup sempurna yang bisa mengetahui dan memahami semua issue. Hidup dan perjalanan, termasuk pemerintahan, memerlukan bantuan para pengkritik yang melakukan koreksi. Perjalanan Indonesia juga seperti itu. Negara atau manusia Indonesia, tidak bisa melakukan semuanya serba sendiri. Kita memerlukan pandangan lain, apakah sebagai pihak yang memberikan bantuan, atau orang yang mengkritisi sebuah kebijakan.
Berdemokrasi artinya menerapkan Budaya Terbuka, atau sikap keterbukaan yang bisa menerima pandangan lain yang tidak sama, bertentangan, atau berbeda.

Budaya memberi Kritik
Kini, semuanya sudah terjadi. Beberapa pesaing kini sudah menjadi anggota koalisi. Paling penting adalah, apakah kini kita benar-benar menjalani pemerintahan tanpa pemberi kritik! Apakah semuanya yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin sudah dijamin kebenarannya tanpa perlu kritikan? Lalu Bagaimana para generasi muda melihat situasi ini. Apakah anak muda kita juga akan berjalan seia sekata tanpa perbedaan? Kalau benar seperti ini, sungguh sesuatu yang patut kita sesali. Tidak ada jaminan apa yang disampaikan (pemerintah), sudah pasti sesuatu yang terbaik tanpa keliru. Budaya kritik adalah sebuah keharusan. Tidak ada suatu kesempurnaan. Inilah tugas kita berbangsa dan bernegara. Kita yang berada di luar pemerintahan, punya kewajiban untuk meluruskan dan memberikan pandangan alternatif. Bisa saja apa yang ada di luar itu lebih bagus, dibandingkan dengan apa yang dilakukan pemerintah. Tapi kalau mekanisme demokrasi ini harus kita tutup, bia dipastikan,  tujuan besar yang akan kita jalankan menjadi sulit untuk tercapai. Lihat saja, dalam konteks pembangunan ekonomi, semua orang merasa apa yang kita capai, sudah sangat bagus. Ekonomi dinilai stabil dan tumbuh sangat bagus. Tetapi kita bisa merasakan, perdagangan kita belum cukup bagus, belum mampu bersaing dan maish tetap defisit selama bertahun-tahun.

Rumah Jawa di Villa Boncabe, Ciampea Bogor

toto zurianto

Kalau anda punya waktu, silahkan mampir ke Villa Boncabe di Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Lokasinya sekitar 6 kilometer dari Kampus IPB Dramaga Bogor. Kalau dari Jakarta, melalui Toll Jagorawi, keluar di Pintu Tol Sentul Selatan, ke kanan, langsung melalui Tol Bogor Lingkar Luar (Bogor Outer Ring Road), turun di Yasmin. Dari Yasmin ke arah Leuwiliang (Jasinga). Lalu sekitar 2 Kilometer setelah Kampus IPB Dramaga, ambil jalur ke kiri menuju kawasan wisata Gunung Bundar. Ikutin Google Map ke arah Villa Boncabe, atau Raja Organik, 15 menit anda akan sampai di Villa Boncabe yang sejuk dan hijau. Ada 4 Villa di Villa Boncabe; Villa Rumah Palembang, Villa Gazebo, Villa Rumah Betawi, Villa Kayu Kecil, dan Villa Rumah Jawa. Di samping Villa, di kawasan Villa Boncabe, juga ada tanaman Hidroponik dengan beberapa jenis sayuran.

Villa Rumah Jawa
Salah satu Villa yang kini sudah tersedia di kawasan Boncabe adalah Villa Rumah Jawa. Villa Rumah Jawa terdiri dari 2 lantai, lantai atas bangunan rumah Jawa yang terbuka dan Serbaguna. Lantai atas bia dimanfaatkan untuk kegiatan atau event keluarga atau kantor. Pemandangan yang luas ke semua arah 360 derajat tanpa dinding, membuat kita bebas untuk melihat semua penjuru di Villa Boncabe. Villa atas cukup luas, bisa menampung 30 sampai 50 orang. Kalau kita turun ke bawah, maka ada ruangan utama, satu kamar keluarga, 2 kamar mandi (shower/toilet) dan dapur kecil. Ruang bawah bisa digunakan untuk kongkow atau istirahat. Lebih kecil tetapi cukuplah untuk 10-20 orang.



Villa Atas Rumah Jawa

Pintu Billa Bawah Rumah Jawa
Kolam dan Tempat Duduk yang Instagramable
Di dekat Villa bawah, pemadangannya sangatlah menakjubkan, sebuah lembah dan sungai. Agak mirip dengan Ngarai Sianok di Bukittinggi, Sumatera Barat, tetapi lebih kecil. Memang Villa Boncabe belum sepenuhnya selesai. Pembangunan taman dan kolam masih terus disempurnakan. Tetapi, awal tahun depan, Insya Allah sudah bisa dimanfaatkan. Termasuk dengan fasilitas dan taman-taman yang semakin membaik. Apalagi Kolam Ikan dengan sistem ecosand juga sudah tersedia dan memberikan keindahan bagi pengunjung yang datang ke Villa Boncabe.

Taman tempat Photo, tempat Kongkow

Pembangunan Taman dan Lembah di Villa Rumah Jawa
Owner Rumah Jawa Eko Ariantoro (kiri) bersama Penulis.


Owner Villa Boncabe, kiri ke kanan, Greatman (Rumah Palembanh dan Hidroponik),
Eko Ariantoro (Rumah Jawa), Toto Zurianto (Rumah Kayu Kecil), dan Hikmah Rinaldi
(Rumah Betawi Modern). Sedang santai di Minggu pagi (20 Oktober 2019)





Friday, 6 September 2019

Memahami Wisata Halal

toto zurianto


Saya selalu suka dengan perkembangan yang terjadi di Medan dan Provinsi Sumatera Utara. Sering terjadi perbedaan pendapat, bahkan meruncing tajam. Termasuk gagasan Gubsu (Gubernur Sumatera Utara) Edy Rahmayadi tentang Wisata Halal-nya. Meskipun label Wisata Halal bukan milik Pak Gubernur, dan hal ini sudah banyak digunakan di tempat lain di Indonesia. Mungkin tepat pribahasa, “lain lubuk lain pula ikannya”. Sesuatu yang biasa-biasa di suatu tempat, bisa berbeda di tempat lain.
Tetapi pasti gagasan wisata halal yang dimaksud Pak Gubernur adalah sebuah upaya, bagaimana masyarakat Sumatera Utara, khususnya di sekitar kawasan Danau Toba, memulai sebuah tatanan (baru) yang sifatnya memberikan kenyamanan bagi pendatang untuk menikmati kekayaan daerah Sumatera Utara. Gubsu mengajak masyarakat luar untuk datang, menikmati pemandangan alam yang indah, budaya dan seni yang terbaik dan enak dinikmati, serta “keramahtamahan” masyarakat Sumatera Utara yang khas. Tentu saja tujuan akhirnya adalah bagaimana semua itu bisa memberikan manfaat (ekonomi) dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Dulu selama puluhan tahun, Provinsi Sumatera Utara yang luas, terkenal telah memberikan kontribusi besar bagi negara. Terutama dari hasil hutan, perkebunan dan pertanian. Sumatera Utara terkenal sebagai penyumbang devisa hasil perkebunan seperti Karet, Kelapa Sawit, Coklat, dan Tembakau Deli yang terkenal sampai ke Bremen Jerman. Juga memberikan kontribusi sebagai penghasil minyak bumi dari Pangkalan Brandan. Hasil pertaniannya berupa Beras, Peternakan dan Sayur mayur, juga luar biasa. Danau Toba sendiri dan Kota Parapat, serta lintasan perjalanan sejak Pelabuhan Belawan dan Kota Medan.
Dalam 20 tahun terakhir, banyak hal yang berubah. Situasi banyak berganti. Padahal kita perlu menjaga agar Sumatera Utara tetap menarik dan penting. Kita perlu mencari alternatif lain untuk menjaga agar Sumatera Utara tetap mampu mempertahankan posisinya, kita perlu menjaga agar masyarakat Sumatera Utara tetap mampu hidup secara lebih baik.
Salah satu sektor ekonomi yang perlu dibangkitkan adalah Sektor Pariwisata. Kita mempunyai keunggulan luar biasa yang terbentang sejak dari Kota Medan ke Pematang Siantar, terus ke Parapat, Tarutung, Sibolga dan Padang Sidempuan. Termasuk kawasan tepi Danau Toba yang potensinya sangat luar biasa. Nah ini salah satu yang ingin diangkat Pemerintah Daerah. Gubsu menilai, masyarakatnya yang terutama tinggal di sekitar Danau Toba, mungkin sekitar Parapat, Pulau Samosir, luar kota Pematang Siantar menuju Parapat, belum maksimal mengeluarkan potensinya sendiri untuk bisa “memikat” kalangan wisatawan untuk datang dan menikmati daerah yang luar biasa itu. Kebetulan Pak Gubernur memakai istilah yang sudah banyak digunakan di tempat lain, yaitu istilah Wisata Halal. Ada penolakan dari beberapa orang tentang gagasan ini. Beberapa politisi dan tokoh masyarakat, serta kelompok anak muda, ada yang keberatan dan tidak setuju. Bahkan menilai ada upaya untuk mengganggu tatanan dan kebiasaan serta budaya (asli) masyarakat Suku Batak dan tata cara keagamaan (Kristen).
Pasti bukan itu yang menjadi tujuan. Karena itu, kita terutama pemerintah dan tokoh masyarakat, perlu memberikan sketsa pemahaman yang sederhana. Meskipun banyak orang yang sudah paham, tetap penting untuk melakukan sosialisasi secara terus menerus.
Konsep Persaudaraan
Saya tidak terlalu ahli untuk menjelaskannya. Tetapi konsep Torang Samua Basudara dari Sulawesi Utara mungkin bagus untuk kita manfaatkan. Dari pada kita mempertajam perbedaan, pendekatan persaudaraan sangat tepat kita terapkan di Indonesia, terutama di Sumatera Utara. Tentu saja termasuk pengertian wisata halal yang digagas Gubsu ini. Pemahamannya tidak complicated. Sederhananya adalah, bagaimana kita bisa memberikan kemudahan dan keramahtamahan bagi Saudara kita yang berkunjung ke rumah kita. Kebetulan Saudara kita itu beragama lain (Islam), dan kita kebetulan beragama Kristen. Kalaupun bukan dalam  rangka ekonomi parawisata, secara kekeluargaanpun, kejadian seperti ini, sangatlah sering kita alami. Saya beberapa kali menghadiri acara Kawinan keluarga dan sahabat saya yang beragama Kristen dan dari Suku Batak atau dari suku lain. Saya tidak pernah merasa susah karena dapat dipastikan, Tuan Rumah pasti telah berusaha mempersiapkan acaranya secara luar biasa. Pada acara perkawinan adat (Batak) misalnya, dipastikan akan ada acara doa dan ritual keagamaan (Kristen), serta makanan yang tidak halal (bagi saya). Tetapi para tamu yang beragama Islam dan kawan-kawan lain yang mungkin “tidak makan babi”, tetap disambut hangat dan merasa dihormati karena disediakan ruangan tersendiri dengan makanan yang tertulis jelas (Halal).
Kita bisa bersuka cita bersama-sama meskipun kita berbeda agama. Saya rasa mirip seperti ini yang dimaksud acara wisata halal itu. Secara umum, bagaimana kita bisa memberikan yang baik kepada Saudara kita yang muslim. Dalam pandangan saya, bagaimana saya sebagai Tuan Rumah (yang beragama Kristen), bisa memberikan kemudahan bagi sahabat dan saudara (tamu) saya yang beragama Islam. Saya bisa memperkirakan, melalui sambutan saya yang hangat, yang memudahkan mereka untuk mencari makanan (halal) serta melihat objek wisata secara nyaman, juga tidak terganggu dengan pemeliharaan atau pemotongan ternak (babi) karena sudah ditata pada tempat yang khusus, maka dipastikan persaudaraan kita menjadi lebih erat dan akrab. Secara ekonomi ini akan berdampak pada kunjungan pariwisata ke tempat kita.
Jadi konsep Wisata Halal itu bisa kita terjemahkan sesederhana itu. Tidak ada tekanan dan gangguan pada upacara adat, budaya, apalagi acara keagamaan. Sama seperti ketika kita menghadiri acara kematian. Kenapa kita bisa menyatu dan bersatu. Semua orang berdo’a menurut agama dan keyakinannya. Tidak ada yang memaksakan tamu untuk berdo’a seperti agama yang dianut oleh almarhum atau keluarga almarhum. Kebetulan belum lama ini saya menghadiri acara Takziah keluarga dekat saya (Keponakan) yang beragama Islam dengan orangtua kandung yang beragama Islam. Tetapi sebagian keluarga Ipar saya, banyak yang beragama Kristen dan dari Suku Karo. Saya justru menghormati mereka yang menyelenggarakan acara adat sekaligus banyak mengumandangkan do’a yang terutama do’a secara Kristen. Semua acara berlangsung secara baik, termasuk acara adat dan keagamaan (secara Kristen) di halaman rumah keluarga kami yang 100% beragama Islam.
Mungkin semacam cerita inilah yang kita maksudkan sebagai Wisata Halal itu. Sederhananya, kita menyambut Saudara kita yang Islam di rumah kita yang banyak beragama Kristen dalam suasana nyaman dan penuh persaudaraan. Tamu kita tidak terganggu dengan kebiasaan lama kita yang ternyata bisa kita modifikasi. Tamu kita juga dengan sangat mudah bisa memilih Makanan Halal dan menjalankan Sholat dengan mudah.


Tuesday, 3 September 2019

Perjalanan dari Medan ke Bali; Dulu dan Sekarang

toto zurianto

Dulu, sebelum kuliah aku sempat berkunjung ke Bali, kalau  tidak salah pada tahun 1978. Pada perjalanan panjang dari Medan ke Jakarta, seperti kebanyakan anak Medan yang lain, aku menumpang Kapal Tampomas (KM Tampomas 1). Tentu saja kelas Ekonomi yang paling murah. Tetapi tetap dapat kami nikmati meskipun kamar mandi dan WC-nya sangat terbatas dan jelek.
Kalau tidak keliru, tujuan perjalanan ke Jakarta adalah untuk mengikuti Test SKALU di Universitas Indonesia yang pelaksanaannya diadakan di Stadion Utama Senayan. SKALU adalah Sistem Penerimaan Mahasiswa baru kerjasama 5 Perguruan Tinggi terkemuka tanah air, impian anak muda di seluruh Indonesia.  Aku juga bermimpi untuk bisa kuliah, apakah di Universitas Indonesia, IPB Bogor, ITB Bandung, UGM Jogjakarta, atau di Universitas Airlangga. SKALU sendiri artinya Sekretariat Kerjasama Antara Lima Universitas. SKALU sangat populer sebelum beberapa tahun kemudian menjelma menjadi Perintis I.
Segera setelah mengikuti Test Calon Mahasiswa di UI, aku melanjutkan perjalanan sendiri ke Surabaya menumpang Kereta Api Ekonomi Gaya Baru Malam. Dengan harga tiket murah cocok untuk mahasiswa, aku berangkat sore hari dari Stasiun Pasar Senen. Menempuh ratusan Kilometer, sampai di Surabaya sekitar jam 4 sore keesokan harinya. jadi sekitar 24 jam. Tentu saja situasi kereta ekonomi tahun segitu, pasti sangat sederhana. Pasti tanpa AC, toilet bau, dan kereta berhenti dimana saja terserah Masinisnya.
Di Surabaya kebetulan ada keluarga (Kakak Sepupu) yang sedang melanjutkan pendidikan Dokter Spesialis di Universitas Airlangga. Lumayan, bisa numpang beberapa hari sambil keliling kota Surabaya.
Beberapa hari kemudian melanjutkan perjalanan menumpang Bus Antar Kota. Aku lupa nama perusahaan Busnya, apakah AKAS atau yang lain. Bus berangkat sore dari Terminal Purbaya melewati Pantai Pasir Putih, Banyuwangi. Lalu  dari Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, dilanjutkan naik Ferry menuju Pelabuhan Gilimanuk di Pulau Bali. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan kembali dengan Bus, dan tiba di Terminal Ubung Denpasar sekitar jam 5 pagi.

Apa yang masih kuingat situasi Bali, terutama Kota Denpasar sekitar tahun 1978, tentu saja kotanya masih lebih sepi dari sekarang. Sarana transportasi terutama menumpang Bemo (Bemo, kenderaaan roda 3 buatan Daihatsu) dengan beberapa route di perkotaan. Bahkan ketika itu, untuk pergi ke arah Pantai Kuta yang belum ramai seperti sekarang, hanya tersedia sarana angkutan umum menggunakan Angkot Isuzu. Sangat sederhana, belum tersedia Bus Kota atau Taksi.
Lalu kenapa aku bisa ke Bali yang sangat jauh dari Medan dan tentunya biaya perjalanannya sangat mahal? Salah satu alasan adalah karena aku tidak perlu mengeluarkan uang untuk biaya akomodasi dan makan. Bahkan ada juga mendapat tambahan uang jajan dari keluarga (om) yang kebetulan bekerja dan tinggal di Bali. Jadilah aku tinggal di Bali selama sekitar seminggu.
Sesuai dengan saran dari Om, salah satu cara mengenal Bali dalam waktu dekat adalah dengan mengikuti Tour, atau One Day Tour. Ketika itu, aku mengikuti tour 1 hari mengunjungi beberapa tempat, antara lain sampai ke Kota Kintamani dekat Gunung Batur dan Danau Batur. Karena keterbatasan waktu dan biaya, tentu saja aku tidak bisa mengunjungi Desa Terunyan dan Pemakaman Desa Terunyan yang sangat terkenal. Tetapi itupun sangatlah luar biasa bisa mengunjungi dataran tinggi Kintamani, Pura Besakih di kaki Gunung Agung yang indah dan sejuk.
Kemudian setelah itu, bertahun-tahun kemudian, cukup banyak kesempatan an agenda kunjungan ke Bali. Baik karena menghadiri acara kantor, seminar, rapat, atau  conference, biasanya International Conference, ataupun karena pergi sendiri atau bersama keluarga. Tetapi entah kenapa, kita selalu hanya berpikir untuk mengunjungi "tempat-tempat biasa". Kita tidak pernah berpikir untuk melakukan eksploring seluas mungkin pada tempat-tempat yang berbeda. Bali terutama hanya sekitar Pantai Kuta, Seminyak, Jimbaran, ataupun Nusadua. Tidak pernah lagi untuk berpikir melihat sesuatu yang tidak pernah kita lihat. Kita tidak pernah berusaha untuk, misalnya ke Singaraja, Tanah Lot, Bali Utara, Kintamani dan Danau Batur, atau ke Bali Timur. Paling-paling kita hanya ke Ubud, menikmati persawahan, lukisan atau minum-minum kopi Bali Kintamani di Tegal Alang-alang.
Sampai akhir pada Minggu lalu, kami memutuskan untuk mengunjungi Kintamani yang sejuk dan indah. Menikmati pemandangan Gunung Batur dari sebuah Cafe, Danau Batur di kejauhan. Lalu tanpa berpikir panjang, langsung memutuskan untuk mengunjungi Desa Terunyan di tepi Danau Batur.


Penjelasan Perkuburan Desa Terunyan dengan adanya Pohon Menyan
yang membuat Bau Busuk Mayat menjadi tidak lagi berbau lagi.

Ada 11 tempat mayat yang terbuat dari Bambu. Mayat hanya diletakan di tanah
ditutup kain, dan tentunya didampingi dengan barang-barang yang menjadi
kesukaan yang bersangkutan ketika masih hidup.
Kuburan Desa Trunyan
Kunjungan ke Desa Trunyan, memerlukan sebuah keputusan. Apalagi Driver kami yang bukan orang Bali, seumur-umur belum pernah ke Trunyan. Di samping sering ke tempat yang "itu-itu" saja, memang Pak Driver kami sudah beberapa kali mengantar Tamu ke Kintamani, Pura Besakih, atau ke Istana Presiden di Tampak Siring. Tetapi, dari perbukitan di Lake View di Kintamani, dia sama sekali belum pernah berpikir untuk ke Desa Trunyan. Jaraknya cukup dekat, hanya sekitar 14 Kilometer dengan kondisi jalan yang baik. Jarak tempuh dengan mobil menurut Google sekitar 33 menit.
Segera setelah lunch di Restaurant Lake View yang memiliki pemandangan bagus ke Danau Batur dan Gunung Batur, kami langsung ke Desa Trunyan. Mula-mula jalannya bagus, aspal mulus menurun sampai mendekati tepi Danau Batur. Tetapi setelah 5 kilometer, jalan semakin sempit, pas di tepi Danau dan hampir tidak bisa berpapasan. Tanpa ada yang menyuruh, secara tidak sadar, ada seorang anak muda mengenderai Sepeda Motor yang "sepertinya" memandu mobil kita. Rupanya hal ini sudah seperti biasa. Seperti sudah ada pembahasan dan saling pengertian. Perjalanan menelusuri pinggir pantai memang mengasyikan dan sekaligus menegangkan. Belokan naik turun yang curam dan pas-pasan, memerlukan keahlian dari para Driver. sayang Driver kami agak terlihat "gugup", mungkin tidak biasa mengenderai mobil manual. Tetapi setelah setengah jam, kamipun tiba di Desa Trunyan. sampai di Desa Trunyan, perjalanan belum selesai. Kami harus menumpang Kapal Boat kecil dengan harga yang "cukup bersahabat".
Katanya memang seperti itulah keadaannya. Semuanya menjadi sebuah Paket Kunjungan, termasuk kehadiran "Bapak Penunjuk Jalan" yang juga sebagai "Guide" yang akan memberikan penjelasan kepada kita. Tentu saja kita "setuju". Hanya memang hal ini perlu diatur secara lebih baik agar masyarakat dan pengunjung bisa menikmati perjalanan ke Trunyan secara lebih nyaman. Di samping itu dapat memberikan atau membuka lapangan kerja bagi penduduk dan bisa memberikan pendapatan bagi pemerintah (Desa) Trunyan. Termasuk pembangunan sarana dan prasarana yang bagus.



Kuburan Tidak Berbau
Tujuan utama tentu saja ke Perkuburan tradisi Desa Trunyan. Dengan menumpang Boat kecil, hanya dalam waktu 6-7 menit akhirnya kami sampai di area Perkuburan Desa Trunyan. Yang akan kita kunjungi tentu saja area pemakaman yang maksimal hanya menempatkan 11 mayat, diletakkan di atas tanah pada tempat yang terbuat dari Bambu. Hanya mayat yang berasal dari "kematian wajar" yang boleh dimakamkan (diletakkan) disini di bawah kayu Pohon besar yang bernama  "Taru Menyan" atau Pohon Harum. Perkuburan ini disebut juga dengan "Sema Wayah". Kalau mayat akibat kematian tidak wajar, kecelakaan atau bunur diri, dimakamkan di perkuburan Sema Bantas. Sedangkan mayat anak-anak atau orang dewasa yang belum kawin, dikubur di tempat lain di perkuburan Sema Muda.
Perkuburan Sema Wayah, dengan Pohon Taru Menyan yang membuat mayat tidak berbau, secara tradisionil sudah digunakan masyakarat Terunyan sejak ratiusan tahun yang lalu. Meskipun keadaan  makam ini saat ini sudah lumayan teratur, tetapi untuk menjadi tempat kunjungan wisata yang bagus, banyak hal yang harus diperbaiki oleh masyarakat dan pemerintah (Desa) dan Kabupaten Bangli. Perkuburan Desa Terunyan sangat potensial menjadi tujuan wisata yang diminati banyak pendatang. Sayang semuanya terlihat belum baik, bahkan sedikit "jorok". Sebuah potensi yang sangat memungkinkan untuk diolah dan diperbaiki.



Penjelasan tentang Desa dan Perkuburan Desa Terunyan.


Photo Di bawah Pohon Terunyan

Meskipun jalan menuju Desa Terunyan sekarang bisa ditempuh dengan mobil
(kenderaan roda 4), kita tetap perlu menaiki Perahu/Boat selama sekitar 6-7 menit.





Friday, 23 August 2019

OJK Bukan Powerful

toto zurianto

 Tulisan ini menyangkut sebuah lembaga negara kita, Otoritas Jasa Keuangan. Masih banyak orang yang berpikir, OJK terlalu mempunyai “kekuasaan luar biasa”, terlalu powerful. Menguasai seluruh lembaga keuangan yang mempunyai aset ribuan Triliun Rupiah. Lalu OJK juga dinilai “sering tidak independen”, karena biaya operasional sehari-hari ditopang oleh iuran lembaga jasa keuangan yang diawasi OJK. Di samping itu, OJK juga kadang-kadang disebut “boros” padahal hidupnya dibiayai oleh industri, bukan dari sumber negara.

Sering orang yang berpikir seperti ini termasuk orang yang dinilai masyarakat sebagai orang yang “punya reputasi” dan pemahaman luas mengenai sektor jasa keuangan dan OJK sendiri. Sering juga kritik atas “peran dan kekuasaan” OJK berawal dari orang-orang yang cukup dekat dengan OJK. Apakah karena pernah menjadi pengurus atau Direksi di lembaga jasa keuangan, atau karena mempunyai pemahaman atau pandangan yang berbeda dengan OJK.
Apapun alasan dari pandangan tersebut, OJK perlu selalu memberikan respon dan penjelasan. Banyak orang yang belum memahami tugas-tugas OJK. Karena itu proses edukasi sektor keuangan, tidak semata memberikan penjelasan mengenai industri jasa keuangan secara luas, tetapi termasuk juga tentang OJK sendiri. Tentang bagaimana OJK melakukan tugas sebagai regulator, melakukan kegiatan pengawasan dan menjelaskan tentang masalah-masalah industri jasa keuangan Indonesia yang dalam perjalanannya, pasti mengalami perkembangan dan gangguan secara terus menerus.

OJK Bukan Harus Powerful
Bahwa OJK mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengawasi seluruh industry jasa keuangan Indonesia adalah sesuai Undang-undang. Ini juga sebuah pilihan dari banyak alternatif.  Apalah itu sebagai pilihan paling benar? Tidak mudah untuk menjawabnya. Sama dengan pilihan-pilihan kita yang lain. Bahwa kita memilih cara pengawasan jasa keuangan seperti sekarang, adalah sebuah kesepakatan negara. Memang akhirnya kekuasaan OJK itu relative lebih luas, terutama kalau kita bandingkan dengan hal-hal yang sebelumnya kita lakukan. Tetapi keluasan jangkauan pengawasan OJK, tentunya tidak membuat OJK menjadi sebuah lembaga yang berkuasa absolut tanpa batasan. Semua tindak tanduk OJK, selalu harus didukung oleh Undang-undang atau Peraturan Negara, juga peraturan OJK yang tidak boleh bertentangan dengan aturan negara.
Dalam pelaksanaan tugas, OJK juga menjadi objek pengawasan lembaga negara yang lain. Secara operasional, OJK diawasi oleh BPK setelah sebelumnya secara internal diawasi oleh Departemen Auditnya sendiri. Lalu secara politis dan kelembagaan, OJK selalu harus menyampaikan Rencana Kerja dan Anggarannya untuk mendapat persetujuan DPR.
Paling penting, bahwa hasil pengawasan OJK, termasuk tentang Kinerja lembaga keuangan yang ada dan proses Fit and Proper Test pengurus lembaga jasa keuangan, selalu terbuka untuk dipertanyakan dan dipermasalahkan. Jadi OJK bukan powerful. OJK hanya mempunyai wewenang menjalankan tugasnya dengan banyak aturan dan rambu-rambu.
               
Independen meski dengan uang pungutan
Penting untuk diperhatikan, bahwa independensi di dalam pengambilan keputusan adalah bagian penting yang harus dijaga. Apalagi pada dunia ekonomi dan keuangan. Jangan sampai sebuah lembaga negara yang menjadi regulator bersikap tidak independen dan bisa diatur. Soal pembayaran pungutan dari industri yang menjadi sumber penerimaan keuangan OJK, berbeda dengan tuntutan untuk bersikap independen. Pungutan sama seperti Pajak. Setiap pembayar Pajak, bukan berarti diberikan “keistimewaan”. Tetap saja sebuah aturan, berlaku sama bagi siapapun. Tidak peduli sebesar apa kontribusinya melalui pembayaran pajak. Sebuah lembaga keuangan, juga dituntut untuk berkontribusi sesuai besaran yang sudah ditetapkan sebagaimana Undang-undang atau aturan lain yang mengatur.
Demikian juga dengan besar kontribusi dari pungutan tersebut. Lembaga Jasa Keuangan perlu menyelesaikan kewajiban dengan membayar sejumlah tertentu kepada OJK. Besarannya sudah ditetapkan dalam Undang-undang. Jelas itu bukan dibuat secara asal. Pasti telah diperbandingkan dengan pungutan-pungutan lain. Termasuk dengan kemampuan lembaga jasa keuangan yang ada, baik commercial bank yang besar, bank sedang, sampai kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah. Tentu saja, seperti pengutan lain, pasti ada yang merasa keberatan.
Apalagi, selalu ada seseorang atau sebuah lembaga keuangan yang sedang dalam kondisi yang kurang baik. Tetapi tetap saja, soal pengutan selalu dinilai dari sisi baik dan sisi yang lebih berat.

Wednesday, 21 August 2019

Go-Jek; Perlu mengkritisi diri sendiri

toto zurianto

Fenomena Gojek, sebelumnya Go-Jek, memang sangat luar biasa. Bukan saja sebagai sebuah perusahaan, atau tempat bergabung banyak orang dalam menjalani usaha bersama. Paling penting, dengan berbagai pertimbangan, Gojek mampu memenangkan simpati banyak orang. Terutama masyarakat pengguna dan masyarakat yang ikut di dalam usaha GoJek.  Tentu saja tidak semua. Khusus untuk GoJek jasa transportasi on-line, atau ojek daring, atau ojek on-Line, banyak sekali masyarakat yang mendapatkan keuntungan. Dibandingkan menggunakan jasa transportasi Bis Kota atau Taksi, masyarakat pengguna, atau pelanggan merasa sangat berterima kasih atas kehadiran Gojek (ojek on line). Pelanggan sangat terbantu atas tawaran penjemputan dari pintu rumah, dan pengantaran sampai tempat yang dituju. Tidak perlu berjalan ke Terminal, atau ke Halte Bis, semua berbasis aplikasi mobile phone. Apalagi soal harga tanpa perlu ditawar, sudah fixed. Belum lagi adanya tawaran iming-iming tarif promosi.
Melalui kerja keras pemiliknya dan para anak muda pendukung usaha berbasis aplikasi ini, Gojek tercatat sebagai salah satu unicorn Indonesia dengan valuasi di atas US$1 milyar. Saat ini nilainya diperkirakan sudah mencapai US$1,3 milyar atau sekitar Rp17 Triliun. Lembaga Demografi FEB Universitas Indonesia menyebutkan besarnya kontribusi Gojek terhadap perekonomian Indonesia yang mencapai Rp8,2 triliun per tahun melalui penghasilan mitra pengemudi.
Gojek tidak pernah puas. Kini mereka merambat ke luar negeri. Mereka sudah hadir di Vietnam, Thailand, Singapore dan Filipina. Terutama dalam bentuk jasa transportasi motor secara daring.

Perlu Evaluasi sendiri
Gojek dan angkutan berbasis apliakasi yang lain, termasuk Grab, pernah menghadapi penolakan luar biasa di Indonesia, terutama di Jakarta. Bukan saja dari pengemudi ojek pangkalan, juga dari pengemudi taxi biasa.  Sistem ojek yang dinilai "tidak masuk akal" dan membebankan tarif angkutan yang terlalu murah, dinilai memunculkan persaingan yang tidak fair.  Apalagi pemerintah, dengan berbagai pertimbangan, dinilai memberikan back-up kuat atas kehadiran gojek. Gojek dinilai memberikan solusi transportasi perkotaan dan memberikan "lapangan kerja" bagi pengangguran. Kementerian Perhubungan pun pernah membekukan izin (beroperasi) ojek daring. Tetapi hanya dalam beberapa jam, penghentian operasi ini akhirnya dicabut.
Lalu, berita hari ini, ketika Gojek yang akan memperluas jangkauannya ke Malaysia, mendapatkan penolakan keras dari perusahaan taksi Malaysia Big Blue Taxi. Meskipun pemerintah Malaysia terlihat sangat mendukung kehadiran Gojek untuk mengatasi masalah pertaksian di Malaysia yang dinilai tidak profesional, mendapat penolakan. Banyak hal yang menjadi pertimbangan penolakan itu, antara lain; soal kultur, agama, dan penggunaan transportasi sepeda motor yang penuh risiko dan secara ekonomi terlihat set-back ke belakang. Pemerintah Malaysia dihimbau tidak memaksa anak muda mendapatkan pekerjaan untuk menjadi pengemudi sepeda motor daring.
Dengan alasan yang berbeda, karena masih banyak penolakan masyarakat atas kehadiran sistem transportasi roda dua (sepeda motor), Gojek perlu melakukan evaluasi terhadap model business utamanya sebagai penyedia jasa transportasi sepeda motor on line. Saat ini kita bisa melihat, puluhan atau ratusan pengemudi Gojek yang sangat tidak patuh terhadap aturan mengemudi dan sikapnya cenderung tidak tertib lalu lintas dan tidak penghargai para pengguna jalan raya yang lain. Pengemudi Gojek juga terlalu pongah untuk menguasa jalan raya dan tidak peduli kepada pengguna jalan yang lain. Puluhan dan Ratusan motor ojek on-line, setiap saat selalu memarkirkan kenderaannya di depan stasion, mal, kantor, sekolah, pasar secara semberono bukan di parkiran yang sudah disediakan.

Sepeda Motor bukan Jawaban
Pengembangan dan penggunaan Sepeda Motor sebagai sarana transportasi, tidak pernah menjadi hal yang secara resmi bisa dibenarkan. Tetapi faktanya, pemerintah, secara de facto, terlihat seperti mendukung pemanfaatan transportasi ojek untuk mengatasi kebutuhan alat angkut di masyarakat. Setidaknya membiarkan ojek menjadi pilihan utama. Bahkan membiarkan perusahaan, terutama Gojek dan Grab meneruskan operasionalnya tanpa melakukan pembinaan dan pelarangan. Paling hebat, sarana transportasi Ojek on Line juga terus dibiarkan melakukan pelanggaran terhadap peraturan kenderaan jalan raya. Terutama pelanggaran terhadap marka jalan, keharusan parkir pada tempat yang disediakan, dan penguasaan bagian dari jalan umum (jalan raya) untuk parkir (menunggu langganan) tanpa ada upaya pencegahan dan pembinaan. Lihat saja di simpang-simpang jalan dengan fasilitas Lampu Lalu Lintas (Lampu Merah), puluhan sepeda motor, terutama Gojek dan Grab dengan seenaknya berhenti sewenang-wenang di tengah jalan. Tentu saja ini bukan monopoli Gojek dan Grab. Tetapi termasuk juga kenderaan Sepeda Motor yang lain. Memang ada pemasukan uang bagi pemilik/pengemudi Gojek, tetapi hal yang kita inginkan, lebih dari sekedar bisa bekerja. Kita semua, perlu menjaga ketertiban berlalu lintas. Bukan melarang keberadaan usaha ojek yang menggunakan sepeda motor roda dua. Kita semua tidak menginginkan pembiaran pelanggaran-pelanggaran yang tidak diinginkan. Jadi para pemilik dan eksekutif Gojek, termasuk Grab dan sistem angkutan alternatif berbasis panggilan on-line, perlu menjaga semua pihak untuk tertib.

Harapan
Terakhir, harapan besar kita adalah bagaimana unicorn besar, terutama Gojek, bisa berbisnis dan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat bangsa. Tetapi sekaligus memberikan edukasi bagi masyarakat. Pengembangan model transportasi roda 2 bukan mode transportasi yang tepat, tidak ideal, juga mempunyai risiko yang tidak kecil. Apalagi memberikan pengaruh negatif bagi kita untuk menjaga ketertiban lalu lintas. Untuk kota seperti Jakarta, saya meyakini bagaimana Gojek sudah turut serta menciptakan lalu lintas yang semakin ruwet, macet, tidak tertib. Dalam hal menciptakan lapangan kerja, tentu itu sebuah cita-cita dan peran yang baik. Tetapi tentu saja, bukan sebagai pengemudi Sepeda Motor roda 2 yang rentan terhadap kecelakaan dan mengganggu tata tertib lalu lintas.





Friday, 16 August 2019

Kehangatan Tempo Doeloe di Manado

toto zurianto

Sudah beberapa kali mengunjungi Kota Manado di tanah Minahasa Sulawesi Utara. Di samping menyelesaikan pekerjaan kantor, tentu saja selalu menyempatkan diri untuk mengeksplor sudut-sudut kota yang manarik dan cukup khas. Beberapa tahun yang lalu, ketika pergi ke Manado, aku berkesempatan melihat keindahan biota laut dekat Pulau Manado Tua, khususnya di kawasan Bunaken yang indah. Aku juga pernah mengunjungi Danau Poso, Tomohon dan sekitaran Kota Manado.
Tahun lalu (2018) ketika mengunjungi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi, aku masih sempat ke kawasan Tomohon dan melihat pengrajin Rumah Kayu Tomohon. Sebuah industri rumah rakyat yang hasilnya banyak dikirim ke daerah lain di seluruh Indonesia. Rumah Tomohon sangat terkenal dengan ciri khas bangunan yang tinggi menggunakan tangga dengan bahan kayu yang kuat. Setelah mampirlah ke Danau Linow menikmati pemandangan indah danau yang mengeluarkan hawa dan aroma Belerang. Jangan lupa menikmati Pisang Goreng Goroho + Sambal Roa dan Secangkir Kopi Panas.

Ada Restaurant di Danau Linow, keren!

Danau Linow, Indah tetapi mengeluarkan Aroma Belerang yang kuat.

Tempat photo dan Selfi di Tepi Danau Linow sambil menikmati Pisang Goreng  Goroho dan Kopi Panas!  

NGUPI DI KEDAI KOPI TIKALA YANG LEGEND!
Pada kunjunganku yang terakhir, awal Agustus 2019 ini, sejak dari Jakarta aku sudah mengagendakan untuk mengunjungi Kedai Kopi Tikala. Ini bukan cafe modern seperti Starbuck, Anomali atau Kopi Caribou. Kopi Tikala usaha turun temurun yang sudah buka sejak tahun 1938, sebelum Indonesia merdeka. Sekarang sudah generasi kedua dan ketiga. Tempatnya tentu saja, sangat sederhana, apa adanya, gelap dan tidak sejuk seperti cafe modern. Tidak ada Coffee Machine, Grinder atau Barista. Disini, Kopi disiapkan di dalam Teko dengan Saringan, satu Teko untuk Kopi dan satu Teko untuk Teh. Lalu ada 2 Ceret lebih besar untuk tempat Air Panas/Mendidih, mungkin semacam water tank pada Coffee Machine modern pembuat espresso. Tidak perlu listrik, Ceret/Teko pembuat Kopi dan Teh dipanaskan menggunakan Arang Bakar dari Batok kelapa. Kompor Arang Bakar atau Tungku Api ini juga berfungsi untuk membakar Roti. Semuanya disiapkan oleh pembuat Kopi, Teh, sekaligus pelayan, juga yang membersihkan Piring/Gelas. Jadi sebagai Barista all in.





Saya bukan Barista! Tetapi Kopi ini Pasti Lezat.

Roti Bakar Pakai Mentega dan Gula, Lezat kali!

Ini Kopi Sulawesi Utara dari kawasan Tomohon yang disiapkan, disiapkan secara khusus. Pasti Enak.

Tidak perlu mesin espresso seharga puluhan/ratusan juga, cukup Ceret/Teko Sederhana dan Arang Bakar.

Kue-Kue Tradisionil yang Lezat





Thursday, 15 August 2019

Kereta Bandara; Kenapa Tetap Sepi

Ticketing Kereta Bandara di Kualanamu; Megah tapi sepi pengunjung



toto zurianto

Setelah beberapa waktu, saya kembali menggunakan Kereta api Bandara Railink dari Bandara Kualanamu, Deli Serdang menuju Stasion Kereta Api Medan di kawasan Lapangan Merdeka. Jarak sejauh 27 kilometer ditempuh sekitar 47 menit tanpa hambatan. Cukup cepat dan nyaman, bahkan untuk Route sebaliknya, dari Stasion Kereta Api Medan di lapangan Merdeka menuju Bandara Kualanamu bisa ditempuh hanya selama 31 menit. Biayanya berapa? Cuma Rp100.000 per orang. Dibandingkan dengan Taxi tentu saja ini jauh lebih murah, terutama kalau kita pergi hanya sendiri. Apalagi kondisi jalan di kota Medan terkenal sangat macet. Memang ada jalan Toll, tetapi terbatas. Jadi penggunaan Kereta Bandara adalah salah satu alternatif terbaik. Tentu saja, kita bisa juga memanfaatkan Bus Bandara, Bus Damri dan bus-bus lain yang menawarkan kenyamanan yang cukup baik dengan harga yang murah.
Tapi setelah sekitar 6 tahun, Kereta Bandara Kualanamu - Medan masih tetap bagus, bersih dan besar. Ini berita bagus. Berita kurang menggembirakan, masih terlalu sedikit penumpang pesawat yang memanfaatkan sistem transportasi bagus ini. Siang itu, pada pemberangkatan Pukul 10.10 dari Kualanamu ke Stasion Medan, tidak banyak penumpang yang menggunakan kereta bandara ini. Dari setiap gerbong, mungkin hanya terisi antara 10 sampai 20 penumpang. Ruang tunggu yang indah dan luas di Bandara, sunyi sepi. Mungkin karena itu, tidak banyak toko-toko atau restaurant yang beroperasi dari tempat ini.
Tentu saja, kita perlu melakukan evaluasi dan membuat usulan yang lebih baik mengenai perjalanan kereta api bandara. Kita juga mempunyai fasilitas yang sama di Jakarta. Ada fasilitas Kereta Bandara yang berangkat dari Stasion BNI City Sudirman/Dukuh Atas menuju Bandara. Situasinya masih sangat mirip. Sepi pengguna. Sementara beberapa daerah lain juga sudah mempunyai atau sedang membangun jaringan Sistem Kereta Api Bandara seperti yang ada di Kualanamu-Medan. Sudah 6 tahun yang di Medan, dan sudah 2 tahun yang di Jakarta. Tugas kita bukan sekedar membangun, tetapi bagaimana pengeluaran biaya yang besar ini bisa mengurangi kepadatan lalau lintas Jalan Tol menuju dan dari Bandara Kualanamu (Medan) dan Soekarno Hatta (Jakarta).

Pintu Masuk menuju Kereta Bandara, cukup Sepi.

Kereta Api Bandara Medan Kualanamu yang bersih, bagus
dan lega dengan  fasilitas penyiimpanan Barang yang bagus.

Nyaman, tempat duduk yang nyaman. Seharusnya menjadi pilihan penumpang
pesawat, terutama yang bepergian seorang diri.

Petugas Pengawas Perjalanan Kereta Api Bandara;
cuma menghitung jumlah penumpang.

Sunday, 4 August 2019

Pisang Goroho Ciampea Bogor

toto zurianto

Kalau anda pernah ke Manado, cobalah Pisang Goreng Goroho yang lezat. Rasanya tidak terlalu manis seperti pisang Raja atau Pisang Tanduk. Agak mirip dengan Pisang Kepok yang belum terlalu matang. Orang Minahasa, Manado biasanya memakan pisang goroho dengan dipotong tipis-tipis, digoreng tanpa tepung. Bentuknya seperti kripik, lalu dimakan dengan cocolan sambal. Bisa dimakan dengan sambal Roa, atau sambal Bawang Cabe Rawit, sama-sama enak.  Pokoknya sangat lezat. Ada juga yang digoreng dengan tepung dan dibelah dua tidak terlalu tipis. Kita bisa menikmati Pisang Goreng Goroho di banyak Restaurant, Warung Kopi, atau dzi Hotel-hotel di Kota Manado dan di Minahasa.
Tahun lalu aku berkunjung ke Danau Linow, sekitar 1 jam lewat sedikit dari kota Manado ke arah Kota Tomohon. Di area danau kecil ini ada Restaurantnya yang cukup baik. Bahkan sangat indah untuk menikmati danau dengan bau belerang yang kuat. Pengunjung memang tidak ada yang turun atau mandi ke danau yang "cukup berbahaya itu". Karena itu, duduk-duduk di Restaurant di tepi Danau Linow sambil kongkow-kongkow, sungguh nikmat. Udaranya sejuk, sesejuk hawa pegunungan. Apalagi di sore hari, sejak sekitar jam 3 sore, kita menikmati pemandangan danau sambil menikmati pisang goreng Goroho. Pisang khas yang banyak tumbuh di sekitar Sulawesi Utara ini, merupakan hasil persilangan antara jenis Pisang Musa Balbisiana dengan jenis Pisang Musa Acuminata. Rasanya yang tidak terlalu manis, dipercaya, bisa dikonsumsi bagi penderita Diabetes dan sakit Darah Tinggi. Juga bisa mengurangi kolesterol.






Ini Pisang Goroho, tipis seperti Keripik.

Pisang Goroho, cocolan Sambal Roa, secangkir Kopi Tomohon.



Menanam Pisang Goroho di Ciampea Bogor
Tahun lalu, terkesan dengan rasa dan manfaat Pisang Goroho, aku membawa bibit Pisang Gororo dari Manado. Ada 2 batang, ukuran sekitar 40 cm, dibungkus koran, kubawa ke Jakarta. Beberapa hari kemudian, salah satu bibit kubawa ke Bogor, yang satu lagi ditanam di Jakarta. Di Bogor, tepatnya di sekitar Kecamatan Ciampea, di Desa Tegal Waru, rupanya tanahnya cukup cocok untuk Pisang Goroho.


Bulan lalu Pisangnya mulai besar dan cukup subur dengan
warna Pisang yang Hijau dan lebih panjang.

Ketika Jantungnya mulai mengeluarkan sisir pisang terakhir.
Setelah cukup lama menunggu, minggu lalu aku mulai memanen hasil pertama penanaman Pisang Goroho edisi Villa Boncabe, Ciampea, Bogor. Ada 8 sisir pisang dengan kulit berwarna hijau. Puas rasanya, ternyata dengan cara yang biasa-biasa saja, Pisang Goroho yang selama ini tumbuh subur di Sulawesi Utara di Tanah Minahasa, bisa tumbuh subur di tanah Sunda. Tepatnya di Villa Boncabe, Desa Tegal Waru, Ciampea, Bogor.

Mari menikmati panen pertama Pisang Goroho di Ciampea Bogor.