toto zurianto
Selalu menjadi perdebatan pada kalangan publik atau bahkan diperusahaan-perusahaan, apakah seorang pemimpin atau pejabat itu berhasil atau tidak. Contohnya, misalnya kalau kita me-refers kepada mantan Gubernur DKI Sutijoso pada masa jabatannya, "Apakah Sutijoso berhasil atau tidak?". Jawaban dari sepuluh orang untuk bertanyaan seperti ini akan sangat bervariasi. Banyak yang mengatakan Sutijoso tidak berhasil, misalnya ybs dianggap tidak mampu mengatasi masalah banjir, kemacetan lalu lintas, atau semrawutnya pedagang kaki lima. Tapi ada juga yang mengatakan Sutijoso berhasil, misalnya, melalui kekuatannya menerapkan proyek transportasi Jalan Bus "Bus Way" yang saat ini sudah beroperasi pada berbagai jalur di ibukota. Lalu sebenarnya, apakah Sutijoso berhasil? Begitu juga dengan performance pemimpin yang lain, bahkan Presiden SBY juga sangat bisa diperdebatkan.
Ukuran performance atau keberhasilan seseorang memang sering mendapatkan perdebatan masyarakat. Kenapa? Karena ada beberapa elemen pengukuran keberhasilan yang tidak kita lakukan. Paling penting adalah menyetujui bentuk target yang akan digunakan sebagai alat ukur sebelum pelaksanaan kegiatan. Kalau target tersebut tidak kita definisikan, bagaimana kita atau orang lain bisa meng-klaim bahwa kita berhasil atau gagal. Bahkan misalnya, urusan BusWay saja, akan bermacam-macam kesimpulan yang bisa kita berikan. Bisa berhasil karena cukup konsisten dijalankan dan lumayan perannya memberikan manfaat bagi masyarakat. Tapi bisa juga tidak karena masih banyak yang tidak efektif pelaksanaannya, mungkin proses pengadaannya tidak berlangsung baik, atau masih sering melanggar peraturan lalu lintas. Setelah target ditetapkan, alat ukur juga harus jelas. Seberapa besar pencapaiannya, dan bagaimana cara mengukurnya. Selalulah melakukan penetapan atau kesepakatan terlebih dahulu, antara orang yang melaksanakan (pelaksana) dengan pihak-pihak yang mempunyai otoritas untuk melakukan pengukuran. Tidak semua orang bisa atau boleh menyatakan apakah seseorang itu berhasil atau sukses.
Kita sering menyaksikan atau membaca berita-berita kurang pas di media massa. Cukup banyak masyarakat, atau kelompok masyarakat, atau para pejabat negara, atau terlebih lagi para politisi yang melakukan penilaian performance seorang pejabat dengan ukurannya sendiri-sendiri. Kalau dia menyukainya, dia bilang pejabat itu sukses, sebaliknya kalau dia kurang suka, dia katakan pejabat itu mempunyai banyak kelemahan dan tidak berhasil.
Hal lain yang juga sering tidak proporsional dalam konteks kinerja adalah soal siapa yang harus bertanggung jawab apa. Pada lembaga publik, kita cenderung menghakimi pejabat paling atas saja. Kalau ada kecelakaan pesawat, langsung yang kita anggap salah adalah Menteri Perhubungan. Kalau Jakarta banjir, Gubernur-lah yang kita kritik. Tentu saja ada yang menjadi porsi para pejabat puncak, tetapi ada juga yang menjadi tanggung jawab orang lain sesuai kesepakatan target yang sudah disusun pada masing-masing pihak yang berkepentingan. Sangat penting untuk membuat kejelasan dan memutuskan siapa melakukan apa dan siapa bertanggung jawab apa!
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mempunyai suatu alat ukur yang disepakati dengan parameter pengukuran yang jelas dan siapa yang melaksanakannya. Jangan sampai kita mengabadikan pola pemberian judgment tanpa ada alat ukur dan evaluasi yang jelas.
No comments:
Post a Comment