toto zurianto
Sampai dengan Sabtu pagi (11 April 2009), Partai Demokrat pimpinan Presiden SBY masih tercatat sebagai pemenang Pemilu Indonesia versi Quick Count beberapa lembaga survei (Lingkaran, LSI, LSN, CIRUS dan LP3ES) dengan meraih 20,4% suara, lebih tinggi dari PDI Perjuangan (14,8%) dan Partai Golkar (14,4%). Khusus posisi 2 dan 3, ada perbedaan diantara lembaga-lembaga survei yang ada tetapi dengan persentase sekitar 14,2 sampai dengan 14,8%. Kadang-kadang PDI-P di peringkat 2 ada juga yang diperingkat 3. Partai lain yang masuk kelompok 10 besar adalah PKS, PAN, PPP, PKB, Gerindra, Hanura dan PBB (lihat Tabel).
1 Partai Demokrat 20,4
2 Partai Golkar 14,8
3 PDI Perjuangan 14,4
4 PKS 8,6
5 PAN 5,8
6 PPP 5,4
7 PKB 5,1
8 Gerindra 4,5
9 Hanura 3,8
10 PBB 1,7
Peningkatan suara Partai Demokrat (PD) yang sangat siknifikan pada Pemilu 2009 dibandingkan Pemilu 2004, sungguh sangat luar biasa. Banyak pengamat yang menyebutkan hal itu terjadi akibat adanya Faktor SBY pada peristiwa ini. Pribadinya yang tidak meledak-ledak dan antikorupsi, antara lain tidak pandang bulu dengan menegakkan korupsi, disebut-sebut sebagai faktor penting yang menyebabkan kesuksesan PD. Hal ini dapat dimengerti mengingat tokoh lain di PD, saat ini bukan saja tidak terkenal tetapi dirasakan kurang menonjol, kecuali nama-nama seperti Andi Malarangeng dan Anas Urbaningrum.
Lalu kenapa Partai Golkar (PG) dan PDI Perjuangan (PDI-P) kini terseok-seok? Tentu akan banyak alasan yang bisa dikemukakan, antara lain akibat tuntutan perubahan yang gencar disampaikan para pemilih, juga “dosa-dosa masa lalu” yang sering begitu kejam tidak mengenal ampun. Memang masyarakat belum mempunyai referensi yang cukup mengenai profesional yang ada di PD. Masyarakat belum melihat para ahli yang cukup pada jajaran PD, terutama dukungan ahli ekonomi dan politik yang cukup memadai seperti yang kini banyak terdapat di PG dan PDI-P.
Kemenangan PD memang belum final dan masih menunggu hasil perhitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang baru resmi sekitar 2 minggu setelah Pemilu. Persentasenya juga belum cukup kuat, baru sekitar seperempat dari suara yang ikut memilih. Tetap saja PD belum bisa melangkah santai untuk menuju Senayan, apalagi menjamin bahwa Presiden SBY sudah pasti menjadi presiden pada pemilihan Presiden/Wapes pada bulan Oktober 2009 yang akan datang. Pertentangan yang lebi dahsyat tetap akan terjadi di depan, dan tugas para kader pemenang Pemilu masih sangat berat, terutama dalam rangka menjalin koalisi awal paska Pemilu Legislatif ini.
Sampai saat ini, koalisisi PD pada Pemilu 2004, kelihatannya masih tetap prospektif dan cukup solid, seperti PKS, PAN, PPP dan PBB. Sementara 2 partai pendatang baru yang cukup menggelora, Partai Gerindra Pimpinan Prabowo dan Partai Hanura Pimpinan Wiranto sudah menyatakan tidak ke Partai demokrat dan terlihat mulai dekat dengan PDI Perjuangan yang nyata-nyata menolak untuk berkoalisi dengan PD. Kalau aliansi PG dan PDI-P serta beberapa partai lain membentuk kekuatan sendiri yang berbeda dengan lingkaran PD cs, sangat menarik untuk mengamati perkembangan peta politik nasional Paska Pemilu Legislatif 2009 ini. Kedua kubu ini sama-sama akan didukung oleh kekuatan yang cukup berimbang pada kisaran antara 40 sampai dengan 45% suara. Tentu saja, kegiatan menjelang Pemilu Presiden pada bulan Oktober mendatang akan semakin menarik dan menggairahkan.
Kita tentu saja berharap, para legislator pada periode 2009 – 2014, benar-benar mampu menjalankan profesi legislator secara profesional. Masyarakat sudah muak dengan legislator yang rakus kepada uang dan memainkan sidang-sidang DPR dalam rangka memaksa untuk mendapatkan uang. Masyarakat tidak lagi bisa dibutakan oleh para pemeras yang hanya berharap bisa mendapatkan uang hasil Fit and Proper Test yang selama ini bergentayangan sedemikian bebas. Kita perlu terpesona dengan sidang-sidang DPR yang ditampilkan oleh legislator yang berbobot. Hari ini, para pimpinan partai politik perlu mempunyai agenda untuk meningkatkan derajat anggotanya dengan selalu melakukan up-grading terhadap kualitas anggotanya secara terus menerus. Suasana persidangan yang sepi karena para anggota melaksanakan objek lain di luar sidang, sangat memalukan kalau ke depannya masih tetap terjadi dan dianggap kejadian biasa-biasa saja. Pemenuhan daftar hadir anggota sekedar formalitas, terlalu memuakkan untuk terus dipertahankan. Pimpinan partai politik perlu melakukan pemantauan akan aktivitas dan kualitas angotanya yang duduk di kursi DPR tanpa pandang bulu. Para anggota DPR, termasuk DPRD I, II dan DPD, perlu mempertanggungjawabkan amanat masyarakat yang telah diberikan kepadanya melalui pencontrengan dalam Pemilihan Umum. Apalagi biaya gaji (honor) yang diberikan kepadanya juga tidak sedikit.
Permintaan kami tidaklah muluk-muluk. Berikan kami kebanggaan kepada anda karena anda adalah wakil kami yang terhormat, yang intelek, punya integritas dan reputasi.
No comments:
Post a Comment