Rabu kemaren 1 September 2015 Presiden mengumumkan nama-nama calon Pimpinan KPK hasil Panitia Seleksi Pansel KPK. Ada 8 nama yang disampaikan; Saut Situmorang, Surya Tjandra, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Agus Rahardjo, Sujanarko, Johan Budi dan Laode Muhammad Syarif. Nama-nama ini sebagian besar adalah aktifis di lingkungan penegak hukum, ada juga kalangan internal KPK. Tetapi, menurut penjelasan Presiden, nama-nama ini cukup mewakili banyak unsur sehingga diharapkan KPK dapat berjalan dengan lebih baik.
Namun demikian, para pembela KPK dan masyarakat gerakan Anti Korupsi, menganggap hasil kerja Pansel Pimpinan KPK (Pansel 8), tidak maksimal. Bahkan dinilai dapat melemahkan KPK. Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi Febri Hendri dan Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mempersoalkan sejumlah nama yang diusulkan oleh Pansel 8. Masih terasa kecenderungan memberi ruang ruang kepada pihak-pihak yang selama ini nyata-nyata ingin melemahkan KPK" kata Febri (Sindo, 2 September 2015).
Beberapa waktu yang lalu, tentunya banyak masyarakat yang menilai adanya gerakan-gerakan untuk melemahkan KPK melalui kriminalisasi dan mengurangi kewenangan organisasi (lembaga) KPK.
Bahkan banyak yang menilai, keputusan Pansel yang seolah-olah menetapkan calon pimpinan KPK atas dasar perwakilan (polisi dan jaksa). KPK harus independen tanpa dipengaruhi oleh lembaga lain yang membuat kinerja KPK menjadi tersandera. Semua Pimpinan (dan keputusan KPK) harus independen dan harus bebas dari beban loyalitas ganda yang sebenarnya bersifat personal.
Riwayat Hidup Singkat Calon Pimpinan KPK
Saut Situmorang, saat ini menjabat
sebagai anggota Staf Ahli Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Ia juga
merupakan akademisi yang mengajar ilmu kompetitif intelijen di Universitas
Indonesia. Surya Tjandra dosen Fakultas
Hukum Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta. Dalam wawancaranya dengan Pansel,
Surya mengaku meminta rekomendasi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
untuk maju sebagai pimpinan KPK. Basaria Panjaitan perwira tinggi
Polri yang mengajar di Sekolah Staf dan Pimpinan Polri di Lembang.
Keikutsertaannya dalam seleksi KPK mendapatkan dukungan penuh dari Wakapolri
Komjen Budi Gunawan. Ia pernah menjadi Kepala Biro Logistik Polri, Kasatnarkoba
di Polda NTT, dan menjadi Direktur Reserse Kriminal Polda Kepulauan Riau. Dari
Batam, Basaria ditarik ke Mabes Polri, menjadi penyidik utama Direktorat Tindak
Pidana Tertentu Bareskrim. Alexander Marwata hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Ia merupakan lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan Universitas
Indonesia (UI). Sebelum menjadi hakim, Alexander adalah salah satu auditor di
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Agus Rahardjo adalah Kepala
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Sebelumnya, Agus
menjabat sebagai Ketua Umum DPP Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia. Namun, pada
tahun 2010, ia memilih mundur karena kesibukannya di LKPP. Sujanarko di Komisi
Pemberantasan Korupsi, Sujanarko menjabat sebagai Direktur Pembinaan Jaringan
Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI). Johan Budi Sapto Pribowo salah seorang Pimpinan Sementara (PLT) Komisi
Pemberantasan Korupsi. Presiden Joko Widodo menunjuk Johan bersamaan dengan dua
pelaksana tugas lain, yaitu Taufiequrachman Ruki dan Indriyanto Seno Adji,
untuk menggantikan dua pimpinannya yang menjadi tersangka, Abraham Samad dan
Bambang Widjojanto. Mulanya, Johan merupakan Juru Bicara KPK hingga tahun 2014.
Kemudian, pria yang berlatar belakang wartawan ini sempat diangkat menjadi
Deputi Pencegahan KPK. Laode Muhamad Syarif berprofesi
sebagai dosen di Universitas Hasanuddin sekaligus sebagai konsultan hukum
lingkungan. Laode juga perancang kurikulum dan pelatih utama dari Kode Etik
Hakim dan Pelatihan Hukum Lingkungan Hidup di Mahkamah Agung (MA) RI.
No comments:
Post a Comment