Monday, 31 May 2010

Convenience Store

toto zurianto

Toko Serba Ada dan Serba Menyenangkan, atau Kedai 24 jam, atau apapunlah namanya. Kini perkembangannya semakin cepat, terutama di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Beberapa diantaranya adalah pemain internasional yang namanya sudah sangat terkenal seperti Circle K (CK) dan Seven Eleven (7-11). Brand lokalpun kita merambah secara cepat, tentu saja brand lokal yang sangat kuat, seperti Indomaret dan Alfa Mart (juga beralifiasi dengan brand internasional).

Diantara berbagai merek convenience store yang paling kita kenal Circle K (CK), yang mulai berdiri pada tahun 1951, ketika itu hanya berupa 3 buah Toko Kay's Food Store di El Paso Texas. Kini jumlahnya mencapai 4300 jaringan di Amerika Serikat, dan lebih dari 3000-an di negara-negara lain, termasuk di Indonesia yang (2010) jumlahnya sudah lebih 100 toko.

Kini, meskipun harga-harga di CK relatif lebih mahal dibandingkan dengan di supermarket atau di minimarket, tetap saja, semakin banyak pelanggan yang mendatangi CK dan menikmati pelayanan dan penataannya yang relatif bagus. begitu juga dengan 7-11 yang pada awalnya beroperasi mulai jam 7 pagi sampai jam 11 malam sehingga disebut Seven Eleven.

Thursday, 27 May 2010

Kepercayaan, Selalu pelihara dan tingkatkan!

toto zurianto

Satu hal yang harus kita pelihara adalah "tingkat kepercayaan orang terhadap diri kita". Seperti apa orang lain mempercayai kita, atau kalau kita sedang menjalankan suatu perusahaan, seberapa besar pelanggan kita (customer) atau stakeholders yang lain mempercayai produk atau layanan yang kita berikan. Kalau kita menjadi seorang kepala keluarga, seberapa besar anggota keluarga yang lain mempercayai kita.

Bagaimana orang atau pihak lain menilai kita adalah penting untuk kita perhatikan. Bahkan suatu negara atau seorang kepala pemerintahan yang paling kuat sekalipun, akan hancur dalam bilangan waktu ketika kepercayaan (trust) menjadi berakhir.

Karena itu, merupakan suatu keharusan bagi kita, secara individu, keluarga, atau organisasi, atau bahkan para pemimpin negara, untuk menyadari, bahwa meningkatkan kepercayaan merupakan kewajiban dan pekerjaan panjang yang tidak boleh dilupakan apabila kita ingin mendapatkan keberhasilan. kelalaian kita menjaganya akan membuat kita hancur dan menderita. Tetapi, ketika kita mampu menjaga "kepercayaan" ini, maka kita akan menjadi mudah menjalani kehidupan kita.

Bukan mempertahankan kekuasaan

toto zurianto

Kongres Partai Demokrat belum lama ini telah membawa Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum partai tersebut. Hasil akhir kongres sungguh luar biasa, betapa kehebohan yang berlangsung berbulan-bulan, khususnya perseteruan perebutan kekuasaan antara Andi A. Malarangeng dengan Anas Urbaningrum, pada akhirnya melahirkan suatu tatanan yang lebih baru di khasanah perpolitikan nasional.

Tetapi dampak dari kongres belumlah berakhir. Kini, ada 2 hal menarik yang muncul ke permukaan yang menarik hati tidak saja bagi para pengamat politik kita, termasuk juga oleh para politisi, partai Demokrat dan partai lainnya. Pertama, munculnya Majelis Tinggi Partai Demokrat (MTPD) yang memiliki "kekuasaan tinggi" bahkan melebihi kekuasaan Ketua Umum atau Dewan Pimpinan Pusat Partai. Termasuk kekuasaan untuk tidak menyetujui hasil-hasil atau keputusan Ketua Umum/DPP. Juga dalam rangka menetapkan nama-nama calon Presiden, atau calon Gubernur, juga calon Anggota DPR dari Partai Demokrat.

Apabila pada akhirnya MTPD ini benar-benar memiliki kekuasaan luar biasa sebagaimana yang banyak disebutkan, dan kebetulan jabatan tersebut dipegang atau diketuai oleh Susilo Bambang Yudhoyono, maka reformasi menjadi suatu partai modern oleh Partai Demokrat, sekaligus sebagai sebuah partai yang menjalankan organisasi dan manajemen secara modern yang sebelumnya banyak dijadikan contoh oleh partai/politisi lain, keadaannya diperkirakan, akan berbalik dan menjadi biasa-biasa saja. Ini adalah salah satu pertaruhan antara keinginan untuk melakukan reformasi politik melalui organisasi dan leadership sebagai suatu partai modern, dengan semangat untuk tetap mempertahankan suatu kekuasaan.

Isu kedua yang juga menarik adalah adanya wacana yang dikemukakan oleh (sebagian) politisi Partai Demokrat untuk memunculkan Ny Ani Yudhoyono, istri Presiden SBY, sebagai calon presiden dari Partai Demokrat. Wacana ini tentu saja menarik perhatian tidak saja bagi kalangan Partai Demokrat, tetapi terutama oleh kalangan luar. Muncul banyak pertanyaan di hati masyarakat atas wacana yang mengejutkan ini. Bagaimana mungkin, pada satu sisi Partai Demokrat berulang-ulang memproklamirkan dirinya menjadi sebuah partai modern, kemudian di sisi lain, dengan berbagai alasan, mencoba memunculkan wacana tidak populer yang membuat masyarakat menjadi bingung. Bingung karena masyarakat tidak memahami cara-cara yang masuk akal yang dilakukan oleh sebuah partai modern untuk memunculkan nama-nama tertentu (tentunya sebagai kader partai terbaik yang paling kompeten) menjadi calon Presiden Republik Indonesia.

Tentu masyarakat tidak ingin meng-klaim bahwa Ibu Ani Yudhoyono itu pantas atau tidak pantas menjadi calon Presiden dari Partai Demokrat. Bisa saja Ibu Ani Yudhoyono adalah seorang calon terbaik partai tersebut. Bagi masyarakat, yang paling penting adalah, ukuran apa yang digunakan untuk mengatakan seseorang itu layak menjadi calon Presiden dari partai Demokrat. Apabila hal ini tidak mampu dijelaskan oleh pimpinan partai Demokrat, akan muncul stigma negatif terhadap partai dan tentunya kepada Ketua MTPD. Bahkan kemunculan Ibas dalam panggung politik nasional yang berlangsung sangat cepat, sudah memunculkan pendapat pro dan kontra yang berpotensi membuat Partai Demokrat menjadi kesulitan untuk menjelma menjadi sebuah partai modern. Jangan sampai par SBY menjadi kesulitan untuk menjawab isu nepotisme yang bagaimanapun akan menyulitkan partai demokrat dalam rangka memenangkan Pemilu tahun 2014.

Dua hal ini menjadi agenda penting dari orang-orang Partai demokrat yang apabila tidak dihandle secara baik, dipastikan akan melahirkan dampak negatif yang akan menyulitkan partai.

Negeri 5 Menara

toto zurianto

Buah karya Ahmad Fuadi ini bercerita tentang kisah-kisah anak pondok (pesantren) yang selama ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas. Terutama mengenai perjalanan penulisnya yang dalam cerita ini dikenal dengan nama Alif, anak asli Minangkabau dari Desa bayur di sekitar Danau Maninjau Sumatera Barat yang atas keinginan ibunya, "terpaksa" membatalkan cita-citanya untuk memasuki sekolah umum (SMA Negeri Bukit Tinggi).

Seperti cerita perjalanan lainnya, kisah ini selalu menarik, perjalanan hidup masa-masa penting seorang remaja belasan tahun, memulai sekolah, tetapi bukan di sekolah umum. Pondok Pesantren adalah suatu bentuk pendidikan sangat khas Indonesia yang menganut sistem asrama (dormitory). Semua murid harus tinggal, belajar, dan hidup hanya di lingkungan asrama. Lebih khusus lagi, mereka harus mempelajari berbagai ilmu, tidak hanya ilmu agama (Islam), tetapi juga ilmu umum. Termasuk pula yang mendapat porsi paling tinggi adalah mempelajari Bahasa, khususnya bahasa Arab dan Inggris. Kedua bahasa ini menjadi wajib, tidak ada ampun bagi murid-murid di luar murid Kelas I yang masih menggunakan bahasa lain di luar bahasa Arab dan bahasa Inggris.

Kehidupan Pondok Pesantren, yang dalam cerita ini disebutnya dengan Pondok Madani (PM), sesungguhnya jauh berbeda dengan apa yang selama ini banyak diduga orang (luar non pesantren). 4 hal menarik yang menurut saya telah membuka cakrawala orang luar atas kehidupan pesantren adalah; kehebatan seorang guru (uztad atau kia) yang luar biasa, sifat-sifat ikhlas yang menjadi dasar atau roh dari keberadaan pesantren, penerapan aturan disiplin yang tidak bisa ditawar-tawar, dan munculnya kompetisi diantara murid yang terbangun secara kesatria.

Ustad atau Kiay, adalah lambang kepemimpinan dan semangat idealisme pesantren yang kesehariannya, meskipun ditakuti, tetapi terutama akibat kemampuannya di dalam membangun semangat dan motivasi para murid 24 jam tidak pernah berhenti sepanjang hari dan malam. Kapan saja seorang murid memerlukan jawaban yang tidak didapatnya dari lingkungannya, maka jawaban itu dapat disetiap saat dicarinya dari seorang ustad atau kiay.

Kedua, menjalani kehidupan secara ikhlas, merupakan ajaran penting yang diharapkan bisa membuat seseorang, mampu mengendalikan dirinya tanpa melalui prasangka dan dugaan yang belum tentu benar. Berbuat ihklas adalah ujian penting yang memerlukan perjalanan dan jam terbang panjang sebelum seseorang, bisa 100% ikhlas dalam menghadapi, tidak saja dunia belajar di pesantren, tetapi termasuk setelah seseorang khatam (tamat) dari sebuah pesantren.

Selanjutnya, saya paling menikmati hal-hal yang berbau peraturan dan disiplin. Tidak mungkin pesantren bisa jalan bagus kalau tidak mampu menjaga kedisiplinan secara konsisten. Bayangkan suatu komunitas sekolah dengan 3000 orang santri, apa jadinya kalau pengurus pesantren tidak mampu menjaga peraturan secara konsisten. Bisa-bisa pesantren bubar secara cepat. Tetapi inilah kekuatan masyarakat pesantren, yang mengenai disiplin, penerapannya tidak memerlukan aturan atau surat edaran tertulis berpuluh halaman untuk dibaca dan dipahami. Aturan disiplin, hanya dikomunikasikan oleh seorang Ustad atau Murid yang lebih senior secara lisan. Hanya dibaca, tidak ada dokumen yang diberikan. Lalu disebutkan sanksi-sanksi tertentu bagi santri yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin. Lalu, semuanya memahami dan dijalankan secara konsisten. Untuk urusan disiplin ini, sehari-hari terutama diawasi oleh murid kelas 6 yang sudah senior dan segera meninggalkan pondok. Sehari-hari, bisanya dia dibantu oleh pemantau (pengamat siapa murid yang melanggar disiplin) yang berasal dari murid-murid yang "sedang menjalani hukuman disiplin". Persoalan penegakan disiplin sama saja dengan penerapan manajemen modern yang memberikan kewenangan bagi setiap orang untuk terlibat aktif tetapi dengan cara yang lebih bertanggung jawab.

Akhirnya saya juga sangat terkesan dengan suasana kompetisi yang dibangun secara fair di antara para murid pesantren. Termasuk penerapan sistem evaluasi dan reward yang sehari-hari lebih jelas implementasinya di Pondok dibandingkan dengan yang dilakukan di perusahaan-perusahaan modern atau di berbagai lembaga pemerintahan lainnya. Semua pelajaran yang sehari-harinya ditransmisikan secara ikhlas di antara penghuni pesantren, baik; Kiay, ustad ataupun para murid/santri, selalu diwarnai oleh suasana kompetisi yang diharapkan mampu meningkatkan motivasi kerja para santri. Semua pelajaran selalu diharapkan bisa dinikmati, dilaombakan untuk mendapatkan calon peserta terbaik. Apakah mengenai Al Qur'an, ilmu umum, bahasa Inggris, atau apa saja, termasuk pertandingan Sepak Bola, Teatre/Kesenian, kebersihan, atau kegiatan lain. Inilah cara anak pesantren membangun kualitas dirinya, kualitas manusia Indonesia seutuhnya.

Masih banyak cerita menarik yang dituturkan Alif bersama teman-temannya sesama santri dari Kelompok Sahibul Menara, antara lain; Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep Madura, Atang dari Bandung, dan Baso dari Gowa Sulawesi Selatan. Tidak sama dengan buku dan perjalanan Laskar Pelangi-nya Andre Hirata. Tetapi keduanya, baik LP maupun N5M, cukup syarat dengan usaha dan perjuangan serta penerapan nilai-nilai kehidupan dan cita-cita yang setidak-tidaknya bisa memberikan inspirasi bagi pembaca dan penikmat cerita anak Indonesia.

Tuesday, 25 May 2010

Yudhoyono, Penguasa Mutlak Demokrat?

toto zurianto

Setelah menyaksikan pentas demokrasi yang menarik berupa perebuatn kekuasaan Ketua Umum Partai Demokrat antara Marzuki Alie, Andi Malarangeng, dan Anas Urbaningrum yang akhirnya dimenangkan Anas Urbaningrum, kita mulai mengetahui sesungguhnya kekuasaan Ketua Umum PD tidaklah sebesar ketua umum yang banyak dikenal di partai politik lain. PD kali ini, agaknya mulai secara formal menjalankan aspirasi SBY dengan membentuk Majelis Tinggi Partai (MT) yang terdiri dari 9 orang diketuai oleh SBY sendiri. Sedangkan Ketua Umum hanya menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Tinggi.

Wewenangnya akan sangat luas (Koran Tempo, 25 Mei 2010), seperti; memiliki kewenangan untuk membatalkan hasil rapat pleno Dewan Pimpinan Pusat Partai, menentukan calon Presiden dan Wakil Presiden dari Partai Demokrat, menentukan partai-partai yang diajak untuk berkoalisi, bahkan menentukan calon Gubernur, calon Wakil Gubernur, dan calon Anggota DPR dari partai Demokrat.

Kalau PD akhirnya memiliki struktur organisasi seperti ini, yaitu dengan mendudukkan Majelis Tinggi sebagai kekuatan partai yang paling tinggi, beberapa pengamat politik mulai mengendus bagaimana Partai Demokrat mulai memasuki era seperti yang dilakukan di masa Orde Baru. Ketika itu Dewan Pembina dapat dikatakan sebagai penguasa sebenarnya dari Partai Golkar yang akhirnya membuat Pengurus Pusat menjadi kurang mempunyai kekuasaan. Bagi Arbi Sanit, pengamat politik Universitas Indonesia, hadirnya Majelis Tinggi ini akan membuat Ketua Umum PD (Anas) hanya menjadi pelaksana atau administrator saja.

Kita belum tahu kemana jalan dari hal-hal yang terjadi di Partai Demokrat ke depan. Salah satu episode yang terjadi, berupa pergantian kekuasaan, bolehlah menjadi inspirator bagi partai lain dan pembelajaran perpolitikan Indonesia. Tetapi, arah yang bisa melahirkan kekuasaan tanpa batas melalui peran Majelis Tinggi dan Dewan Pembina yang kebetulan saat ini diduduki oleh SBY, menjadi menarik untuk kita ikuti.

Walau bagaimanapun, kita, atau Para demokraters di Partai Demokrat bisa belajar dari perjalanan pahit Republik ini. Kita semua banyak dirugikan oleh perangai kita yang apabila sedang berkuasa, ingin agar kekuasaan itu berlangsung tanpa batas. Kita suka berasumsi bahwa keputusan kita "sering lebih benar" sehingga kurang menghargai adanya perbedaan pendapat dan cenderung otoriter. Banyak pesan yang perlu kita sampaikan ke Anas Urbaningrum, antara lain, selalulah bisa mempertahankan sikap kritis, berusaha memberikan pengertian kepada orang lain ketika mereka cenderung menganggap apa yang mereka lakukan adalah "sesuatu yang benar" sehingga selalu harus diikuti.

Monday, 24 May 2010

Anas Pimpin Partai Demokrat

toto zurianto

Anas Urbaningrum terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada Kongres II Partai tersebut di Hotel Mason Pine Padalarang Minggu malam, 23 Mei 2010 kemaren. Anas unggul setelah pemilihan putaran kedua yang akhirnya mendapatkan 280 suara 53%), sedangkan saingannya Marzuki Alie mendapatkan 248 suara (47%) dari 530 pemilik suara, 2 suara dinyatakan batal/cacat.
Kandidat lain Andi Malarangeng, Menteri Pemuda dan Olah Raga yang melakukan kampanye secara besar-besaran, tidak mampu melewati putaran kedua setelah pada putaran I hanya didukung oleh 82 suara (16%). Dengan demikian hanya Anas dan Marzuki yang maju pemilihan putaran II yang masing-masing didukung sebanyak 236 (45%) dan 209 (40%) suara.

Akhir dari drama pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat ini, memberikan pembelajaran besar tidak hanya untuk para demokraters, tetapi juga bagi para politisi dan elite Indonesia yang lain. Andi Malarangeng yang "politisi terkenal yang dikenal dekat dengan SBY" dan didukung oleh sebagian besar sesepuh Partai Demokrat, termasuk para mantan Jendral sahabat SBY, para Menteri di Kabinet SBY sekarang, para artis Demokrat yang cukup hingar bingar, dan bahkan putra Presiden SBY Ibas yang secara luar biasa memberikan dukungannya ke Andi Malarangeng, ternyata tidak mampu menunjukkan kehebatannya. Bahkan tidak bisa melewati pemilihan putaran pertama.

Kejutan lain adalah munculnya Marzuki Alie secara luar biasa yang akhirnya hanya kalah tipis dari Anas. Semula para demokraters dan juga masyarakat di luar partai Demokrat berpikir, bahwa kongres kali ini hanya sebagai ajang perseteruan antara 2 tokoh muda yang sama-sama hebat, Andi dan Anas. Andi diperkirakan akan menang mudah mengingat dukungan elite partai yang sangat luar biasa. Tetapi lagi-lagi, apa yang terjadi di partai dan di bawah, ternyata tidak seperti itu. Para pemilik suara, baik DPC maupun DPD, serta sebagian DPP, jelas-jelas menginginkan seorang pemimpin yang nyata-nyata mereka kenal, tidak hanya populer dan memiliki integritas dan kapabilitas, tetapi sekaligus memiliki track record yang teruji.

Para pendukung dan terutama Tim Sukses Andi, mungkin terlalu "PD" dan terbuai dengan statement-statement yang dikeluarkan oleh nyata-nyata "bukan peserta Kongres" yang memiliki hak suara. Contoh nyata adalah para Menteri atau para mantan Menteri dab mantan Jendral yang banyak berada di belakang Andi. Sayang, mereka sama sekali tidak memiliki hak suara untuk menetapkan pilihannya.

Para peserta Kongres II Partai Demokrat akhirnya mampu keluar dari bayang-bayang politisi Indonesia masa lalu untuk memainkan cara mereka berpolitik. Tidak harus terpengaruh oleh bisikan "setan" yang sering melakukan intervensi. Para Demokraters telah menjalankan dan menterjemahkan cara berdemokrasi ala demokraters sendiri. Kita hanya mengucapkan selamat, semoga ada manfaatnya bagi Partai Demokrat dan masyarakat Indonesia.

Friday, 21 May 2010

Masa Depan Reformasi Birokrasi

toto zurianto

Masa Depan Reformasi Birokrasi

Banyak sekali organisasi dan negara yang tidak bisa mempertahankan performance-nya ketika suksesi kepemimpinan tidak berlangsung bagus. Ketika Sri Mulyani Indrawati (SMI) menyatakan berhenti sebagai Menteri Keuangan dan ingin menduduki post baru sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia, saya tidak menganggap pekerjaan “teknikal” sebagai Menkeu sebagai tantangan besar bagi Menteri yang baru. Urusan teknikal Departemen Keuangan, mulai dari kebijakan fiskal, keuangan negara, perpajakan, bea cukai, atau yang berhubungan dengan lembaga keuangan dan moneter, secara umum akan bisa dijalankan oleh siapapun. Kenapa? Karena Departemen Keuangan, melalui Dirjen-dirjen yang ada, dipastikan telah memiliki kemampuan yang cukup dan bisa bekerja secara profesional.
Lalu apa yang akan menjadi persoalan?
Saya lebih mengkhawatirkan kelangsungan program transformasi. Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan. Program reformasi, terutama sangat tergantung kepada figure atau Leadership. Tidak semua orang yang memiliki kapabilitas tinggi dan pengalaman luas, mampu melakukan program perubahan. Perubahan atau transformasi, terutama akan banyak ditentukan oleh kemampuan memandang dua – tiga dan sepuluh langkah di depan (visioner), keberanian melakukan tindakan (courage to act), dan selalu mengedepankan keadilan dalam mengelola (fairness).

Orang-orang yang masuk kategori asebagai pemimpin yang kuat leadershipnya, jelas sangat terbatas jumlahnya. Di negara ini, apalagi yang berasal dari sektor pemerintah (birokrasi), jumlahnya lebih sedikit lagi. Banyak pemimpin yang lemah hatinya sehingga tidak mampu menjalankan program transformasi. Saya meyakini, tanpa SMI, Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan, tidak mungkin bisa dimulai seperti yang terjadi sekarang. Banyak Menteri Keuangan yang hebat sebelum ini, tetapi mereka terlihat sudah cukup nyaman memperhatikan organisasinya yang centang prenang dan amburadul. Lahh, bagaimana bisa kita mencapai tahapan yang lebih baik apabila segalanya tidak kita jalankan dengan sungguh-sungguh!
Lihat saja bukti nyata yang dilakukan SMI, ratusan bahkan lebih seribu orang sudah ditindak dan dipecat di beberapa Direktorat Jendral, terutama Bea dan Cukai dan Perpajakan sejak menerapkan Reformasi Birokrasi. Semua orang yang bersalah ditindak, bahkan dipecat. Lalu apakah SMI “tidak memiliki hati” dan demikian tegarnya menyaksikan beberapa karyawan harus dipecat? Menurut saya, sama saja SMI dengan pimpinan-pimpinan yang lain. Pasti semuanya merasa sedih ketika harus menandatangani surat pemecatan karyawannya. Tetapi itulah pilihan penting yang harus dilakukan, yaitu melakukan keputusan yang lebih adil kepada semua orang. Memberikan reward (penghargaan) kepada yang berprestasi, memberikan peringatan dan bimbingan kepada yang belum optimal, dan memberikan hukuman yang setimpal bagi yang salah atau kurang berprestasi.
Lalu bagaimana rasanya ketika Presiden akhirnya memilih Agus Martowardojo (AM) sebagai Menteri Keuangan menggantikan SMI? Saya rasa ini adalah hasil maksimal dari beberapa alternatif calon Menteri yang dipertimbangkan Presiden. AM jelas memiliki kemampuan menjalankan program transformasi sebagaimana yang pernah dijalankannya di Bank Mandiri. Ini sesuatu yang baik yang diharapkan bisa menjamin kelangsungan program Reformasi Birokrasi di lingkungan Departemen Keuangan.

Sri Mulyani Mampu Jadi Presiden, Asal ..........!

toto zurianto

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan bahwa Sri Mulyani Indrawati (SMI), mantan Menteri Keuangan yang dalam waktu dekat akan menduduki post baru sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia, memiliki kapasitas untuk menjadi Presiden. SMI dinilai memiliki kecerdasan yang cukup. JK tidak ragu memuji SMI dalam 2 hal, yaitu pintar/cerdas dan thought (Koran Tempo, 21 Mei 2010).

Tetapi, jika ia berpikir (SMI) ingin running for the President, ada hal yang harus diperbaiki, yaitu sifat yang terlalu birokratis. Terlalu mengidolakan peraturan/ketentuan sehingga sering melupakan tujuan akhir. Menurut JK, SMI terlalu taat aturan, tetapi sebenarnya yang diperlukan adalah taat tujuan.

Thursday, 20 May 2010

Agus Martowardojo, Menteri Keuangan RI

toto zurianto

Presiden SBY tidak terlalu lalu untuk memutuskan siapa pengganti Dr. Sri Mulyani Indrawati (SMI), Menteri Keuangan yang mendapatkan tugas baru sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia mulai 1 Juni 2010. Kemaren malam Presiden memutuskan untuk menunjuk Agus Martowardojo (AM) yang kini menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri, sebagai Menteri Keuangan menggantikan SMI. Juga bersamaan dengan itu, ditetapkan pula Dr. Anny Ratnawati (AR) sebagai Wakil Menteri Keuangan yang beberapa bulan lalu disebutkan akan diisi oleh Dr. Anggito Abimanyu (AA).

Menurut Presiden, alasan penunjukkan kedua tokoh tersebut, yaitu AM dan AR, terutama karena pertimbangan Kapasitas dan Integritas yang baik, juga didukung oleh pengalaman dan pengetahuan, baik di dalam dan di luar negeri

Dibanding SMI, AM tentu saja berbeda karena lebih dikenal sebagai bankir yang lebih banyak melakukan pengambilan keputusan di area yang lebih bersifat mikro. Tetapi, AM punya kesamaan pula dengan SMI, terutama bagaimana sepak terjangnya melakukan reformasi organisasi yang begitu ketat selama menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri. Tidak diragukan, AM memiliki kepiawaian sebagai seorang pembawa perubahan (change leader) yang tangguh yang selalu mengedapankan aspek kompetensi dan kontribusi dibandingkan dengan senioritas dan pertemanan. Karena itu, gerakan Reformasi Birokrasi yang sedang dijalankan, rasanya tidak perlu kita khawatirkan nasibnya selanjutnya. Bahkan saya melakini, bahwa perbaikan organisasi di lingkungan Departemen Keuangan akan menjadi semakin baik dan lebih profesional. Tidak lagi hanya sekedar peningkatan remunerasi dan pemberantasan KKN.

Lalu, bagaimana cara AM melakukan tugasnya di bidang ekonomi makro? Inipun suatu pertanyaan yang tidak perlu kita khawatirkan. Sejak dahulu, cukup banyak para Menteri Keuangan yang bukan berasal dari Sektor Makro, lihat saja misalnya Mar'ie Muhammad. Beliaupun pernah sukses, meskipun jabatan sebelumnya tidak terlalu berhubungan dengan sektor makro. Apalagi AM akan lebih mudah mengandalkan Para profesional yang ada di seluruh Direktorat Jendral dengan dukungan Leadership-nya yang cukup mumpuni.

Semoga AM dan AR bisa memberikan sesuatu yang berbeda sebagaimana yang diharapkan masyarakat.

Dengan Trust, Biaya menjadi Kecil

toto zurianto

Stephen MR Covey, penulis buku best Seller, The Speed of Trust; the One Thing That Changes Everything (2006), berulang kali pada Workshop The Speed of Trust di Jakarta kemaren (19 May 2010) mengatakan bagaimana melalui Trust (kepercayaan), sebuah perusahaan dapat meningkatkan efisiensinya dan memperoleh penghasilan yang berlipat ganda. Sebaliknya ketika kepercayaan itu tidak ada (less trust atau distrust), maka dipastikan, kegiatan perusahaan atau organisasi menjadi semakin lambat yang menyebabkan biaya (cost) operasional menjadi meningkat.

Pada masyarakat yang mengalami Distrust, misalnya seperti yang masih kita alami di Indonesia, semuanya mengalami keterlambatan. Contohnya dari sisi keamanan, seperti yang bisa kita perhatikan di kantor, mal, hotel, atau tempat keramaian lain. Karena kekhawatiran kita terhadap bom, maka pintu masuk terpaksa harus kita jaga keamanannya. Jangan sampai ada masyarakat yang secara sengaja membawa bom dan meledakkannya. Akibatnya, waktu yang diperlukan untuk mencapai suatu tempat, menjadi lebih lama dengan biaya (keamanan) yang semakin tinggi akibat harus menyediakan teknologi detektor dan petugas Satpam yang cukup banyak.

Kehidupan yang masyarakatnya sudah saling mempercayai, sungguh sebagai sesuatu yang perlu kita cita-citakan. Saya memiliki contoh kecil dimana seorang pengusaha rumahan yang membuat beberapa jenis cake/kue yang dijajakan di suatu kantor, mampu menjual lebih banyak cake/kue akibat trust yang sangat mendukung. Di kantor saya, ada seorang Bapak yang setiap pagi sekitar Pukul 07.00 mengantarkan sekitar 30 potong kue ke kantor saya di lantai 20 suatu gedung di Jalan Thamrin yang dijual seharga Rp3.000 per potong. Karena sudah saling mempercayai, bapak tersebut tidak perlu menunggu dan melayani pembeli kue, tetapi cukup ditinggalkannya, dan selanjutnya pembeli dipersilahkan mengambil pilihannya dan membayar sesuai dengan jumlah yang diambilnya. Pembayaran dan pengambilan uang pembelian kue tidak ada yang mengawasi, silahkan letakan uang di kantong plastik yang sudah disediakan. Tidak ada satupun orang yang mengawasi transaksi tersebut.

Dengan pola seperti itu, Bapak tersebut setiap hari meletakkan sekitar 10 tempat kue di sekitar 10 lantai yang berbeda, dan kemudiaan diambilnya satu persatu mulai pukul 09.00 dari seluruh lantai. Dengan keadaan seperti itu, Bapak penjual kue mampu melakukan penjualan lebih dari 5 kali lipat dibandingkan apabila yang bersangkutan harus menjajakan kuenya satu persatu ke masing-masing lantai dan menyelesaikan transaksinya satu persatu.

Banyak contoh-contoh yang memberikan kemudahan dan keuntungan yang lebih ketika kita bisa hidup pada situasi yang saling mempercayai.

Tuesday, 18 May 2010

Perkebunan Pinus di Aceh Tengah


toto zurianto

Saya selalu bersemangat untuk bercerita tentang wilayah Aceh Tengah atau terkenal dengan kota Takengon-nya. Bukan hanya saya, tapi kami sekeluarga, yang bukan berasal dari wilayah ini, tetapi pernah bermukim cukup lama (1971-1980) di wilayah yang sekarang, paska pemekaran, meliputi 3 wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Aceh Tengah dengan ibukotanya Takengon, Kabupaten Benar Meriah, dan Kabupaten Gayo Luwes.

Wilayah dataran tinggi Gayo terletak di tengah-tengah propinsi daerah istimewa ACEH (DISTA), sekarang NAD, sebagian besar wilayahnya berada di dataran tinggi pegunungan, sekitar 500 sampai dengan 1700 meter dpl. Udaranya sungguh segar, sejuk, dan bersih membuat siapapun merasa sangat nyaman berada disana. Tentu saja, dengan curah hujan yang cukup tinggi, tanaman dan hutan menjadi sangat subur. Dua pertiga pegunungannya ditumbuhi oleh Pohon Pinus Merkusi, sejenis Cemara yang sejak zaman Belanda sampai dengan tahun 1980-an dikelola oleh perusahaan perkebunan negara untuk diproses menjadi Minyak Terpentin dan Damar yang banyak digunakan oleh industri-industri manufaktur. Disamping tumbuhan Pinus, wilayah Aceh Tengah terkenal sebagai penghasil Kopi Arabika yang sangat terkenal yang lebih banyak diekspor ke luar negeri. Tumbuhan lain disamping sayur mayur dan buah-buahan, wilayah ini juga sangat bagus untuk ditanami tembakau. Hanya sayang, tembakau tidak terlalu banyak diusahakan oleh masyarakat Aceh Tengah.

Terakhir perkebunan Pinus ini dikelola oleh PT Perkebunan I Aceh yang berkedudukan di kota Langsa, kabupaten Aceh Timur. Perusahaan ini pada waktu itu (sampai dengan tahun 1980-an) mengelola perkebunan Pinus di Aceh Tengah (Takengon), Kelapa Sawit di Karang Inoue (Peureulak, Aceh Timur) dan Tanjung Seumentoh (Aceh Timur), Perkebunan Karet di Kebon Lama, Kebon baru, dan Pulo Tiga di Kabupaten Aceh Timur.

Hampir selama 10 tahun mengikuti orangtua yang bekerja di PT Perkebunan I, kami pernah tinggal di Aceh Tengah, tepatnya di Lampahan, ibukota kecamatan Timang Gajah, yang berada di jalan Raya Bireuen Takengon, 25 Kilometer menjelang kota Takengon. Sejauh-jauhnya mata memandang, kita hanya melihat pohon-pohon pinus yang tinggi dan lebat yang diolah di pabrik (kilang) yang berada di Kota Lampahan. Pohon Pinus secara periodik dicangkul batangnya untuk diambil getahnya (seperti dideres pada tanaman Karet), selanjutnya dikumpulkan pada bak-bak pengumpul di Afdeling-afdeling oleh karyawan perusahaan untuk diambil oleh truck-truck Getah, dan dibawa ke Pabrik. Getah pohon pinus yang disebut dengan Balsem itu, selanjutnya diolah dipabrik menjadi Minyak Terpentine dan Damar. Olahan minyak Terpentine dan Damar dimasukkan dalam Drum dan Kotak Kayu khusus untuk dibawa ke pelabuhan Lhokseumawe ke tempat tujuan sesuai dengan order yang dilakukan oleh PT Perkebunan I. Hasil dari konsesi dan pengelolaan pohon Pinus ini diperkirakan telah memberikan kontribusi yang besar bagi pendapat negara, pemerintah daerah, dan tentunya karyawan perusahaan perkebunan, serta masyarakat setempat.

Tetapi, sejak tahun 1980-an, konsesi pengelaolaan perkebunan Pinus itu sudah dialihkan (dijual?) ke perusahaan swasta, kalau tidak salah namanya PT Alas Helau, yang selanjutnya melakukan penebangan terhadap pohon-pohon pinus tersebut untuk dikirim dan diolah menjadi bahan kertas bagi pabrik kertas yang ada di Aceh Utara (Lhokseumawe). Sejak saat itu, dan sampai saat ini (2010), kondisi perkebunan Pinus di dataran tinggi Gayo (Aceh Tengah) sungguh sangat memperihatinkan. Sebagian wilayah tersebut saat ini dapat dijatakan sudah gundul akibat penebangan yang tidak diikuti oleh penenaman kembali. Pohon Pinus yang menjadi kebanggaan dan penyangga hutan, kini tidak lagi berdaya. Yang kurang dimengerti adalah, siapa menjadi penanggung jawab wilayah konsesi perkebunan itu saat ini? Banyak tanah-tanah yang sudah beralih fungsi, atau mungkin diserobot untuk kepentingan lain.


Memandang masa depan dataran tinggi Gayo sebagai wilayah perkebunan, pertanian, dan wisata yang andal, situasi pohon Pinus yang semakin minim ini perlu kita antisipasi. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah penting untuk menyelamatkan hutan dataran tinggi Gayo. Kecuali kita tidak ingin meninggalkan apapun kepada anak cucu kita.

Saya selalu ingat ketika guru kami di kelas V SD Negeri II Lampahan mengajarkan lagu daerah ini yang sangat terkenal, Tawar Sedenge yang sebagian liriknya seperti ini;

Engon ko so tanoh Gayo Si megah mu reta dele (lihatlah tanah Gayo yang terkenal dengan harta yang melimpah).
Rum batang uyem si ijo, kupi bako e (dengan batang pinus yang hijau serta, kopi dan tembakaunya).

Pengen ko tuk ni korek so Uwet mi ko tanoh Gayo
Seselen pumu ni baju, netah dirimu
Enti daten bur kelieten Mongot pude deru Oya le rahmat ni Tuhen,
ken ko bewen mu
Uwetmi ko tanoh Gayo Semayak bajangku Ken tawar roh munyang datu,
uwetmi masku
Ko matangku si mu mimpim Emah uyem ko ken soloh Katiti kiding enti museltu,
i lah ni dene
dan seterusnya.

Saya jadi teringat ke guru-guruku di SD Negeri II Lampahan, Bapak Kepala Sekolah dan Wakilnya, Pak Abdul Mutholib dan Pak Kasman, guru kelas V dan kelas VI, Ibu Nursyiah dan Ibu Siti Ali'ah. Juga para guru di SMP Perkebunan Lampahan, Bapak Ara Djoeli (almarhum, Guru Bahasa Indonesia dan Kepala Sekolah), Bapak Teruna Jaya (Guru Sejarah dan Olah Raga), Bapak Nurizal Anaz (Guru Aljabar), Bapak Kamaluddin Bsc (Guru Bahasa Inggris), Ibu Latifah (guru PKK dan Kesenian), Bapak Yunus (Guru Agama), Bapak Kadir (Guru Ilmu Ukur).They are all Great!

Monday, 3 May 2010

Jalur Kereta Api Historis di Sumatera Barat

toto zurianto

PT Kereta Api akan menghidupkan kembali jalur kereta api di Sumatera Barat yang dulu dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda, dan sebagiannya saat ini sudah tutup. Jalur ini ke depan akan menjadi bagian dari proyek kereta api Trans Sumatera, mulai dari Banda Aceh sampai dengan Tanjung Karang (Lampung).

Ide ini jelas akan disambut baik masyarakat mengingat kereta api termasuk salah satu moda transportasi yang paling berkembang didunia, relatif murah, dan banyak diminati masyarakat.

Paling penting untuk kita siapkan terlebih dahulu adalah studi fisibiliti-nya. Kita semua berharap, pembukaan jalur kereta api ini, harus didahului oleh aspek ekonomis yang kuat dan benar. Jangan sampai karena alasan historis dan emosionil sehingga kita semua merasa, kita harus membuka jalur ini kembali. Bisa saja, melalui pertimbangan yang lebih baik, akan ada kota-kota tertentu yang dulu pernah disinggahi kereta api, tetapi saat ini dinilai sudah tidak layak untuk disinggahi. Jangan sampai kita hanya membangun kembali jalur yang dahulu sudah pernah ada, lalu diganti dengan rel dan bantalan yang baru.

Beberapa waktu yang lalu saya pernah ke Aceh Utara, dan menyaksikan kesiapan pemerintah Aceh yang berencana akan membuka kembali jalur kereta api Aceh yang dulu sangat legendaris. Pada jalur antara kota Lhokseumawe dan Bireuen, sekitar 56 KM, saya lihat, pemerintah hanya membangun kembali jalur kereta api baru di atas jalur yang lama. Situasi ini sering terasa aneh, karena situasi yang berbeda antara tahun 1950-an dengan keadaan saat ini (60 tahun yang lalu). Kalau kita hanya mengganti jalur/rel lama dengan yang baru, banyak sekali lokasinya sudah tidak relevan.Banyak rel yang "dulu" berlokasi cukup jauh dari pemukiman, misalnya di persawahan, tetapi kita sudah sangat dekat dengan pemukiman penduduk atau jalan raya.

Karena itu, pembangunan kembali jalur kereta api Sumatera, hendaknya disertai dengan pertimbangan ekonomis dan lingkungan yang kuat sehingga kehadirannya tidak terasa aneh dan bahkan bisa mengganggu masyarakat atau alat (moda) transportasi lain.