toto zurianto
Kemaren (Sabtu, 6 Juni 2009), calon Presiden dan calon Wakil Presiden PDI-P dan Partai Gerindra, Megawati Soekarno Putri dan Prabowo Subijanto menandatangani kontrak politik yang cukup heboh, antara bertekad untuk menghapuskan sistem kerja kontrak (out-sourcing) yang prakteknya sangat luar biasa pada akhir-akhir ini. Mensitir sebagai bagian dari suatu perjuangan (barang kali searah pula dengan cita-cita Bung Karno yang bertujuan menghapus segala bentuk penjajahan dari muka bumi Indonesia, mungkin termasuk juga penjajahan antara pengusaha/pemilik modal dengan pekerja/buruh) di zaman modern ini, Mega berjanji bahwa apabila mendapatkan mandat, pemerintahnya akan menghapuskan sistem kerja outsourcing itu.
Diluar dari janji politik ini, masalah out-sourcing sangat penting untuk dibicarakan para ahli ekonomi dan pengamat sosial di Indonesia. Praktek out-source yang kini jenis dan variasinya sudah sangat banyak, termasuk sebagai salah bentuk kerjasama majikan-buruh yang berpotensi menimbulkan masalah sewaktu-waktu. Berbeda dengan pola out-source yang juga banyak dipraktekkan di negara-negara maju, di Indonesia praktek out-source, terbukti tidak dilakukan secara adil, bahkan cenderung membuat pekerja menjadi sangat tergantung kepada majikan dengan upah yang sangat kecil tanpa ada kejelasan tentang masa depan,
Bukan soal out-source yang harus dibasmi, tetapi pola hubungan employees-employers yang dirasakan tidak adil dan tidak transparan. Bayangkan saja, masih banyak praktek yang sangat diskriminatif antara pegawai in-source (organik) dengan pegawai out-source (non organik). Pegawai in-source bukan saja mendapatkan upah dan fasilitas yang lebih besar, tetapi sekaligus sangat terjamin masa depannya, dimana pegawai out-source upahnya rendah dengan jaminan masa depan yang sangat tidak pasti.
Janji Politik ini memang menarik, hanya saja, menjadi tugas para Pimpinan (Presiden dan Menteri), serta para ahli ekonomi dan sosial untuk menyusun pola hubungan kerja yang lebih adil!
No comments:
Post a Comment