toto zurianto
Managing Expectations
Hubungan kerja atasan bawahan, selalu harus dibangun secara jelas, tidak bisa otomatis berjalan baik karena adanya ketentuan formal. Setiap keputusan yang menyebabkan adanya hubungan Atasan-Bawahan, atau antara Kita dengan Client, sebaiknya dikuti oleh langkah-langkah kegiatan yang jelas. Apa yang harus kita lakukan, setingkat apa kualitas hasil yang diharapkan, kapan waktu delevery yang diinginkan, milestones dan progress yang diungkapan, bahkan sampai ke pola hubungan pelaporan (komunikasi) yang perlu dibangun. Selanjutnya yang paling penting lagi adalah apa yang kita dapatkan (sebagai bawahan), atau apa yang akan kita berikan (kepada bawahan) apabila kita menjadi atasan apabila ekspektasi kita bisa dijawab secara penuh, kurang memenuhi kondisi optimal, atau jika tidak bisa terwujud.
Pada kegiatan-kegiatan Performance Management System (performance appraisals), ekspektasi ini biasanya sebagian dimuatkan dalam bentuk Individual KPI (Key Performance Indicator) sebagai dasar dari kegiatan evaluasi. Tetapi biasanya tentu saja hanya memuat garis-garis besarnya saja. Kita perlu memberikannya secara lebih rinci atau melengkapi Individual KPI tersebut dengan kesepakatan lain yang lebih terbuka sehingga memungkinkan kita untuk meminta atau memberikan sesuatu pada waktunya.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam membangu ekspektasi yang lebih baik antara lain, sebagaimana yang dikemukakan David H Master, et all (The Trusted Advisor), yaitu;
Pertama, kita harus menyepakati hal-hal yang akan dikerjakan, apa yang sedang kita harapkan dapat kita wujudkan (clearly articulate what we will do and won't do). Jangan sampai deliverable pekerjaan menjadi tidak jelas, meluas kemana-mana, atau terlalu sedikit jauh dari yang diharapkan.
Kedua, tetapkan batasan atau target analisa yang akan kita kerjakan (define the boundaries of the analysis we will perform).
Ketiga, kita juga perlu tegas atas hal-hal apa yang boleh dilakukan bawahan, atau hal-hal apa yang bawahan harapkan akan kita kerjakan (check with the subordinates about areas that he/she may not want us to get involved in, or any people that he/she does not want us to speak).
Keempat, kita harus menyepakati tentang cara komunikasi yang akan kita bangun dalam rangka memonitor atau menjamin agar pekerjaan yang dilakukan dapat berjalan baik (agree on methods and frequency of communicating).
Kelima, bagaimana laporan disampaikan, kapan penyampaiannya (frequency), siapa-siapa yang harus mendapatkan laporan tersebut. Termasuk pula jika ingin melakukan pembahasan permulaan sebelum penyampaian laporan final pekerjaan.
Keenam, waktu penyelesaian pekerjaan haruslah disepakati secara jelas, sebaiknya disertai oleh tuntutan lain apabila deliverable pekerjaan tidak sesuai waktu sebagaimana yang disepakati. Setiap penggunaan resources, pada dasarnya perlu dipertanggungjawabkan, termasuk apabila harus menghabiskan lebih banyak waktu dalam melaksanakannya.
Ketujuh, tentu saja, kita harus menyepakati alat ukur keberhasilan setiap pekerjaan. Jangan sampai apabila pada akhirnya kita kembali berdebat atas pekerjaan yang sudah berlangsung lama.
Kedelapan, dalam hubungan dengan pola reward, career progression, atau pembelajaran (learning), kitapun sebaiknya membangun komunikasi yang jelas. Setiap orang melakukan pekerjaan, tentunya akhirnya harus terjawabkan dengan bentuk penghargaan dan kelangsungan karir para pegawai tersebut. Dalam konteks inipun, sebaiknya kita bisa memberikan gambaran yang lebih jelas.
No comments:
Post a Comment