Sunday 23 August 2009

Workforce Differentiation

toto zurianto

Masih banyak perusahaan yang keberatan untuk menggunakan strategi membedakan kemampuan pegawai (workforce differentiation). Mereka umumnya masih selalu memberikan perhatian yang sama kepada pegawainya. Pemimpinnya banyak yang khawatir apabila menerapkan workforce differentiation, dapat menyebabkan pegawainya menjadi demotivasi. Mereka sangat khawatir apabila tidak mendapatkan dukungan dari pegawai, takut kalau-kalau dicap sebagai pemimpin yang tidak populer.

Tetapi situasi yang berkembang tidak selamanya seperti itu. Kini banyak juga muncul para pemimpin yang lebih visioner yang ingin memberikan prestasi yang lebih baik ke perusahaan. Tuntutan stakeholders yang semakin tinggi dan iklim persaingan yang semakin ketat, membuat para pemimpin tidak mungkin mampu mempertahankan kebijakan yang sama rata sama rasa. Bukan sekedar sebagai kebijakan yang tidak adil, juga sikap sama rata sama rasa itu dapat menyebabkan demotivasi bagi pegawai (terbaik) untuk memberikan kontribusi optimum kepada perusahaan.

Karena itu, kebijakan differentiation adalah pilihan penting, meskipun sulit tetapi perlu secara konsisten dijalankan. Tidak pada tempatnya lagi untuk memberikan toleransi tanpa batas kepada pegawai yang kinerjanya rendah (low performer). Pegawai yang Low Perfomer perlu mendapatkan lampu kuning, peringatan agar memperbaiki diri. Apakah menyangkut perilaku dan attitude yang tidak positip, atau karena kemampuan teknikal yang dianggap sudah out-of-date. Pemimpin dan Line Manager dituntut, pertama, harus mampu melakukan evaluasi ulang yang tegas sehingga dapat diketahui, siapa-siapa yang termasuk Top Performance, Middle Performance, dan yang Low Performance. Melakukan evaluasi yang tegas seperti ini, jelas bukan sesuatu yang mudah. Umumnya kita masih mempunyai sifat tidak tega dan kasihan yang apabila terlalu dominan, justru bisa memberikan pengaruh besar (negatif) ke perusahaan dan anak buah yang sebenarnya harus kita perbaiki.

Ketidakmampuan dan ketidaktegasan kita dalam memberikan penilaian, dalam jangka panjang akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan/organisasi dan tentunya diri kita sendiri, termasuk kepada pegawai yang Low Performer itu. banyak pimpinan dan Line Manager memberikan penilaian cukup baik kepada pegawai yang low performer dengan maksud agar pegawai yang bersangkutan tidak merasa dikorbankan. Padahal tentu saja penilaian seperti itu sebenarnya palsu dan membuat yang bersangkutan tidak mengetahui kekurangannya dan tidak berupaya memperbaiki dirinya menjadi lebih baik.

Oleh karena itu, melakukan pembedaan bukanlah sesuatu yang kejam dan bertujuan untuk menghancurkan karir seseorang. Kebijakan ini, di samping untuk menciptakan rasa adil, juga dimaksudkan sebagai upaya untuk memperbaiki diri agar tidak selalu merasa masih bagus padahal sebenarnya sudah berada dalam kondisi mengkhawatirkan.

No comments: